Masih terlalu pagi bagi seorang Park Yoora menyaksikan keanehan adik satu-satunya itu. Chanyeol memang aneh. Senyum-senyum sendiri seperti orang gila.
"Chan, kau baik-baik saja?" tanyanya cemas.
Chanyeol mencebik, "Menurutmu?"
Jeda dua detik dari ucapannya, Chanyeol lantas mendapat jeweran di salah satu telinga lebarnya. "Jaga ucapanmu pada kakakmu." tegur Krystal, ibu mereka.
Yoora terkikik melihat ekspresi adiknya yang memerah saat ini. Ia merasa sangat menang sekarang. Sebaliknya, Chanyeol pasti sedang menahan mulutnya untuk tak memaki Yoora.
"Chan, apa hari ini kau lembur?" kini Krystal bertanya dengan mode lebih lembut pada putra bungsunya. Chanyeol sudah bisa mencium bau-bau 'perintah'.
Perihal pertanyaan Krystal itu sebenarnya hanya basa-basi semata. Sebab, lembur atau tidaknya Chanyeol, wanita itu tetap akan menyuruhnya. Ya, Krystal adalah tipikal ibu-ibu pemaksa jika memerintah anaknya.
"Kenapa memangnya, Bu?" memang kedengaran kurang ajar. Tapi Chanyeol adalah orang yang to the point.
"Tolong jemputkan ayahmu di bandara, ya. Jam satu siang." tanpa di tanya, Krystal bahkan langsung memberikan keterangan waktunya.
"Memangnya mobil ibu kenapa?" lagi-lagi Chanyeol terlihat masih keberatan dengan perintah ibunya.
Pasalnya, setiap ayahnya kembali dari tugas, selalu ia yang menjemput. Padahal Krystal sendiri tidak memiliki kesibukan apapun di rumah selain memasak. Kadang Chanyeol berpikir, apa ia dilahirkan untuk disuruh-suruh seperti ini? Jika iya, miris sekali.
"Kau tahu, kadang asam urat ibu kumat saat menginjak pedal gas." Krystal mulai memasang wajah memelas. Chanyeol tidak bodoh dengan pernyataan itu. Jika bukan ibunya, ia sudah membuang muka lantaran malas meladeni drama ini. "Tolong ya, putraku yang paling tampan.." Krystal semakin memohon.
Chanyeol menghela nafas. "Ya sudah. Nanti kujemput." katanya sebelum ia mengakhiri sarapan dan buru-buru melangkah ke luar rumah.
Langkah buru-burunya itu tentu saja bukan untuk perusahaan tempatnya bekerja. Itu belakangan. Ada seseorang yang lebih penting yang akan ia temui pagi ini.
***
"Selamat pagi, calon istriku."
Bukan main. Sehun sampai berjengit saking kagetnya melihat kehadiran laki-laki yang amat menyebalkan itu di ruang kerjanya. Senyumnya yang memuakkan itu membuat Sehun ingin menamparnya dengan keras. Kalau bisa sampai kedua belah bibirnya terbelah lagi menjadi empat. Sesialan itu senyuman Park Chanyeol dimatanya. Sayangnya, Sehun terlalu lembut untuk melakukan hal sekasar itu.
"K-kenapa kau bisa disini?"
Chanyeol duduk di kursi yang disediakan untuk pasien yang berkonsultasi. Tentu saja tanpa dipersilakan. Murni atas inisiatifnya sendiri. Karena menurutnya, di depan calon istri ia harus tampak mandiri dan kreatif.
"Tidak mungkin seorang calon suami tak mengetahui keberadaan calon istrinya."
"Jangan bermimpi!"
Chanyeol terkekeh, "Tentu saja ini bukan mimpi. Ini kenyataan. Kenyataan kau sudah berjanji untuk menurutiku. Bukan begitu, Park Sehun?" Chanyeol dengan seenak jidat merubah marga Sehun menjadi marga miliknya.
"Bagaimana kau tahu tempat kerjaku?" tanya Sehun masih penasaran.
"Apa yang tidak kutahu tentangmu?"
"Banyak."
"Begitu ya?" tanya Chanyeol dengan nada menyebalkan.
"Dasar predator!"
"Predator begini, aku calon suamimu, lho."
Sehun semakin melengkungkan bibirnya ke bawah. Membuatnya tampak semakin imut. Orang lain yang melihat pun mungkin akan bepikir demikian. Terlebih Chanyeol yang melihatnya langsung di depan muka.
"Astaga! Amankan wajahmu, jika tak mau kucium."
Sehun spontan menempelkan kedua telapak tangannya ke wajah. Berusaha menutupi seluruh ruang di wajah mulus itu. Sialnya, tingkah polosnya itu justru semakin mengundang gelak tawa Chanyeol.
"Imutnya.." gumam Chanyeol pelan. Kali ini tidak diimbangi nafsu sama sekali. Itu murni atas ketulusannya dalam memuji apa yang tengah ia lihat di depannya.
Sementara Sehun merasa malu sekaligus canggung luar biasa mendengar gumaman Chanyeol. Ia melepas kedua telapak tangannya dari wajahnya lalu menatap ke arah lain.
"Kau ada perlu apa ke sini?" tanya Sehun mencoba berusaha menormalkan suasana.
"Cih, kau dokter, tapi sama sekali tak punya tata krama. Panggil aku hyung. Umurku empat tahun lebih tua darimu."
Sehun menghela nafas, "Baiklah, sunbae. Ada keluhan apa?"
"Jangan sok formal. Tadi kau bahkan memanggilku 'kau'." Chanyeol lagi-lagi mencibir. Padahal memang ia ingin sekali dipanggil hyung oleh Sehun. Mencibir itu hanya modusnya.
"Begitu, ya, Ahjussi?"
"Hei, aku tidak setua itu!"
"Terserahku!"
"Yasudah terserahmu." Chanyeol menyerah.
"Ahjussi ada keluhan apa?" tanya Sehun. Mencoba memperlakukan Chanyeol sebagaimana ia memperlakukan pasiennya yang lain.
"Aku sedang dilanda ketidak pastian oleh calon istriku. Apa dia sudah menceraikan istrinya untukku? Jika belum, sayang sekali. Padahal dia sudah berjanji padaku." sindir Chanyeol.
"Hei!" pekik Sehun. Tentu saja ia peka dengan ungkapan Chanyeol itu.
"Bagaimana? Kapan kau akan menepati janjimu?" kini Chanyeol terang-terangan menuntut.
"...aku akan.." Sehun menjeda. Kemudian berucap semakin lirih, nyaris tak terdengar jika telinga Chanyeol tidak caplang, "Tapi tidak sekarang."
***
"Kapan kau akan menikah?" tanya Park Seung Gi pada putra semata wayangnya saat mereka keluar dari pelataran bandara.
Pertanyaan yang sama ini sudah keluar setidaknya sekitar 59 kali dari mulut ayah Chanyeol itu. Bahkan saat ia sedang dalam masa letih-letihnya karena baru pulang dari penerbangan pun, Seung Gi tetap menanyakannya. Chanyeol muak mendengarnya.
"Istirahatlah dulu, Yah." ia mengalihkan pembicaraan.
Sayang sekali ayah dua anak itu sama sekali tak terpancing dan tak berminat.
"Chan, Ayahkan sudah bilang. Ayah sudah memberimu lampu hijau jika memang calonmu adalah seorang pria. Tapi apa? Sampai sekarang kau bahkan belum mengenalkannya pada ayah."
Chanyeol menyeringai. "Aku berjanji, dalam minggu ini Ayah akan bertemu dengannya."
Seung Gi terkekeh sambil melipat kedua tangannya di belakang kepala. Melirik sekilas pada Chanyeol yang tengah menyetir di sebelahnya.
"Berapa kali kau mengatakannya? Tapi sekalipun belum ada realisasinya."
"Percayalah, yang satu ini berbeda. Dia yang paling spesial. Dan yang spesial tidak akan mungkin terlepas."
"Just prove it, boy."
"Sure. Trust on me."
YOU ARE READING
Lucky Or Not • Chanhun
FanfictionSehun terpaksa menunaikan keinginan laki-laki gila yang bekerja di perusahaan ayahnya lantaran ia sudah berjanji. Awalnya ia merasa janji tersebut adalah kesialan, tapi.. lama kelamaan ia justru merasa janji itu semacam keberuntungan.