LARI DARI KENYATAAN

689 59 23
                                    


     Sean menatap tak percaya ke arah Reluca, juga pada hidangan di hadapannya. Pizza yang Reluca janjikan memang benar. Tapi tiga botol wine tidak ada dalam pesanannya. "Lo minum ginian?" tanya Sean, benar benar datar.

    Reluca mengangguk pasti, "Kadang kadang kalo lagi pengen aja." ujarnya sambil tersenyum. "Sean kan cowok, bukannya cowok suka yang kayak ginian kan?"

    Sean mengerutkan alisnya, Reluca benar benar tidak kelihatan seperti anak nakal. Tapi siapa sangka. "Jadi, beberapa minggu ini, nggak masuk karena pemotretan atau bolos?" Sean mengalihkan topik pembicaraan mereka.

    Reluca menggeleng cepat, "Aku nggak bolos kok, emang pemotretannya selesai siang tadi. Asal  Kamu tau aja, meskipun banyak yang nggak suka aku. Tapi aku nggak pernah sekalipun berniat bolos sekolah, kecuali telat." jelasnya pada Sean yang terlihat tak peduli, dan memilih memakan pizza di hadapan nya.

    Reluca mengambil sebotol wine, lalu membukanya, dan menuangkan ke dua gelas di hadapannya. Ia meletakkan satu gelas ke hadapan Sean, dan satu untuk dirinya. "Wine ini di kasih sama temen model aku. Katanya rasanya bener bener enak. Cobain deh."

    "Gue nggak minum," ujar Sean, membuat Reluca sedikit kecewa. "Aku ngajak Sean minum karena pengen ada temennya, padahal besok kan nggak sekolah." Reluca lalu meminum winenya dengan perlahan tapi pasti, hingga Segelas Wine kandas begitu saja, dan masuk ke dalam perutnya.

   Reluca lalu terus mengisi gelasnya jika winenya habis, dan meminumnya saat terisi. Begitu terus. Hingga wajahnya sedikit memerah, mungkin karena sedikit mabuk.

   Sean hanya memperhatikan, ia tak ingin bertanya apakah gadis itu memiliki masalah sehingga meminum wine dengan begitu rakus.

    Sebotol sudah Reluca menghabiskan Wine itu sendirian. Tangannya lalu mengambil botol wine kedua, tapi dengan cepat Sean menariknya. Juga botol satunya.

    Reluca menggeleng lemah, "Sean, aku bener bener butuh itu." Reluca berjalan sempoyongan menghampiri Sean, berusaha menggapai botol yang ada di tangan Sean. Tapi dengan keadaan mabuk seperti itu, terasa sangat susah untuk Reluca.

   Bruk.

   Reluca tanpa sengaja menjatuhkan badannnya di atas tubuh Sean. Sean melotot ke arah Reluca yang malah mendekatkan wajahnya ke arah Sean, bukannya menyingkir. Tapi Sean tak dapat berbuat banyak, kedua tangan nya memegang 2 botol wine yang jika dilepas begitu saja akan jatuh dan pecah. "Jangan deket deket, bangun dari atas gue, cepet!" ujar Sean dengan nada bossy.

    Reluca tak mendengarkan ocehan Sean, sebaliknya ia malah meletakkan jari telunjuknya di atas bibir Sean. "Sstt, berhenti ngomel Sean, untuk hari ini aja." Reluca menatap mata Sean, lalu tersenyum. Menyusuri setiap centi wajah Sean yang berjengit. Tapi ucapan Reluca bagai mantra sihir yang membuat Sean tak dapat berkata kata lagi.

    Reluca menangkup kan wajah Sean dengan tangannya. "Wajah Sean, hangat." Ujar Reluca, "Aku selalu penasaran, bagaimana rasanya menyukai laki laki. Padahal ini kan cuma masalah jenis kelamin." Reluca menghembuskan nafasnya,

    Matanya yang sayu, menatap Sean dengan penuh kesedihan, tatapan itu lalu turun ke bibir Sean. Reluca tersenyum. Membuat Sean tertegun. Sean hanya dapat menelan salivanya, kala Reluca terus mendekat ke arahnya. "Jangan macem -ma_"

Cup.

   Reluca mencium bibir Sean, melumatnya lemah. Tapi Sean tak melakukan apapun, tak ada perawanan, ia hanya diam. Ia hanya melakukan seperti yang biasa ia lakukan pada Lisa. Hanya diam bagai patung, saat wanita itu mulai melakukan segala hal pada tubuhnya. Tanpa ekspresi, tanpa reaksi.

    "Bibir Sean, rasa pizza ekstra keju." ujar Reluca sambil terkekeh. Setelah mengatakan itu, Reluca langsung menjatuhkan tubuhnya kembali. Nafas teratur Reluca, meyakinkan Sean bahwa gadis itu tertidur di atasnya.

    "Cewek sialan!"

✅✅✅

    Sean terlihat sibuk di dapur, berkutat dengan bahan yang ada. Sepertinya bahan sisa saat mereka belanja masih ada, kelihatan sekali Reluca tak pernah menyentuh nya untuk kemudian di olah jadi apapun itu.

    Sean melirik ke arah pintu kamar Reluca yang masih tertutup, gadis itu belum juga bangun. Padahal hari sudah sangat siang. Setelah mencium Sean dan mengatainya. Reluca langsung tertidur begitu saja di atas tubuh Sean. Membuat Sean mau tidak mau harus menggendongnya kedalam kamarnya. Entah berapa banyak kalimat umpatan yang di tunjukkan untuk Reluca saat dengan sangat terpaksa harus menggendong gadis itu.

     Sean menghela nafasnya, dia sedikit sedih juga karena tak merasakan apapun saat dicium Reluca. Dia selalu berfikir mungkin laki laki normal lainnya secara alamiah akan membalasnya. Tapi ia tak bisa melakukan itu. Sean menghela nafasnya.

    "Aaaaa!!!" teriak Reluca dari dalam kamar tiba tiba, membuat Sean mengangkat pandangannya. Kembali ke arah pintu kamar Reluca yang juga belum terbuka. Ia penasaran apa yang membuat gadis itu berteriak saat bangun tidur.

Brak!

   Pintu kamar Reluca terbuka lebar, dan langsung menampakkan Reluca yang berlari ke arah Sean. "Sean! Kita masih sahabatan kan?!" tanya nya tiba tiba. Sean mengerutkan keningnya, tak mengerti maksud dari ucapan Reluca.

   "Gue nggak pernah berfikir lo sahabat gue." jawab Sean acuh tak acuh, lalu kembali melanjutkan sesi memasak nya yang sempat tertunda.

    "Sean, aku serius. Aku bener bener nggak bermaksud begitu, aku nggak sadar! Sumpah!" Reluca menunjukkan jari telunjuk dan jari tengahnya, membentuk huruf v. Sean menatap malas ke arah Reluca, "Kayaknya lo masih mabok deh, gue nggak ngerti lo ngomong apa." ujar Sean.

     Reluca menggigit bibir bawahnya, ia malu jika harus mengatakan soal ciuman itu pada Sean. "Ciuman semalem!" Reluca berteriak sambil menutup matanya, tak berani menatap ke arah Sean.

    Sean yang tak berbicara apapun membuat Reluca membuka matanya perlahan. Sean terlihat biasa saja, laki laki itu malah sibuk menuangkan sup ke mangkok. "Makanan lo." Sean menyodorkan mangkuk berisi Sup buatannya. Melihat Sean yang bersikap demikian membuat Reluca jadi bersemu merah. Ternyata hanya ia yang berlebihan.

     "Gue itung sampe tiga, kalo lo nggak mau makan dan duduk. Gue akan langsung cuci piring lo." Sean lalu mulai menghitung membuat Reluca buru buru, mengambil kursi di seberang meja Sean dan siap untuk makan.

      Reluca menyendokkan sup kedalam mulutnya, seperti yang Reluca sudah tebak. Sean jago masak, rasanya enak sekali. Tapi suasana yang seharusnya hangat jadi terasa canggung karena Reluca yang bersikap berlebihan.

     "Itu bukan ciuman," Ujar Sean tiba tiba, membuat Reluca mengangkat wajahnya dari sup ke arah Sean. "Bagi gue itu bukan ciuman, karena gue nggak merasakan apapun. Jadi lo nggak usah merasa bersalah. Anggap aja lo cuma nempelin bibir lo ke tembok." lanjut Sean lagi. Setelah berkata seperti itu Sean kembali menyantap Sup buatannya.

    Reluca terdiam, ucapan Sean ada benarnya. Mereka berdua memang tak merasakan apapun, tapi jika ia harus menganggap Sean hanyalah tembok_ "Tapi Sean bukan tembok." ujar Reluca. Kali ini Sean yang mengangkat wajahnya untuk menatap Reluca. "Kita emang nggak merasakan apapun, tapi kalau harus menganggap Sean tembok. Bukanya itu namanya lari dari kenyataan?"

   Ucapan Reluca membuat Sean mendengus kasar. Lari dari kenyataan? Kalimat itu terus terngiang di otaknya. Seperti sindiran halus yang menohok untuk Sean. "Ya, kita lari dari kenyataan." ujar Sean sambil menatap Reluca yang juga menatapnya. "Gue selalu lari dari kenyataan, kalo lari sekali lagi juga nggak apa apa." sambung Sean, setelah mengatakan itu ia lalu kembali menyantap sup dihadapannya.

    Di mata Reluca, saat Sean mengatakan itu entah kenapa Sean terdengar berbohong. Meski tak merasakan apapun, bagaiman laki laki itu bisa mengabaikan bahwa ibu tirinya melakukan itu padanya. Tapi ia tak ingin mengatakan apapun, ia tak ingin terlalu mencampuri kehidupan Sean. Meskipun ia sangat ingin tahu lebih banyak tentang Sean, tapi Reluca akan menunggu sampai Sean yang bercerita lebih dulu kepadanya.




*
*







   

   

    
    

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 04, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SERING Luka✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang