02 : Kompilasi Perasaan

10 4 0
                                    

“Sis, kamu tunggu dulu di sini ya aku mau bayar ke kasir. Jangan ke mana-mana.”

Usai mempertimbangkan belasan jenis kado yang akan mereka beli untuk hadiah ulang tahun David minggu depan, akhirnya Chandra menjatuhkan pilihannya pada sepatu bola dan jersey berwarna biru. Karena seperti yang Siska ceritakan, bocah laki-laki itu kerap memenangkan pertandingan futsal melawan tim musuh dari berbagai SMP se-Jabodetabek. Oleh karena itu, Chandra berharap hadiahnya ini bisa dimanfaatkan David setiap bertanding futsal di sekolahnya.

Dan peringatan Chandra barusan hanya ditanggapi dengusan dan putaran bola mata ketika laki-laki itu kemudian menyuruh Siska duduk di salah satu bangku yang disediakan di dekat foodcourt Summarecon Mall, Bekasi. Sambil memakan es krim cornetto yang baru saja ia beli, gadis itu mengamati belasan pengunjung Mall yang berlalu lalang selepas kepergian Chandra menuju tempat kasir. Lantas bersandar pada kepala bangku dan merogoh ponsel untuk menyerang rasa sepinya.

Akan tetapi, baru beberapa detik membuka notifikasi chat masuk, sepasang sepatu hitam tiba-tiba berhenti tepat di depan sepatu sekolahnya. Siska menengadah dan terkejut menemukan bukan Chandra yang menghampirinya.

“Nggak sia-sia gue ikutin lo sampai sini. Padahal, gue udah bilang di Kafe Bright.”

Diliputi hati yang mulai memanas, Siska menguatkan dirinya untuk tidak mengumpati sosok ini. Seringaian laki-laki yang berdiri di hadapannya itu memang tidak pernah berubah. Menyebalkan dan selalu membuat Siska muak.

Menahan emosinya, Siska bangkit dari bangku dan menatap nyalang lelaki yang jauh lebih tinggi darinya sepuluh sentimeter itu. “Sorry. Tapi, kita udah nggak ada urusan, Ger. Buat apa gue turutin perintah lo. Gue mohon, jangan ganggu gue lagi,” tandasnya.

Seperti dugaan, lelaki itu tak pernah terpengaruh oleh ucapan Siska. “Urusan kita sekarang ya balikan. Gue nggak bakal berhenti buat ganggu.”

Siska berdecak. “Gerald, gue udah punya pacar. Dia Chandra, temen sekelas sekaligus Kapten Basket kalo lo kudet di sekolah,” sindirnya pedas. Sudah kelima kali ini Gerald mengirimi pesan dan berakhir mengikutinya kemana pun ia dan Chandra pergi seperti sekarang. “Atau lo bolos waktu Chandra nembak gue?” lanjutnya sarkas.

Seandainya saja Siska bisa pindah sekolah, gadis itu yakin sudah menyerahkan surat kepindahan pada Kepala Sekolah semenjak ia tahu Gerald juga bersekolah di SMA Eternal.

Senyuman licik terbit di bibir Gerald. “Itu nggak penting dan gue nggak mau peduli tentang hubungan lo. Selama lo masih bisa direbut, kenapa enggak?”

“Lo udah sinting!” Umpatan Siska nyaris seperti bisikan. Ia tidak mungkin sembarangan mengumpat dengan orang gila macam Gerald di tempat umum.

Lagi-lagi lelaki berambut coklat terang itu justru tersenyum geli menanggapi kemarahan Siska.

“Kayaknya gue harus pergi dulu.” Lirikan mata Gerald tertuju sekilas pada Chandra yang tengah menyodorkan barang ke pelayan kasir. “Sebentar lagi pacar lo bakal balik. Dan … gue masih pengen liat kalian berantem pelan-pelan.” Kalimatnya sukses membuat kepalan tangan Siska mengerat di samping tubuh. “Bye. Jangan lupa kalo putus adain pengumuman dan hubungin gue!”

Kepergian Gerald menyisakan amarah yang berusaha Siska pendam sekuat mungkin. Tidak. Ia tidak boleh gegabah sedikit pun untuk menanggapi sulutan api yang Gerald kobarkan di tengah hubungannya dengan Chandra. Dua minggu baru berjalan dengan baik, Siska tidak ingin semuanya menjadi sia-sia hanya karena gangguan mantan kekasihnya sewaktu SMP itu.

Couple SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang