Bab 2

1.6K 14 2
                                    

Ikatan suami istri itu hanya status yang sebentar lagi akan berganti jadi mantan suami istri.

"Morning, Arandra

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Morning, Arandra..." sapaan hangat Damian terdengar saat Arandra melangkahkan kakinya menuju dapur.

"Aku sudah buatkan kamu kopi." sambungnya seraya menunjuk secangkir kopi di atas meja. Mendengar wanita itu menangis semalaman benar-benar membuat hatinya ikut terluka. Bagaimanapun sedikit banyak ia mengerti apa yang dirasakan Aranda. Meskipun begitu, langkah diam dan hanya memberikan pelukan nyaman adalah hal yang lebih bijak daripada harus menuntut jawaban atas alasan mengapa Arandra menangis.

Sejujurnya Arandra sedikit terkejut. Karena sesungguhnya ia menginginkan pria itu sudah pergi dari apartemennya. Karena melihat Damian pagi ini membuat apa yang terjadi semalam betul-betul menjadi sebuah kenyataan. Mungkin terdengar pengecut. Namun memang tidak ada yang dapat diharapkan bukan dari kejadian semalam.

"Terima kasih, Damian." singkat Arandra. Wanita itu terlihat segar dengan setelan kerjanya. Nampaknya Arandra bergegas pergi.

"Maaf aku tidak bermaksud tak sopan. Aku juga butuh kopi". Ucapan itu mungkin terasa seperti obrolan ringan. Tapi nyatanya wajah pria itu terlihat sangat serius. Menatap Arandra yang sibuk mondar-mandir di hadapannya.

Berjuta kata mungkin tidak akan ada artinya saat ini. Karena memang tidak ada yang perlu dibicarakan jika mengingat tentang kejadian semalam. Dimana keduanya diliputi perasaan amarah dan kekecewaan mendalam dengan caranya masing-masing hingga menjadi letupan gairah yang ingin dipuaskan. Namun entah mengapa bayangan Arandra yang melayang di bawah kungkungannya malam tadi membuat perasaan Damian mengganjal. Seperti ada sesuatu yang harus ditegaskan.

"Lupakan kejadian semalam," pinta Arandra saat duduk di hadapan Damian.

Bukan... Bukan ini maksud Damian. Pria itu terkejut bukan main saat ucapan lembut itu terdengar dari bibir Arandra. Wajah wanita itu menunduk seraya menatap cangkir kopi yang dibuat Damian. Wanita itu seolah tak sanggup menatapnya.

Perasaan amarah itu tak sanggup ditutupi Damian. Raut wajahnya mengeras dan ingin memuntahkan amarahnya jika saja ia tidak mengingat jika status dirinya masih resmi sebagai suami Luna.

"Bagiku, mungkin sekarang bukan waktu yang tepat untuk membicarakan tentang itu." Ucap pelan pria itu seraya memejamkan mata. Emosinya perlahan surut bersama tarikan napas panjangnya.

"Tapi Damian, kumohon... Aku tidak ingin ada sesuatu yang mengganjal di masa depan." cicit Arandra. Suaranya bergetar, menjadi kesakitan tersendiri saat suara itu terdengar.

Sekelebat bayangan jika nantinya masalah ini akan menjadi batu sandungan saat sidang perceraiannya dengan Elvan tidak bisa ia tepiskan. Belum lagi, jika sampai sahabatnya Luna mengetahui semua ini. Ia tidak bisa membayangkan kehebohan yang terjadi saat itu. Satu hal yang pasti. Kini ia telah mengkhianati sahabatnya. Seseorang yang memintanya menjadi perantara agar hubungan dengan suaminya membaik.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 18, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Maaf, Ku Pinjam Suamimu SemalamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang