Museum Puisi

16 2 0
                                    

Malam yang gelap, hujan menetes kencang. Bunyi guruh, menutup tenangnya malam. Suasana terasa kelam, namun terasa bagaikan surga bagi Joel si pecinta hujan. Dia terduduk diam di kursi, sedang menulis sebuah puisi.

Melodi di pikiranku

Detik kian detik hari demi hari

bintang-bintang masih riang menari

menutupi bulan yang tengah berseri

seperti aku yang dikurung emosi

Melodi ini menetap di otakku

menyanyikan musik di setiap hidupku

aku seperti menelan sebuah radio

yang bunyinya tiada pernah henti

Ombak ini mencoba untuk berhenti

Namun angin tak mau berdiam diri

Ingin rasanya melodi terhenti

Namun tampaknya, melodi telah bersemayam diri

Setelah menulis secarik puisi itu, Joel mematikan lampu meja, membaringkan kepalanya ke meja dan tertidur. Dia tertidur, ditemani oleh gelapnya ruangan itu dan derasnya hujan malam. Dia tertidur di atas meja, tak peduli betapa nyamannya kasur, bagi Joel tidur di meja setelah menulis puisi adalah posisi tidur terbaik.

Air menetes jatuh dari daun pepohonan, tanda hujan malam telah usai, matahari mulai bersinar malu tanda pagi segera datang. Joel bersiap-siap menuju sekolahnya. Tak lupa ia memasukkan buku puisinya ke dalam tas, agar ia dapat langsung menulis begitu mendapatkan inspirasi.

Jam menunjukkan pukul setengah tujuh, Joel berangkat ke sekolah menaiki

bus umum. Di dalam bus, ia membaca sebuah buku. Ya, selain suka menulis puisi, di waktu luangnya Joel juga suka membaca buku, benar-benar berbeda dengan anak lain. Joel menyukai seni, walau dia tak begitu fasih dengan berbagai jenis seni. Yang ia tahu, seni memiliki keindahaan masing-masing yang menjadi ciri khas, serta memiliki banyak arti di dalamnya.

15 menit kemudian, Joel sampai ke sekolah. Dia berjalan ke kelasnya, duduk, lalu lanjut membaca buku yang sebelumnya ia baca di bus. Ia meletakkan tasnya di meja. Tiba-tiba, seorang pria masuk ke dalam kelas.

"Seelaaamaat paagiii Jooo!", sapa pria itu.

"Iya, pagi Rizky", balas Joel dengan nada santai.

"Dih, lemas banget kayak cicak lagi hamil"

"Huh... selalu saja candaan garing ya"

"Ah, ga asyik kamu Jo! Ntar siang temenin aku ya!"

"Mau kemana?"

"Biasaaa beli game!"

"Ah... kamu main gim terus, mending kamu ikut aku"

"Ha? Mau kemana?"

"Museum puisi, aku mau cari inspirasi"

"Gak! Gak! Itu bosenin tau!"

"Ya sudah, aku pergi sendiri saja"

Bel berbunyi, tanda pelajaran dimulai. Semua murid duduk di bangku masing-masing dan mengikuti pelajaran dengan baik. Bel pulang pun berbunyi kembali, Joel menyusun bukunya dan menarik puisi terakhirnya keluar dari buku. Saat menunggu bus umum untuk berangkat ke Museum Puisi, tiba-tiba Rizky datang menghampirinya.

"Yaudah aku ikut aja deh!", kata Rizky.

"Aku yakin kamu akan tertarik", kata Joel sambil senyum.

Joel dan Rumah Seni [Discontinued]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang