Wattpad Original
Ada 7 bab gratis lagi

Prolog : Red Cherry

35.1K 3.1K 108
                                    

Blue Building, tiga bulan yang lalu.

Seorang perempuan menguap lebar di depan laptop yang layarnya baru saja padam. Bungkus camilan mulai dari yang gurih, asin, sampai manis memenuhi tempat sampah di samping kubikel.

Foto pria paruh baya menggunakan seragam chef yang berpelukan dengan seorang wanita bertubuh jenjang terlihat romantis. Berbanding terbalik dengan ekspresi bocah perempuan dan lelaki berpipi tembam di depan mereka yang saling tatap penuh dendam kesumat pada figura di atas meja. Tidak hanya itu, foto-foto kegiatan kampus hingga ulang tahun kantor tertempel rapi pada dinding kubikel di belakang layar laptop.

Mutia, pemilik meja itu lagi-lagi menguap lebar. Suara keroncongan dari perutnya terdengar gaduh tidak mau kalah. Mimiknya terlihat sebal menemukan kotak camilan yang berada di atas mejanya sudah kosong melompong. Bisa jadi ini pertanda sudah waktunya dia untuk pulang ke rumah.

Usai membenahi meja kerja, Mutia mengangkat bokongnya dan melangkah pulang. Suasana kantor masih terlihat ramai. Bahkan seorang desainer grafis dan account executive masih saling gontok-gontokan di salah satu sudut, sepertinya revisi klien yang menjadi orang ketiga.

"Mau ke mana lo?" tanya Osa si Art Director yang baru keluar dari ruang meeting bersama beberapa orang timnya.

"Balik lah. Masih zaman lembur?" sindir Mutia angkuh.

Osa terkekeh sambil melangkah ke mejanya. "Gaya lo. Ketemu sama Mas Del aja lo di depan, gue yakin langsung puter balik."

"Jangan gitu dong doainnya. Sirik bilang aja, Bro," ujar Mutia makin songong sambil melanjutkan langkahnya.

Namun, langkah kaki Mutia mulai melambat dan berhenti ketika melewati ruangan sang atasan, Delius, yang masih terang benderang. Bulu kuduk Mutia pelan-pelan meremang, apalagi ucapan Osa tadi terngiang-ngiang di kepalanya.

Benar saja, baru berjalan dua langkah dari sana, sosok angker Delius tampak duduk di meja pantri dengan ponsel di telinga. Mutia merasa hawa di sekelilingnya mendadak sedingin kutub utara.

"Jadi, kamu di Bali? Enggak apa-apa. Papa juga masih di kantor."

Sangat perlahan Mutia berjalan mengendap berharap Delius tidak akan melihatnya pulang tepat waktu hari ini. Sebab sebagai atasannya yang paling perfeksionis bin workaholic, Delius memiliki kebiasaan aneh di kantor. Dia gemar memberikan pekerjaan tambahan minus gaji tambahan di waktu-waktu tubuh butuh rebahan.

"Ya udah, salam buat Mama sama Om. Selamat ulang tahun."

Pintu keluar kantor yang sudah di depan mata, terasa semakin menjauh berbarengan dengan kalimat Delius yang memutus panggilan telepon. Tidak lagi mengendap-endap, Mutia langsung melangkah terbirit-birit ke arah pintu depan.

"Mutia."

"Mati," gumam Mutia spontan. Terpaksa, dia pun menoleh kepada Delius. "Kenapa, Mas?"

"Kamu mau ke mana?" tanya Delius. Matanya yang tajam dan kejam, melirik Mutia dari balik kacamata.

"Pulang. Udah jam enam, kan?" jawab Mutia dengan senyum lebar dipaksa muncul di bibir. "Sesekali tenggo* enggak apa-apa kali, Mas," gumamnya pelan.

Mata Delius lagi-lagi mengamati Mutia dari ujung kepala ke ujung kaki. "Saya ada cake di kulkas, kalau kamu mau ambil aja."

Sontak, mulut Mutia terbuka lebar. Tidak kalah kaget, tubuh gempal perempuan itu sampai membeku di tempatnya. Demi nikmatnya raclette dicampur keju camembert, momen langka seperti ini harusnya dia abadikan. Rekan kerja yang lain pasti langsung heboh bila dia menceritakan hal ini di waktu makan siang besok.

2nd Bite of The CherryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang