Suasana gelap memenuhi ruangan di setiap sudut. Memberikan kengerian bagi siapa saja yang ada di dalamnya. Sepi, sunyi, sempit bak ruangan persegi yang kecil. Tak ada penerangan apapun, dan tak ada suara yang menemani. Hening.
Embusan napas dari seorang gadis yang tersesat itu, perlahan menjadi geraman yang tak pernah dikeluarkannya. Berontakan yang tidak pernah bisa ia lontarkan, dan sakit yang hanya bisa ia pendam.
Dengan sisa tenaga, dia mulai menggerakkan tangan dan kakinya untuk keluar dari ruangan tersebut.
Manik hitam itu terus terpaku dalam satu titik. Air matanya tak dapat ia hentikan sedari tadi. Napasnya semakin menderu mengingat bagaimana ia diperlakukan di masa lalu. Kegelisahan serta kecemasan pada dirinya sudah mencapai batas. Tubuhnya bergetar hebat, ia tak tahan lagi. Sungguh, rasanya sangat menyesakkan.
Blam!
Saat dia berhasil keluar dari ruangan tersebut, nahasnya suasana gelap masih menyelimutinya. Seperti jalan setapak yang dia temukan, mencari sebuah titik terang di seberang sana.
Langkahnya masih tertatih. Menuju sinar yang perlahan datang dengan harap kebahagiaan. Ia berjalan dengan langkah pasti bersama debu-debu masa lalu yang kian bertebaran.
Sinar... yang berhasil membuat jiwa kosong itu kembali hidup. Bukan hanya dengan harap dan kepalsuan. Tetapi, sinar itu kekal dan abadi.
Sinar-Nya.
Aksanya terbuka lebar dengan napas yang memburu begitu hebat. Menatap sekeliling ruangan ditemani mimpi-mimpi yang masih terngiang dalam pikirannya. Akara masa lalu datang menghampiri perlahan tetapi pasti seolah akan menghancurkannya, lagi.
Dia kemudian bangkit dari tidur dan mimpi buruknya, menuju ke balkon yang ada disebelah timur jendela kamarnya. Dengan duduk beralaskan tikar kecil yang memang disediakan di sana, dia menatap nabastala dengan hati yang masygul. Jauh diseberang sana, terdapat bukit kecil tempat bermain anak-anak usia dini. Tempat yang pernah menjadi kisah klasik seorang masa lalunya. Sayangnya, waktu masih dini hari, belum ada anak yang bermain di sana.
Air mata mulai membasahi pipinya, kepalanya ia tundukkan bersembunyi di balik kedua lututnya. Bahunya naik turun, menahan sesak di dada. Tak ada teman yang bisa ia jadikan tempat curhat. Tak ada perhatian keluarga yang ia dapatkan. Sampai suatu hari ada seseorang yang mampu membuat dia bahagia, mampu membangun lagi mimpi-mimpi yang telah ia rajut, mampu menghiburnya kala sedih. Dulu. Sebelum semuanya pupus juga sebab dia.
Bibirnya terkunci rapat, tak bisa mengungkapkan apa-apa yang dirasakannya. Dengan kepingan masa lalu, dia berharap tak ada lagi kata "menyerah". Ya, dia harus bangkit. Tak peduli semua orang membencinya, menyepelekannya, bahkan mencacinya dengan kata-kata tak pantas untuk didengar.
Tes
Gemericik hujan turun perlahan, membasahi kerudung gadis yang masih menunduk tersebut. Seolah tahu apa yang sedang dirasakannya. Dia berdiri, membersihkan sedikit roknya yang basah.
Dengan langkah gontai, ia masuk kamar. Perlahan ia membuka buku diary merah muda bertabur debu dan sedikit usang, halaman pertama menyuguhkan fotonya 15 tahun silam dengan balutan rok balon dengan bandana pita senada, halaman selanjutnya terukir tulisan indah bertuliskan La Tahzan Innallaha Ma’ana, kalimat surah At-taubah ini menjadi penguat, penghibur dan penenang Hifza kala sakit hati melanda. Bagaimana tidak? Maknanya yang indah, seolah memeluknya dalam kesunyian dan kesendirian.
Assalamu'alaikum readers! Kita ada cerita baru nih, ini adalah cerita kolaborasi pertama kita.
Author :Plagiat dilarang mendekat!
So, happy reading:)
KAMU SEDANG MEMBACA
Gata dan Harsa
Teen FictionKesendirian ini membuatku terbungkam kala nestapa dihampiri oleh masa-masa kelam. Di manakah orang-orang yang selama ini kusayangi berada? Di manakah Engkau Ya Rahman? Di manakah Engkau Ya Rohim? Di manakah Engkau Ya Malikal Mulk yang memiliki kekua...