BAGIAN 2

296 16 0
                                    

Sampai malam menyelimuti seluruh wilayah Kadipaten Balakarang ini, Rangga belum juga bisa bertemu Pandan Wangi. Dan ini membuat kegelisahan hatinya semakin bertambah. Namun Pendekar Rajawali Sakti tidak ingin menduga buruk terlebih dahulu. Dia yakin kalau kekasihnya bisa mengatasi segala masalah yang dihadapinya.
Pandan Wangi yang sekarang, bukan lagi Pandan Wangi yang dulu ketika pertama kali mereka bertemu. Kini kepandaian yang dikuasai gadis itu semakin bertambah sempurna saja. Bahkan Pandan Wangi sudah benar-benar bisa menguasai Pedang Naga Geni yang dulu sama sekali tidak pernah bisa digunakan.
"Ke mana dia...? Apakah langsung menemui Adipati Krasana...?" Rangga jadi bertanya-tanya sendiri dalam hati.
Pendekar Rajawali Sakti kelihatan gelisah sekali di dalam kamar yang disewanya. Sejak masuk ke dalam kamar itu matanya tidak pernah lepas mengawasi jalan dari jendela yang dibuka lebar-lebar. Tapi sampai gelap datang menyelimuti sekitarnya, tidak juga Pandan Wangi terlihat melintasi jalan ini. Bahkan pintu gerbang istana kadipaten tetap tertutup rapat, dan terjaga empat orang prajurit. Tidak ada seorang pun yang keluar atau masuk istana kadipaten itu.
"Sebaiknya aku lihat saja sendiri. Apa memang Pandan Wangi sudah sampai lebih dulu, dan langsung menemui Adipati Krasana...?" gumam Rangga lagi, bicara sendiri dalam hati.
Sebentar Pendekar Rajawali Sakti mengamati keadaan sekitarnya yang sudah sunyi, tanpa seorang pun terlihat lagi berada di luar. Bahkan penginapan ini juga sudah begitu sunyi.
"Hup!" Dengan gerakan yang begitu ringan, Rangga melompat keluar dari dalam kamar penginapannya. Dan dia terus melesat, berlari cepat mempergunakan ilmu meringankan tubuh yang sudah sempurna. Begitu cepat larinya, sehingga hanya dalam waktu sekejapan mata saja, Pendekar Rajawali Sakti sudah tiba di sisi pagar tembok yang membentengi istana kadipaten sebelah timur.
Suasana yang sunyi dan gelap, membuat gerakan Rangga lebih leluasa. Tapi tubuhnya tetap dirapatkan pada dinding pagar tembok yang cukup tanggi dan tebal ini. Sesaat diamatinya keadaan sekitarnya. Kemudian...
"Hup!" Seperti segumpal kapas tertiup angin, Rangga melesat begitu ringan ke atas. Dan tanpa menimbulkan suara sedikit pun juga, kakinya menjejak bibir tembok yang membentengi bangunan istana kadipaten ini. Rangga cepat merebahkan diri, hingga merapat pada bagian atas bibir pagar tembok batu ini, ketika terlihat dua orang prajurit penjaga lewat di bagian bawahnya.
Tidak lama Rangga menunggu, kedua prajurit itu sudah jauh dan hilang di bagian depan. Namun, Rangga masih tetap mengamati keadaan bagian dalam istana sejenak. Kemudian, dia melompat turun dengan gerakan cepat dan ringan sekali. Sehingga tidak terdengar suara sedikit pun juga yang ditimbulkan, saat kedua kakinya menjejak tanah.
"Hup!" Tanpa membuang-buang waktu lagi. Rangga cepat melesat ke atas, dan langsung hinggap di atas atap bangunan istana kadipaten yang sangat megah ini. Dengan mengerahkan ilmu meringankan tubuh yang sudah mencapai tingkat kesempurnaan, Rangga bergerak cepat dan sangat ringan. Sehingga, dia seperti seekor kucing yang berjalan di atas atap tanpa suara sedikit pun yang ditimbulkannya.
Sebentar saja Pendekar Rajawali Sakti sudah berada tepat di bagian atas dari kamar peristirahatan Adipati Krasana. Segera tubuhnya dirapatkan di atas bangunan istana ini. Dan langsung dikerahkan aji 'Pembeda Gerak dan Suara', sebuah ilmu kesaktian yang bisa mempertajam pendengaran. Bahkan bisa memilih-milih suara yang diinginkannya. Begitu tajamnya hingga suara semut pun akan terdengar begitu jelas.
"Hm..." Rangga menggumam dalam hati, begitu mendengar suara percakapan dari dalam kamar peristirahatan Adipati Krasana. Begitu jelas suara percakapan yang terjadi di dalam kamar itu. Dan dari suaranya, Rangga tahu kalau mereka yang sedang berbicara itu adalah Adipati Krasana sendiri, bersama Ki Balungkat. Rangga tahu, Ki Balungkat bukan hanya penasihat kadipaten, tapi juga orang kepercayaan Adipati Krasana sendiri.
"Tidak kau temukan peta itu di sana, Ki?" terdengar suara Adipati Krasana bertanya.
"Tidak..."
Rangga yang mendengar semua pembicaraan itu jadi berkerut keningnya. Dan pemuda itu semakin ingin tahu, hingga terus mendengarkan semua pembicaraan dengan mengerahkan aji 'Pembeda Gerak dan Suara'.
"Aku temukan jejak dua ekor kuda di sana, Gusti Adipati," kata Ki Balungkat memberi tahu.
"Hm...," Adipati Krasana hanya menggumam saja.
"Setelah kutelusuri jejak itu, ternyata menuju ke sini," sambung Ki Balungkat.
"Ke sini...?"
"Benar, Gusti "
"Lalu...?"
"Tapi anehnya, mereka berpisah setelah sampai di luar hutan. Yang satu tetap menuju kadipaten ini, sedangkan yang satunya lagi terus menuju utara," jelas Ki Balungkat.
"Kalau begitu, kau hadang dia di perbatasan, Ki."
"Tidak mungkin, Gusti."
"Kenapa tidak mungkin...?"
"Dia pasti sudah masuk ke dalam kota ini,"
"Jadi...?"
"Tidak mungkin bisa mencegatnya lagi di perbatasan,"
"Kalau begitu, cari siapa saja yang baru masuk sepanjang siang sampai malam ini."
"Semua sudah kujalankan, Gusti. Bahkan puluhan prajurit telah dikerahkan. Hanya ada tiga orang yang baru datang."
"Siapa saja?"
"Anaknya Ki Somal, Nyai Wasibi, dan seorang lagi pemuda asing yang menginap di rumah penginapan Nyai Jumirah," jelas Ki Balungkat.
"Yang dua orang jelas tidak masuk dalam hitungan, Ki Balungkat. Maka sebaiknya awasi saja orang asing yang baru datang itu," kata Adipati Krasana memberi perintah.
"Aku sudah tempatkan sepuluh orang untuk mengawasi rumah penginapan itu, Ki. Dan dalam semalam, ada tiga kali pergantian," jelas Ki Balungkat.
"Bagus...! Rupanya semua permintaanku sudah kau lakukan tanpa menunggu lagi perintah dariku, Ki Balungkat. Aku senang. Kau semakin tahu saja segala isi hati dan pikiranku,"
"Aku hanya menjalankan tugas dan mempelajari semua kebiasaan Gusti Adipati. Baik dalam pikiran, maupun dalam tindakan," kata Ki Balungkat bernada bangga.
"Kalau begitu, semua persoalan ini kuserahkan padamu, Ki. Dan kuminta secepatnya peta rahasia itu didapatkan. Kalau sudah dapat, langsung bawa peta ke Pulau Kematian," perintah Andika Krasana lagi.
"Aku laksanakan semua perintah, Gusti Adipati,"
"Pergilah. Aku ingin istirahat dulu."
Tidak ada lagi pembicaraan yang didengar Rangga dari atas atap ini. Yang ada hanya suara langkah kaki yang terayun begitu ringan meninggalkan kamar peristirahatan adipati itu. Sementara, Rangga masih tetap rebah di atas atap ini. Dan Pendekar Rajawali Sakti baru bangkit, setelah tidak terdengar lagi suara apa-apa.
"Hm... Pandan Wangi tidak pergi ke sini. Kemana dulu dia..?" gumam Rangga dalam hati.
Setelah menunggu beberapa saat, Rangga bergegas meninggalkan atas bangunan istana kadipaten ini. Tubuhnya bergerak begitu cepat dan ringan, hingga tidak ada seorang prajurit penjaga pun yang bisa mengetahuinya. Bahkan sampai Pendekar Rajawali Sakti kembali berada di luar benteng bangunan istana kadipaten tetap saja tidak ada yang tahu.
"Hap...!" Rangga langsung saja melesat pergi, kembali ke rumah penginapannya. Gerakannya begitu cepat dan ringan, hingga sebentar saja sudah berada kembali di dalam kamarnya. Dan jendela kamar ini baru ditutup setelah dia sampai.
"Untuk apa Pandan Wangi pergi ke utara...?" tanya Rangga dalam hati.
Memang tidak ada seorang pun yang tahu alasannya. Dan Rangga sama sekali tidak menyangka tindakan Pandan Wangi. Pergi begitu saja, tanpa pamit pada Rangga. Semua ini membuat Rangga semakin sulit untuk memejamkan matanya. Sementara malam terus merayap semakin bertambah larut saja.

129. Pendekar Rajawali Sakti : Pulau KematianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang