[01] Kamar Tempatnya Berdiam

1.4K 207 4
                                    

Chan sewaktu sekolah adalah siswa teladan dengan kepercayaan guru-guru bersandar di bahunya.

Chan sewaktu sekolah adalah seorang yang selalu dikelilingi banyak teman sekalipun Ia tak pernah menggunakan ponselnya di luar jam sekolah.

Chan sewaktu sekolah adalah orang yang ringkih, bodoh dan naif. Setidaknya itu yang Chan dengarkan dari Minho setiap hari.

"Oh, si bodoh sudah pulang~" Kicau Minho ketika pintu kamar terbuka. Kedua tangannya direntangkan ketika melihat Chan yang hampir saja jatuh.

"Dapat!" Serunya saat berhasil memeluk Chan serta menjaga ransel milik lelaki itu agar tidak jatuh ke lantai.

Seperti biasa, Chan yang ringkih ini selalu kehilangan dirinya setiap memasuki ruangan. Chan sendiri tidak tahu sejak kapan, tapi kamar ini sudah menjadi teritorial Minho.

Sekali masuk maka Chan akan dikendalikannya. Chan tidak suka, tapi kebiasaannya untuk kembali pada kamar ini sudah menjadi rutinitas tersendiri.

Terkadang terbesit di pikiran Chan mengenai alasan Minho yang selalu berdiam dalam kamarnya. Memang, mereka tumbuh bersama di kamar ini, tapi Minho selalu mengeluh juga tak mau pergi di saat bersamaan.

"Chan, jangan tidur seperti biasa. Bukannya kau harus memainkan itu untukku?"

Minho menunjuk gitar yang diletakkan di pojok ruangan. Chan yang baru saja dibangunkan dari istirahat kilatnya sedikit jengkel. Minho ini, sedikit-sedikit manja dan menyebalkan.

Akhirnya Chan melepas pelukan Minho. Ia tidak berjalan untuk mengambil gitar melainkan menyerahkan diri ke atas kasur. Tanpa mengganti seragam Ia menggulung diri beserta dengan selimut.

Pemandangan itu membuat Minho mendecak lidah.

"Panas..."

Keluhan itu terdengar dari dalam kamar. Kamar yang hanya memiliki satu jendela sebagai media sirkulasi udara. Sayangnya Chan tak pernah membukanya (sekalipun panas), membuat Minho yang berdiam di kamar ini sering merasa sesak.

"Kalau begitu kau harus membuka jendelanya! Kau tahu sendiri kan aku terkurung di sini setiap saat dan merasakan panas karena tak ada pergantian udara. Kenapa kau tidak membolehkanku membuka jendela?!"

Alih-alih memberikan saran singkat seperti, "Lepas saja selimutmu!" Minho malah merengek dan melompat-lompat di atas kasur sebagai bukti kekesalannya. Siklus seperti ini hampir terjadi setiap hari, Chan sendiri sudah merasa bosan dibuatnya.

Di samping suara cempreng Minho, dering ponsel Chan pun turut andil dalam memekakkan telinga. Chan semakin membungkus dirinya dengan selimut, tak tahu jika Minho sudah mengobrak abrik isi tasnya.

"Ponsel untuk membuka jendela dan figura untuk gitar,"

Minho meletakan ponsel, jendela, dan figura bergambar bunga berjejer di atas kasur. Tiga barang kesayangan yang Chan rawat sejak kecil. Tak lupa satu tangannya memegangi botol minum Chan yang terisi setengah, mengancam akan memecahkan jendela jika Chan tidak mengikuti permainannya.

Chan melepas selimutnya hanya untuk meneladeni ancaman serius Minho. Mereka berdua saling melempar tatap tajam, tapi Minho lebih dulu memutusnya.

"Aku memaksa, tapi kau juga punya pilihan disini." tekan Minho. Senyum yang terpasang mengungkap betapa puas dirinya saat melihat Chan mengulurkan tangan dengan ragu.

Dering ponsel masih melatarbelakangi adegan itu. Pesan-pesan masuk tanpa henti, terkadang panggilan suara datang secara tiba-tiba. Tangan Chan mendarat pada benda itu. Mode silent dipasang lalu Minho ganti menyingkirkan benda itu ke tempat yang tidak bisa Chan lihat.

Me, My Room and That Boy ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang