08~Cemburu Tak Memiliki Mata

379 75 0
                                    

Ke esokan hari.

"Udah Cha, nggak ada gunanya juga nangisin orang kayak dia."

Juna sedaritadi tak berhenti mengoceh untuk menarik perhatian Resha. Gadis itu hanya diam saja di pinggiran taman kampus. Tapi, mendengar kata menangis, berhasil membuat Resha merespon.

Menatap Juna dengan tatapan tajamnya, Resha menjawab, "Mana ada gue nangis. Bawel lu ah, nggak usah teriak-teriak terus. Malu gue sama orang lewat!"

"Akhirnyaaaaa gua dinotice gais! Gitu dong nyaut. Iya dah tau lo nggak nangis, cuma mewek yakan? Liat aja tuh muka minta dikasianin," sahut Juna lalu tertawa dan membuat Resha melempar tatapan sinis.

Lelaki bernama Juna itu mengangkat kedua tangannya. "Oke, gue berenti. Tapi lo harus janji, nggak usah sedih lagi. Kalau perlu putusin aja itu si Dante, terus jadian sama gue," lanjutnya lalu cengengesan.

"Talk to my hand!" seru Resha lalu beranjak dan hendak pergi meninggalkan Juna.

"Neng, tunggu bentar. Mau ke mana? Pulang? Ayo Aa anterin."

"Jijik gue, Jun! Gue mau ke kelas, masih ada matkul ekowisata. Emangnya lo, bolos mulu." Resha melangkahkan tungkainya tapi baru selangkah ia berhenti.

Tentu saja membuat Juna mengernyitkan dahi karena bingung. "Kok berenti? Mau ikut gue cabut? Ayok, nanti gue teraktir makan. Gimana?" ocehnya.

Namun, Resha hanya diam. Mau tak mau Juna mengikuti arah pandang gadis itu. Ternyata di depan sana ada Dante yang tengah memerhatikan Resha dan dirinya. Menghela napas, Juna melangkah ke hadapan Resha.

Tersenyum lebar, Juna menatap Resha dan memunggungi Dante agar tak melihat gadis itu. "Mau nggak? Gue teraktir bakso di depan dah. Kuy?" ajaknya.

Tapi, bukan Resha namanya kalau ada masalah lalu menghindar. Ia sudah cukup mengontrol hati dan perasaan emosinya. Jadi, ia memutuskan untuk bicara dengan Dante. Mendorong tubuh Juna, Resha berkata, "minggir, gue mau balas dendam dulu!"

"Hah? Balas dendam gimana?" sahut Juna yang tak mengerti.

Sedangkan Resha sudah berjalan lebih dulu menghampiri Dante. Lalu ia memasang senyum paling manis dan menatap kekasihnya itu. Bahkan Dante pun bingung kenapa Resha bersikap seperti itu.

Ternyata, tak jauh dari Dante ada adik tingkat yang membuatnya bertengkar dengan Dante kemarin. Tersenyum miring, Resha mengapit lengan Dante setelah ia sampai di hadapan kekasihnya itu.

"Kamu udah makan siang? Aku belum, temenin aku yuk," ucap Resha sedikit teriak seakan sengaja agar Lia mendengarnya.

Melirik sinis, Resha menatap Lia sambil menyeringai. Dalam benak gadis itu, tak ada yang mudah bila berurusan dengannya. Lia hanya seekor nyamuk yang belum pernah disengat oleh lebah betina --Resha.

Sedang Dante yang masih mencerna maksud sikap Resha, hanya bisa mengangguk dan menuruti perkataan kekasihnya itu. "Ayo, tapi kamu nggak apa-apa? Bukannya—"

"Emang aku kenapa? Kamu pikir aku ngambek? Ngapain marah? Bikin laper tau," potong Resha.

Menepis kecurigaan, Dante mengangguk sekali lalu membalas perlakuan Resha. Ia menggandeng tangan kiri Resha dan tersenyum manis ke arahnya. Lalu tangan kanannya ia gunakan untuk membenarkan letak anak rambut Resha yang menutupi matanya karena embusan angin.

"Nggak bawa kunciran?" tanya Dante.

Resha menggeleng. "Lupa, nanti minta karet gelang di kantin aja."

"Ya udah, ayo ke kantin. Kamu mau makan apa? Aku ikut kamu aja." Genggaman Dante tak lepas dan mereka berjalan bersisian.

Resha merasa menang melihat sekilas kalau Lia seperti menghentakkan kakinya. Mungkin gadis itu cemburu melihat interaksi dirinya dan Dante? Itu memang tujuan Resha --balas dendam.

Siapa suruh membuat Resha marah?

"Aku mau ketoprak, nggak pakai toge dan cabainya dua aja terus agak manis. Kayak biasa," sahut Resha sambil menggoyang-goyangkan genggaman tangannya pada Dante.

Mengangguk lalu tersenyum, Dante mengusak pucuk kepala Resha gemas. "Minumnya es teh manis?"

"Iya, tapi aku lagi pengen es jeruk aja."

Keduanya mengobrol sambil terus melangkah ke kantin, meninggalkan Lia yang marah karena ia gagal membuat Dante dan Resha putus. Juga, Juna yang hanya bisa menghela napas melihat kedekatan gadis yang ia sukai tersenyum ke pria lain.

Beruntung Juna tidak terobsesi dengan perasaan yang ia punya untuk Resha. Jadi, bagi Juna asalkan Resha bahagia itu sudah cukup. Lagipula diantara ia dan Resha ada status saudara yang tak bisa dihapus.

Namun, sebelum Juna meninggalkan tempatnya itu, tak sengaja netranya menangkap Lia yang berlari ke arah parkiran. Kira-kira apa yang akan dilakukan gadis itu?

Kali ini, bukan hanya Mirza yang curiga, tapi Juna juga. Ia hendak mengikuti langkah Lia, namun ada Jekala yang menyapanya.

"Jun, ngapain lo bengong di sini?" tanya Jekala.

Juna menggelengkan kepalanya. "Nggak ngapa-ngapain. Eh iya lo udah ngumpulin essay?"

"Udah kemaren, deadline hari ini 'kan? Jangan bilang lo belom?"

Menyengir lebar, Juna mengangguk sekali. "Kelupaan, nyari di mbah gugel aja ntar. Dah ayo ke kelas."

Juna dan Jekala jalan beriringan menuju kelas mereka.

***

©®ayspcy, 2k21

Ayo, Saling Melupakan | Lee Dokyeom ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang