(XVI) Mengangumi dari jauh.

543 86 18
                                    

Ingin menghampiri, tapi gengsi.
Ingin bertanya, tapi gengsi.
Semua ga akan selesai, kalau gengsi telah menguasai hati. -NH

-----------------------------------------------------------

PERLAHAN matahari mulai menampakkan sinarnya. Menerangi setiap sisi kegelapan yang mungkin lama terpendam.

Pagi ini aku sedang bersiap ke sekolah, dengan semangat yang baru tentunya.

Rasanya, beban ku kini mulai terasa ringan. Mungkin, karna hadirnya teman curhat buku ku itu. Meski tak semuanya tercurah, tapi ku yakin. Ini semua akan cepat berlalu.

Ku lihat diriku pada pantulan cermin itu. Mencoba menguatkan diri ini, dan berusaha tak fokus pada luka saja. Terlebih, jika aku sedang seorang diri. Rasanya, fokus ku tak lebih dari luka. Luka. Dan luka. Hingga aku pun, tak sadar, jika ada seseorang yang begitu care pada ku.

Jika kita hanya fokus dengan luka. lantas, siapa yang harus bersyukur dengan segala berkat yang kita alami? Masa iya, kita yang mendapat berkat, orang lain yang bersyukur? Aneh bukan?

Kini, aku mencoba untuk mengikuti setiap alur yang Tuhan berikan. Jika itu benar terjadi, dan tak bisa diusahakan lagi, maka terjadilah. Karna aku pun tak bisa memaksa apa yang menjadi jalan hidupku kedepannya.

"Lyo" panggil papa, dengan mengetuk pintu ku dengan berulang kali.

Mendengar panggilan itu, aku langsung membukanya.

"Papa duluan aja ke mobil. Nanti aku nyusul bentar lagi. Beneran deh. Udah sana sana.. " usir ku.

Seusai mengikat rambut, sekilas aku melirik kearah jam dinding, yang sudah menunjukkan pukul 06.40. Dengan cepat aku langsung mengambil tas dan turun ke bawah.

"Oiya, botol ka nuca!" seru ku. Dengan cepat aku membongkar lemari makan ku. Tapi tak kunjung aku temukan.

Sudah lama sebenarnya botol itu ada pada ku. Namun, aku selalu lupa untuk memberikannya. Entahlah, kenapa pada saat saat genting seperti ini, aku mengingat botol minum milik nya. Mungkin, karna nuca mencarinya dirumahnya, entahlah. Aku pun tak tahu.

"Hufttt giliran dicari gaada, giliran ga di cari ada mulu tu botol" gerutu ku.

Aku mulai mencari kembali dengan teliti. Ku cek satu per satu. Hingga aku menemukannya ditumpukkan botol minum. Pantulan warna ungu itu, yang membuatku mudah untuk menemukannya.

"Akhirnya" ucap ku. Dengan cepat aku memasukkan botol itu kedalam tas. Dan berlari keluar teras.

Aku langsung mengambil sepatu, dan berniat untuk memakainya didalam mobil. Karna akan memakan waktu banyak nantinya.

"Ayo pah" ajak ku sembari mengikat tali sepatu.

"Anak gadis bangun siang, rejeki mu dipatok ayam nanti ly" celetuk papa.

"Mana ada ayam yang makan rejeki, ayam tu makannya beras" sahut ku.

"Kamu tu ya ly, dibilangin orang tua"

"Ayola pah, bentar lagi aku telat ni" bujuk ku.

Tak ada balasan lagi dari papa. Ia langsung melajukan mobil, dan fokus ke arah depan. Mempercepat laju mobil, agar aku tak terlambat masuk, mengingat tinggal 10 menit lagi gerbang sekolah ku tertutup.

"Huftttt untung belom" ucapku lega, melihat gerbang yang belum tertutup rapat.

"Aku masuk dulu ya pahhhh. Bye" pamit ku. Dengan mencium tangan papa, sebelum keluar dari mobil.

Narasi Hidup.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang