"Ayah, aku ingin menceraikan Casey." ucap Sehun yang telak membuat—tak hanya sang ayah, tapi juga kedua ibunya— menganga.
Terkejut sudah pasti. Hubungan putra mereka dengan sang menantu itu selama ini terlihat hangat. Mereka kelihatan sering melempar perhatian. Tak pernah sedikitpun terlihat perdebatan. Hanya saja sekian lama menikah mereka belum juga memiliki keturunan.
"Sehun-ah, jangan bercanda sayang—"
"Tidak, ibu. Aku serius."
Sehun sampai memotong ucapan Jessica. Itu tandanya dia memang sedang tidak main-main. Ketiga orang tua itu pun tampak semakin tergagu.
Yeungho mendekati putranya. Seolah paham gestur sang ayah tengah meminta penjelasan, Sehun lantas berucap, "Kami hanya merasa tidak cocok. Tapi aku tak nyaman menjelaskan penyebabnya di sini. Ini semua kesalahanku. Ayah tidak perlu membahas ini di depannya ataupun menghakiminya. Ayah juga tak perlu memberi sanksi pada pekerjaannya karena sama sekali tak ada hubungannya dengan ini.
Kami sudah sepakat untuk berpisah, Ayah. Ku harap kalian mengerti."
Yeungho dan kedua istrinya bungkam beberapa saat. Mau bertanya lagi pun sudah tak bisa. Sehun sudah membentenginya lebih dulu. Dari dulu, keluarga mereka adalah keluarga yang menjunjung tinggi tata krama juga nilai kesopanan atas privasi seseorang. Sekalipun Sehun adalah yang termuda, mereka tak akan memaksa Sehun bercerita jika anak itu tak mau.
Yeungho menepuk pelan pundak anak satu-satunya itu, "Ayah tahu kau sudah dewasa, Nak. Lakukan apa yang menurutmu baik. Kami merestuimu."
Sehun tersenyum, "Terima kasih."
***
'18 panggilan tak terjawab (Casey)'
Sehun memutuskan menonaktifkan ponselnya. Dari tadi ia tak fokus bekerja gara-gara panggilan tak henti dari Casey. Ia sampai bingung saat menyampaikan sesuatu pada pasien yang datang untuk konsul.
Beberapa pesan Casey juga masuk. Panjang sekali sampai ia malas membacanya. Ada yang sudah ia baca sebagian. Dan itu berisi tentang Casey yang menolak perceraian mereka.
Ya, Sehun memang berbohong pada orang tuanya jika ia dan Casey sepakat untuk bercerai. Nyatanya, perceraian ini adalah keputusan sepihaknya. Tapi ia sudah tak tahan dengan Casey.
Alhasil seperti sekarang ini. Casey terus-menerus menerornya. Mengirim bermacam pesan agar tidak diceraikan. Tapi tak sedikitpun Sehun menjumpai kata maaf di sana. Perempuan itu sama sekali tak merasa bersalah.
Tapi yasudahlah. Lagipula jika dia minta maaf pun, Sehun tak akan membatalkan perceraian ini. Meskipun ia tetap akan memaafkannya.
Terdengar ketukan pintu setelah beberapa saat. Sehun menaikkan kacamatanya, memasang tampang ramah seperti biasanya saat kenop itu dibuka. Sayangnya, bukan pasien yang ia dapati. Melainkan orang menyebalkan yang beberapa hari ini tak pernah absen membuat kekacauan dalam hidupnya.
Sehun menjatuhkan kepalanya ke atas meja. Menatap kosong ke bagian kanannya, sementara Chanyeol berada di samping kiri. Ya, niatnya ingin membuang muka dari Chanyeol.
Tapi bukan Chanyeol namanya jika tidak menyebalkan. Laki-laki tinggi itu beralih ke sisi dimana Sehun mengarahkan wajahnya. Ia kemudian terkekeh kecil dan mengusap rambut Sehun pelan.
Entah dorongan dari mana membuat Sehun membiarkan Chanyeol berbuat demikian. Sehun tak menolak apalagi memberontak. Dia seperti merasa.. nyaman(?) Karena memang itu yang ia butuhkan sekarang.
"Kau tidak lelah begini terus? Bagaimana jika kita berjalan-jalan?" tanya Chanyeol yang kini sudah duduk di kursi pasien.
Sehun mengangkat kepalanya, "Jangan gila. Aku bisa kehilangan pekerjaanku jika keluar di jam segini."
"Bukankah ayahmu punya perusahaan? Kau bisa minta jabatan apapun jika kau dipecat dari sini. Atau, kau tidak perlu khawatir. Sebentar lagi aku akan menjadi suamimu, aku akan menafkahimu."
Sehun memandang Chanyeol remeh, "Menafkahi kau bilang? Kau saja lari dari jam kerja. Jika aku licik mungkin kau sudah kuadukan."
"Oh, jadi calon istriku ingin aku bekerja lebih giat? Baiklah, akan ku lakukan mulai besok."
"Aish! Jangan sebut aku calon istrimu, Park." Sehun mendengus.
"Kan memang begitu."
Mereka kemudian hening sejenak. Sebelum akhirnya mata Chanyeol menatap sebuah botol obat kecil di bawah meja Sehun. Kemudian beralih menatap wajah Sehun.
"Kau belum makan?" tanya Chanyeol.
Sehun kaget sekaligus bingung mendengar pertanyaan tiba-tiba Chanyeol. "... Iya?"
Tanpa pikir panjang Chanyeol langsung meraih tangan kanan Sehun. Menariknya keluar dari ruangan.
"Mau kemana?" tanya Sehun bingung.
"Ikut saja."
***
Terlalu banyak makanan yang dibelikan Chanyeol untuk Sehun di kantin rumah sakit ini. Sehun sampai bingung mau makan yang mana terlebih dahulu.
"Ini semua untukku?" Sehun bertanya dengan polosnya.
"Enak saja! Ya iyalah, untukmu. Habiskan."
"Tapi, aku bisa mual jika menghabiskan semuanya. Kau tidak makan?"
"Kalau begitu, sampai mana kau sanggup saja. Aku sudah makan, aku akan menungguimu."
Sehun diam.
"Kenapa kau diam?" tanya Chanyeol. "Cepat makan."
Sehun masih diam. Melihat Chanyeol tanpa berkedip. Chanyeol yang tak sabar langsung menyendokkan kimchi di depannya dan menyuapkannya ke Sehun.
"Buka mulutmu." pinta Chanyeol. Sehun tersadar dari lamunannya langsung membuka mulut. "Aku tadi melihat obat maag di bawah mejamu. Kau gila, sudah pucat begitu bisa-bisanya tidak makan. Apa istri seksimu itu tak memasakkan sarapan?" omel Chanyeol.
Sudah lupa kapan terakhir ada yang memerhatikannya seperti ini. Mungkin sebelum dia menikah. Dan setelah menikah, dunianya seakan jungkir balik.
Benar memang, selama menikah ia belum pernah dimasakkan sarapan oleh sang istri. Ia selalu berusaha sendiri untuk mengenyangkan perutnya. Tanpa ada pelayanan sedikitpun dari Casey.
Mata Sehun berkaca-kaca. Terharu melihat perhatian Chanyeol. Dia tak tahu apakah dia benar-benar sial setelah berjumpa dengan Chanyeol? Atau justru beruntung (?)
"Eh?" Chanyeol menyadari air mata Sehun yang jatuh ke pipi. Kacamata anak itu ikut berembun. "Kenapa menangis?" tanyanya sembari melepas kacamata Sehun dan menyeka air matanya.
Sehun masih belum sanggup berkata-kata. Sementara Chanyeol memilih melanjutkan suapan kedua pada mulut Sehun.
"Sehun, kalau boleh jujur.." kata Chanyeol serius.
"Hm?"
"Tanganmu tadi halus sekali." ujar Chanyeol cengengesan.
Sehun tak tahu kenapa tiba-tiba dia merasa gugup. Pipinya terasa panas. Kenapa ini? Tidak mungkinkan dia jatuh cinta pada Chanyeol? Laki-laki itu 'kan menyebalkan sekali.
"Aku hanya menyebalkan di awal, Hun. Tapi lama kelamaan kau pasti merasa nyaman."
Eh?
"Kaget, ya? Aku bisa membaca pikiranmu. Low key, aku punya keturunan cenayang." Bisik Chanyeol.
"Sungguh?" Sehun tampak sangat percaya dengan pernyataan Chanyeol.
Chanyeol terkekeh kemudian mengusap puncak kepala Sehun. "Aku bercanda, Sayang. Jangan terlalu serius."
Ah apa ini? Kenapa Sehun semakin gugup? Apa Sehun benar-benar sudah mulai nyaman? Apa dia sudah mulai terbiasa? Seseorang tolong katakan itu tidak benar.
YOU ARE READING
Lucky Or Not • Chanhun
FanfictionSehun terpaksa menunaikan keinginan laki-laki gila yang bekerja di perusahaan ayahnya lantaran ia sudah berjanji. Awalnya ia merasa janji tersebut adalah kesialan, tapi.. lama kelamaan ia justru merasa janji itu semacam keberuntungan.