Wattpad Original
Ada 2 bab gratis lagi

5. Discussion

14K 2.2K 53
                                    

Matahari semakin naik di atas sebuah rumah berlantai dua di daerah Jakarta Barat. Sinarnya yang mulai terik mendobrak masuk ke dalam kamar berukuran sedang di lantai dua, lalu jatuh tepat di wajah perempuan yang masih tertidur lelap di atas kasur.

Kamar itu terlihat rapi meskipun beberapa pakaian bekas semalam tampak bergeletakan di lantai. Sekotak camilan penuh sesak di sudut dekat lemari, sementara di salah satu dinding seragam stasiun televisi menggantung dan berdebu. Jelas tidak pernah lagi dipakai.

PLAK!

"Hey! Udah jam sepuluh, kok, masih tidur?! Muti bangun!"

Alih-alih terjaga, hanya desisan kesal yang keluar dari mulut Mutia. Sambil mengusap bokongnya yang panas akibat tabokan Dyandra, dia pun memunggungi ibunya untuk kembali tidur.

"Mut, bangun. Jangan kayak anak ABG deh. Malu sama umur," gerutu Dyandra menarik tangan Mutia untuk bangkit.

"Malas, Mam. Lagian semalem aku sampai rumah jam satu," gumam Mutia terpaksa bangkit dengan kedua matanya tertutup rapat.

"Lembur lagi?" decak Dyandra sambil bersidekap.

Kepala Mutia mengangguk pelan, kemudian berniat merebahkan lagi tubuhnya ke kasur.

"Eit, mau ngapain! Bangun, Mut," omel Dyandra menarik bantal di atas kasur, tepat sebelum kepala anak perempuannya itu hendak kembali rebah. "Mama tahu kerjaan kamu jamnya fleksibel. Tapi ini udah jam sepuluh seenggaknya bangun dong bantuin mama beberes rumah atau ngapain gitu yang bermanfaat dikit. Jangan malah tidur kayak kebo."

"Kan, ada Bi Enci. Tumben amat Mama minta aku bantu beberes rumah," gumam Mutia akhirnya membuka mata lebar-lebar. Bayangan Dyandra yang sudah rapi menggunakan blouse dan rok pensil berwarna pastel mengunci fokus Mutia. ibunya itu masih terlihat awet muda dan modis. Tak jarang, orang-orang sering mengira bila mereka itu kakak beradik. Entah, Dyandra yang kelewat awet muda atau dirinya yang terlihat lebih tua.

"Seenggaknya bangun Mutia. Kamu gimana mau dapet jodoh. Bangun selalu siang, terus kerja enggak kenal waktu, sampai rumah langsung tidur. Weekend juga kerjaan kamu di kamar melulu, emang temen kamu enggak ada yang bisa diajak keluar sosialisasi buat cari jodoh?" omel Dyandra memainkan pipi Mutia agar anaknya itu mau bangun.

"Temen aku, kan, kebanyakan udah nikah Mam. Udah ribet kalau aku ajakin jalan. Cuma ada si Gusti, dan Mama tahu sendiri tongkrongan dia kayak gimana," cerita Mutia sambil menguap lebar. "Emang Mama enggak mau berniat jodohin? Soal jodoh aku ngikut Mama aja deh. Biar enggak ribet. Aku enggak bakal nolak, kok."

Dyandra meringis. "Kok, kamu ngomong gitu, sih, Nak. Jangan hopeless gitu, dong. Anak Mama, kan, lucu gini, masa enggak ada yang mau. Di kantor kamu atau klien kamu enggak ada?"

"Emang aku anak TK dibilang lucu." Mutia menggerutu seraya mengikat rambut keritingnya yang mirip singa, lalu melangkah bangkit dari kasur. "Kalau ada juga udah dari kemarin aku kenalin ke Mama."

"Kamu enggak gamon gara-gara Edo, kan, Nak?" celetuk Dyandra. Tangan Mutia yang baru akan menyambar handuk berhenti di udara.

"Mam apaan, sih? Itu juga kata-kata gamon dapet dari mana coba, emang Mama tahu artinya?" cibir Mutia lalu menguap lebar. "Dari pada Mama ribet mikirin jodoh aku, gimana kalau Mahesa aja yang Mama kawinin duluan. Kan, Mama tuh yang bilang mau punya cucu cepet-cepet."

Mutia berbalik dan duduk di kasur bersama Dyandra, ketika ibunya itu terdiam. Wajah Dyandra pun terlihat muram, jelas memunculkan tanda tanya di benak Mutia.

"Mam, kenapa?"

"Mama, kok, masih enggak yakin, ya, sama Alika?"

"Soal ini lagi. Mam, Mahesa sama Alika itu udah bertahun-tahun loh pacaran. Kalau sekarang dibalik jadi aku. Emang Mam mau aku cuma pacaran bertahun-tahun dan enggak ada perkembangan?" terang Mutia panjang lebar. "Lagian aku lihat Alika baik, kok, dan cocok sama Mahesa. Mama, kan, udah berkali-kali jalan sama Alika."

2nd Bite of The CherryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang