dua: sakit & rasa takut

8.1K 955 73
                                    

Hari masih gelap dan jalanan masih sepi. Hanya segelintir orang yang sudah mulai beraktivitas dan meramaikan jalanan di hari minggu pagi ini, salah satunya sepasang suami istri muda yang sedang dalam perjalanan menuju kampus demi memenuhi tugas sebagai panitia ospek. Jeno sedang menyenandungkan lagu berjudul Engkaulah Nirwana milik Titi DJ sembari mengendalikan setir mobil ketika tiba-tiba Ahra memukul-mukul lengannya, memaksa lelaki itu untuk menepi.

"Minggir sebentar hmph--" Ahra membekap mulutnya, menahan agar ia tidak muntah di dalam mobil.

Begitu mobil berhenti di tepi, Ahra langsung buru-buru keluar dari mobil dan berjongkok di pinggir jalan. Energen dan sepotong roti isi coklat yang dia makan sebelum berangkat kini dia muntahkan lagi. Tidak hanya itu, bahkan makanan yang dia lahap tadi malam ikut keluar sampai terkuras habis hingga menyisakan lendir saja.

Jeno di belakangnya membantu memijat tengkuk Ahra sampai perempuan itu merasa lebih baik. Ia mengambil sebotol air dari dalam mobil lalu menyerahkannya kepada Ahra. "Perutmu lagi nggak enak ya?"

Ahra mengangguk. Jeno ikut berjongkok di sebelahnya, membersihkan lendir di bibir Ahra dengan tisu. "Kenapa? Ada salah makan?" Tanyanya khawatir melihat kondisi Ahra yang lemas, pucat, dan dibanjiri keringat dingin.

Ahra menggeleng. Dia tidak tahu, tapi seingatnya semua yang dia makan akhir-akhir ini aman. Tidak ada makanan yang terlalu pedas, pun yang terlalu asam. Mungkin karena pola makannya yang kurang teratur? Entahlah, tapi bisa jadi memang begitu.

"Masih mual?"

Ahra mengangguk lagi. Ia memijat pelipisnya yang berdenyut. Sementara itu, Jeno mengeluarkan minyak kayu putih dari pouch yang selalu tersedia di mobil mereka.

"Nggak," Ahra menepis minyak yang baru dibuka tutupnya itu, "yang lain aja, baunya bikin tambah mual."

Oh? Tumben Ahra nolak minyak kayu putih? Jeno membatin, tapi aroma minyak kayu putih memang bikin makin eneg jadi tanpa bertanya lagi Jeno mengeluarkan minyak aroma terapi. Ia oleskan minyak tersebut ke tengkuk, sekitar pusar, sedikit di pelipis, dan sedikit di bawah hidung Ahra. "Lambungmu perih? Asam lambung naik?"

"Aku nggak makan yang aneh-aneh, kok," ujar Ahra membela diri. Jeno menuntunnya kembali ke dalam mobil. "Iya, tapi makan sama tidurmu nggak teratur. Kamu juga lagi banyak pikiran. Tugas kuliah, ngurus kerjaan. Itu juga salah satu faktor penyebab asam lambung naik, loh."

Ia mengusap-usap pundak Ahra yang kini bersandar padanya. "Kamu izin aja ya, Ra? Nggak usah jaga ospek hari ini, gimana?" Usul Jeno. Melihat kondisi Ahra yang lemas tanpa tenaga, Jeno jadi tidak tega. Apalagi Ahra bertugas jadi tim medis. Gimana dia mau merawat maba yang sakit kalo kondisinya sendiri seperti ini?

Sayangnya, Ahra menolak usulan Jeno dengan alasan masih sanggup. "Aku masih bisa, kok. Aku beneran nggak apa-apa."

Jeno memakaikan jaketnya ke Ahra yang cuma mengenakan seragam panitia. Dia menangkup pipi Ahra yang bukannya panas malah terasa sangat dingin. "Kamu pucet, perutmu juga kosong udah keluar semua isinya."

"Nggak apa-apa, ntar aku sempatin sarapan pas udah di kampus."

Melihat Ahra yang keukeuh pada pendiriannya, Jeno akhirnya mengalah. Begitu perempuan itu merasa perutnya sudah lebih baik, Jeno langsung membawa mobilnya menuju kampus. Tidak lupa, ia menyempatkan untuk mampir ke Indomaret 24 jam untuk membeli minuman hangat serta beberapa roti untuk istrinya.

Sampai di kampus, Jeno menanyai Ahra sekali lagi. "Kamu beneran nggak mau izin aja?"

Ahra menggeleng, "Iya. Aku udah enakan kok abis minum yang anget-anget."

"Ya udah. Jangan maksain diri, kalo ngerasa nggak enak lagi langsung istirahat, ya?" Jeno mewanti-wanti sambil membantu melepas seatbelt Ahra.

Perempuan itu cuma mengiyakan, "Kamu nggak perlu khawatir. Udah sana pulang! Nanti aku kabarin lagi."

Pais Jovens | Jeno [Republish]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang