Bab 1

14 3 0
                                    

 Seorang pria berdiri di depan sebuah makam. Sudah sejam dia berdiri di sana tanpa mengatakan apapun. Matanya terus menatap nama yang terukir di nisan itu.

"Apa kabarmu?" tanyanya,"Kau ini benar – benar jahat ya. Pergi tanpa pamit padaku dan memintaku untuk tidak menangis."

Dia berjongkok lalu meletakkan buket bunga yang dia bawa di atas makam. Di nisan itu tertulis nama sahabat yang sangat ia sayangi. Sahabatnya sejak SMA, sahabatnya yang selalu ada setiap kali dia butuh, sahabat yang telah membuat hidupnya berubah. Tapi, takdir tidak mengizinkan mereka untuk bersama lebih lama. Seminggu yang lalu sahabatnya harus pergi untuk selama – lamanya.

Pria itu menarik napas dalam – dalam. Berusaha agar tidak menangis karena itu permintaan terakhir temannya. "Kau menyiksaku," ucapnya dengan suara bergetar. "Apa ini hukuman untukku? Kau marah padaku karena aku tidak tahu kondisimu? Atau kau marah padaku karena setiap hari aku terus mengeluh padamu?" tanyanya.

"Ah... aku ini bodoh sekali," ucapnya sambil berdiri.

Taehyung pun pergi meninggalkan makam Jimin. Dia mempercepat langkahnya karena tidak bisa berlama – lama di tempat ini. Jadwalnya yang padat memaksanya untuk harus bekerja lebih keras lagi. Taehyung pun masuk ke dalam mobil. Di dalam mobil ada manajernya yang sudah menunggunya sejak tadi.

"Kau baik – baik saja?" tanya sang manajer. Taehyung tidak menjawab dia hanya menatap keluar jendela.

"Baiklah, kita berangkat sekarang."

Mobil mereka pun melaju di jalan. Sejak tadi, Taehyung hanya melamun. Sungjin yang merupakan manajer Taehyung merasa khawatir dengan keadaan Taehyung. Sejak kematian Jimin dia menjadi bisu.

"Hari ini kita ada pemotretan," ucap Sungjin.

"Hm," balas Taehyung.

"Aku tahu ini berat bagimu tapi..."

"Aku tidak mau membahasnya," potong Taehyung.

Sungjin pun langsung diam. Dia kembali fokus menyetir.

*****

Sekitar pukul sebelas malam, Taehyung baru pulang ke apartementnya. Lelah? Sudah pasti. Namun inilah rutinitasnya tiap hari sebagai seorang idol terkenal. Ketika dia membuka pintu apartemennya, dia melihat sosok Jimin menghampirinya sambil tersenyum.

"Hai sobat. Masuklah kau pasti lelah."

Taehyung menggelengkan kepalanya. Tiba – tiba sosok Jimin pun menghilang dari pandangannya. Taehyung langsung meremas rambutnya. Dia pun berjalan ke sofa lalu duduk di sana. Dia menyandarkan tubuhnya yang lelah ke sandaran sofa.

"Kau lelah?"

Taehyung menghela napas."Kau hanya halusinasiku, kan?" tanya Taehyung pada sosok Jimin yang sedang duduk berhadapan dengannya. "Ya, aku lelah. Kau yang paling tahu itu. Apa aku sudah gila?" lanjutnya.

"Jawab aku," ucapnya, "kau marah padaku kan? Kenapa kau melakukan semua ini? Kau menyuruhku bahagia dan terus hidup sementara kau sendiri pergi meninggalkanku. Bagaimana aku bisa bahagia sementara kau sudah tiada di dunia ini?"

"Kau lelah?" tanya Jimin lagi.

"Ya, aku sangat lelah. Lelah dengan semuanya," jawab Taehyung.

"Kalau begitu istirahatlah. Kau sudah bekerja seharian dan sekarang waktunya beristirahat."

Taehyung hanya diam, kemudian dia memejamkan matanya mencoba untuk tidur.

"Tidurlah, aku akan ada di sini untuk menemanimu kawan."

*****

BRAK!

"Apa yang kau lakukan tadi?" tanya sang direktur. "Bagaimana bisa kau melamun saat acara sedang berlangsung. Lalu pergi begitu saja. Apa kau sudah gila? Saat ini banyak sekali artikel yang keluar tentangmu. Mereka mengatakan kau depresilah, ingin berhenti menjadi artis. Haah... Kemarin aku juga menyuruhmu untuk hadir ke pesta ulang tahun putri presdir Park tapi kau tidak datang. Aku malu sekali pada presdir Park."

Direktur mereka sangat marah karena ulah Taehyung. Tapi Taehyung yang dari tadi di ajak bicara hanya diam. Pikirannya dipenuhi oleh Jimin saat ini. Dia sedang mengenang masa lalunya saat bersama Jimin.

"Kim Taehyung apa kau mendengarkanku?" tanya sang direktur.

"Maafkan aku... Jimin," ucap Taehyung. Setelah mengatakan itu Taehyung langsung keluar dari ruangan itu. Direkturnya memanggilnya tapi dia tidak menghiraukan panggilan itu.

"Ada apa dengannya? Apa dia memang sudah gila? Sejak kematian temannya itu dia jadi makin aneh," tanya sang direktur pada Sungjin.

"Ma, maafkan Taehyung Pak. Dia masih berduka atas kepergian temannya. Saya akan pastikan kejadian seperti ini tidak akan terulang lagi," ucap Sungjin.

Sungjin pun pergi mencari Taehyung. Dia menghela napas lega ketika melihat Taehyung berada di dalam mobil. Sungjin pun langsung menghampirinya.

"Kak, aku mau pulang," pinta Taehyung.

"Baiklah kita akan pulang."

Selama berada di jalan, Taehyung sedang membaca komentar – komentar buruk tentangnya di internet.

"Dia tidak pantas menjadi artis. Apa – apaan dia itu? Tiba – tiba pergi saat acara sedang berlangsung."

"Aku dengar sahabatnya meninggal. Mungkin dia sedang tertekan."

"Kalau dia punya masalah sebaiknya tidak usah ikut syuting. Mengganggu saja."

"Mungkin dia akan menyusul temannya juga. Lebih baik dia berhenti jadi artis."

"Berhenti membaca komentar mereka," ucap Sungjin. Taehyung pun langsung meletakkan ponselnya.

Begitu tiba di apartemennya Taehyung langsung keluar dari mobil. Dia juga meminta Sungjin untuk pulang. Dia ingin sendirian saat ini. Saat Taehyung membuka pintu apartemennya, sosok Jimin muncul lagi dan menyambut kepulangannya. Taehyung langsung mengacak – acak rambutnya.

"Aku benar – benar sudah gila," ucapnya. Dia berjalan ke arah rak yang ada di sudut ruangan lalu mengambil sebuah bingkai foto berwarna hitam. Dia memandangi foto itu sambil berjalan ke balkon.

"Kau baik – baik saja?"tanya Jimin. Taehyung langsung menoleh. Di sampingnya ada Jimin yang berdiri sambil tersenyum padanya.

"Kapan aku baik – baik saja? Aku berbeda denganmu yang selalu mengatakan baik – baik saja tapi..." Taehyung menggantung kalimatnya. Air matanya menetes begitu saja ketika dia mengingat kejadian hari itu.

"Bolehkah... aku ikut denganmu?"

Friend [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang