2

20 5 1
                                    

    #mata pria itu yang bulat dan besar   seperti burung hantu tampak memancarkan kebijaksanaan para dewa dan kepedihan dari sejuta neraka, terfokus kepadanya , menangkapnya seperti tawanan.

"Anda , Tuan"

   

       Taehyung berharap degup jantungnya berhenti berpacu. Masih belum ada sedikit pun tanda bukti bahwa pria diharapkannya itu adalah seorang pembunuh sinting. Semuanya hanyalah situasi dan rasa ceritanya sendiri.

"Saya, apa?"
   
     Bibir pria itu melengkung keatas , pandangannya jatuh pada buku catatan,  penlight  serta pena yang dipakai Taehyung malam itu, kemudian beralih kepada Taehyung.

"Siapa nama anda?"

"Ta-Taehyung...tetapi, saya-"

"Berikan tepuk tangan meriah untuk Taehyung, suka relawan kita yang berani."
 
      Pria itu mengucapkannya keras-keras, sambil melambaikan tangan kearah Taehyung dengan kepakan dan lambaian jubahnya yang mengkilap.

        Lampu sorot mematuhi isyarat pria itu dan langsung menerangi Taehyung dengan cahaya putih terang yang panas namun tidak bisa menyingkirkan rasa merinding yang melandanya. Ia mengecilkan mata ketika tepuk tangan semakin riuh. Tangan pria itu memeganginya, tangan yang besar, hangat dan keras. Pria itu menariknya dengan sangat lembut. Buku catatan, penlight, tas, dan semuanya berjatuhan ke lantai saat ia tersentak berdiri.
   
       Taehyung menarik tangannya namun pegangan pria itu begitu keras seperti sepasang borgol terbaik yang pernah ada. Pria itu menariknya kesisinya.

        Protes Taehyung terlupakan namun tidak terdengar dalam keriuhan suara penonton dan suara musik pengiring.
       
        Taehyung hanya bisa melawan tarikan pria itu dan tampak seperti seorang yang bodoh atau menerima situasi itu dengan sedikit bergaya.

Akhirnya ia memilih opsi terakhir, meskipun ia merasa penjahat brengsek coba dihadapannya itu perlu ditendang juga karena egonya yang berlebihan.
     
      Pria itu menatap Taehyung tepat dimata dan sekali lagi, bibirnya tersungging namun tidak cukup untuk menimbulkan sebuah senyuman. Bibir itu lebih mengisyaratkan ekspresi semacam

"aku tahu apa yang sedang kau pikirkan dan menganggap pemikiranmu itu menyenangkan."
    
        Pegangan tangan pria itu pada pergelangan tangannya telah melonggar. Pria itu mengerutkan dahi kepada Taehyung dan tangannya turun untuk memegang kedua tangan Taehyung. Mereka berdiri tepat ditengah panggung. Dibelakang mereka ada tirai merah beledu yang terabgkat. Taehyung melirik lewat bahunya, dan melihat sebuah kaca berbingkai bening yang diseimbangkan pada sandaran dari dua kursi.

"Taaaeeehyung yang cantik..."

pria itu menyeret pengucapan huruf pertama dari nama Taehyung sampai terdebganbseperti sebuah mantra.

"...akan membantu saya untuk menjelaskan hukum-hukum alam...dari Ibu Pertiwi...."
     
        Taehyung meyakinkan dirinya agar tidak melepaskan kemarahannya karena gelombang ketidak nyamanan yang semakin kuat melanda dirinya sehingga dengan mudah dapat berubah menjadi ketakutan. Pembunuh atau bukan, pria dipastikan tidak akan dapat melukainya dihadapan ribuan penonton.

"Bila kau pikir aku akan membiarkannya memotongku menjadi dua, lupakan saja" hendaknya dengan gigi rapat nyaris tidak bergerak.

Ia melirik kearah pria itu dan melihat gerakan pada bibirnya sementara tangannya semakin erat memegang tangan Taehyung.

"Tentang gravitasi" lanjut pria itu.

    Orang itu memiliki cara bicara yang mempesona, setiap kata yang diucapkan dengan perlahan-lahan, mulutnya seperti membelai setiap suku kata sebelum mengucapkannya. Kata-katanya membuat orang memusatkan perhatian pada bibirnya saat ia bicara, meskipun melawan kehendakmu sendiri.

"Lewat sini Taehyung"

Kabut disembuhkan dari lantai, mengelilingi kaki mereka untuk terpilin dan bergerak mengikuti suara  musik erotis seakan kabut itulah musik itu.

Pria itu membimbing Taehyung menuju sebuah meja pertunjukan sambil melambaikan satu tangan keatasnya.
  
      Setiap gerakan pria itu itu diselaraskan secara sempurna dengan irama musik.

"Berbaringlah, Taehyung. Dan bersiaplah untuk tertidur."

    Taehyung sedikit gemetar sambil bertanya-tanya apakah pria itu selalu berbicara dengan cara begitu perlahan, dengan nada yang sudah diperhitungkan setiap saat atau semua itu hanya diatas panggung belaka.

     Taehyung membaringkan tubuhnya keatas kaca yang dingin, sementara tatapannya tak pernah lepas dari wajah pria itu.

Bahkan napas dan kedipan mara pria itu melambangkan keanggunan seakan-akan semua itu ditata gerakannya.

      Pria itu mengelilingi Taehyung satu kali dengan lengan terbentang dan jubah berkibar saat bergerak. Kemudian dengan satu jentikan jari pada lehernya, pria itu melepas jubah dari bahunya, mengibaskannya kedepan dan menyelimutkannya keatas Taehyung.

Jubah itu lembut sekali, kedua sisi nya terbuat dari kain satin. Taehyung ingin mengusap jubah dengan pipinya. Aromanya telah menyerbu isi pikirannya dengan kabut dan racun. Taehyung belum pernah mencium aroma seperti itu sebelumnya.

     Tangan pria itu menyentuh dahinya dan menelusur kebawah. Ujung-ujung jarinya menutup kelopak mata Taehyung. Taehyung begitu tegang sambil berpikir tentang Taeyong.

"Relaks, Taehyung. Jangan bergerak. Biarkan otot-ototmu lemas menurut perintahku. Hancurkanlah segala halangan dari bumi. Bebaskan dirimu dari gaya gravitasi."

   Taehyung menghela napas keras sambil mengerjapkan mata mengusir air mata dari bayangan tentang temannya yang muncul dimatanya.

Jeon Jungkook tahu bagaimana melakukan pertunjukan . Tentu saja, ia bukan ilusionis terbaik didunia bila ia tidak bisa melakukannya.

             'Jungkook yang Abadi.'

Taehyung pasti sudah memutar bola matanya seandainya kedua matanya terbuka. Atau dia lebih dikenal sebagai Jungkook, Master Ilusi Optik.

     Tetapi mungkin Taehyung bisa mempelajari sesuatu tentang pria ini seandainya ia memberikan perhatian. Mungkin ia bisa berhenti memikirkan Taeyong jauh sebelum ia menemukan satu petunjuk tentang siapa yang telah membunuhnya.

Dan bagaimana? Demi Tuhan, bagaimana?

    Taehyung memusatkan pikirannya sambil berbaring diam sebagaimana diperintahkan. Ia tidak ingin mematahkan mantra itu dan disingkirkan dari panggung.

tbc

Twilight Illusions Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang