10 Tahun

21 2 0
                                    

  Embun memainkan kakinya, menendang udara kosong dari rooftop apartemen. Ia menghela nafas panjang sembari menunggu matahari terbit. Sunrise. Melakukan hal yang sama seperti yang biasa Langit lakukan. Bedanya, dulu mereka menaiki atap Rumah Asuh yang tak seberapa tinggi dan berderit. Atau nekad mengendap-endap naik ke atap bangunan setengah jadi yang tak jauh dari Rumah Asuh. Menyenangkan sekali walau akhirnya harus mendengarkan omelan Kak Venus. Dan sekarang, ia harus menunggu sunrise tanpa mereka.

Tanpa 'dia'.

  10 tahun serasa cepat terlalui. Padahal jikalau Embun menerawang masa lalu, rasanya baru kemarin ia bermain bersama anak-anak lainnya. Dengan tampang kucel, ingusan, peduli angin dengan komentar orang, mereka tetap bermain. Rasanya juga baru kemarin ia dan 8 anak Rumah Asuh tertawa haru mengitari Kak Bumi dan Kak Venus yang saling bergandengan dengan cincin di jari manis mereka. Dan rasanya pula baru kemarin Langit memberinya kado ulang tahun, sebelum lima belas menit kemudian kemeriahan itu jadi ricuh dan resah. 

Rasanya baru kemarin ia menengok 'kakak'nya di balik kaca tebal rumah sakit.

10 tahun yang sangat cepat, secepat garis putih di ufuk timur mulai nampak.

  Embun menghela nafas lebih panjang. Perasaannya seperti antusias sekali menyambut mentari pagi. Padahal ini sudah yang ke ribu kalinya ia menyapa mentari. Dan kali ini terasa berbeda. Entah kenapa pula matanya yang jernih berkaca-kaca dengan degup jantung yang kencang. 

Sebenarnya Embun tahu perasaan ini. 

Lantas sinar emas mulai mulai menyentuh bumi, ujung-ujung bangunan, pucuk pohon. Perlahan memudarkan cahaya bintang. Langit subuh lebih terang kebiruan. Dan disaat yang sama, sebening air jatuh meluncur dari pelupuk matanya.

Embun tahu perasaan ini. Tapi ia enggan jujur pada dirinya sendiri.

  "Sunrise nya bagus, ya" Seseorang menyapa dari balik punggungnya, tak sengaja membuatnya terkejut. Langkah orang itu mendekat. Embun buru-buru mengusap pipinya yang basah. Lalu orang itu duduk disebelahnya. Bertopang pada lengan, menikmati udara pagi yang melintas. Untuk sejenak mereka sama terdiam menikmati semilir angin pagi. Embun menatap orang itu dari ekor matanya. Tanpa sengaja bibirnya melengkung manis.

  "Kenapa senyum-senyum sendiri? Terpesona sama aku yaa" Orang itu menyadarinya. Embun buru-buru memalingkan wajahnya menatap ke depan. Tapi lagi-lagi ia tersenyum lebih lebar,

  "Nggak, ih... Cuma heran aja. CEO perusahaan terbesar Indonesia ikut nongkrong disini. Pakai baju kasual lagi. Auranya tu beda banget"

Orang itu mengernyit. Melihat dirinya sendiri. Kaos hitam, training panjang dan sepatu kets. "Sangat bermasalah, kah, CEO berpakaian seperti ini, duduk bersama pemilik apartemen paling berkelas?" Ia sengaja memakai bahasa formal. Mengangkat sebelah alisnya.

  "Ya nggak, sih... Cuma keliatan agak beda" Embun menoleh sembari tersenyum.

  "Beda? Soalnya aku pakai jas terus, gitu?"

Embun menggeleng, tertawa kecil, "nggak"

  "Terus?"

  "Kamu keliatan beda. Dari segi penampilan, fisik, psikis, semuanya, kecuali satu... Pandanganmu pada impian. Nggak peduli saraf hidupmu putus, tanganmu berusaha sekuat mungkin menggapai. Dan pesona. Kamu terlihat lebih memesona dengan wajah dari dirimu sendiri..." 

Orang itu diam sejenak. Lantas ia mendongak menatap langit, tersenyum, "Iya... Gara-gara kamu, aku jadi sedikit berbeda"


-

-

-

-

-

-


 "Mohon dukungan dari temen-temen semua😣😣 

Silahkan kritik 'n beri saran sebanyak-banyaknya 🙇

Bakal diusahakan up 2 hari sekali😅 step by step yang penting Istiqomah😃

Terimakasih"


SEMESTAWhere stories live. Discover now