06. Bukan Tanpa Alasan

191 29 18
                                    

Satu minggu yang lalu.

"Abis putus sama yang mana?"

Bintang mendelik, "gue siram ya!" ancamnya mengangkat gelas plastik berisi kopinya.

"Yaelaahh sensi amat dah," cibir cowok bertubuh jangkung, Juni.

"Tau tuh, kaya emak gue," sahut cowok yang sedang makan kue bernama Aris.

Evan menggeleng pelan, "Ris, Ris, gue aduin bapak lo ya!"

"Sowrehh! Bapak gue masuk jajaran pro Aris," balas Aris kemudian menjulurkan lidah mengejek.

"Padahal kemarin lo ditendang pas lagi nungging," kata Evan sambil mencomot kentang goreng milik Juni.

"Hahaha iya juga ya, gue baru inget!" kata Dean menimpali dengan antusias.

"Lagian gue juga pasti enek liat lo nungging pagi-pagi. Ngapain sih?" tanya Evan heran.

Aris mengumpat kasar. "Lagi ngumpulin nyawa pas mau shalat," kata Aris kemudian menyedot minumannya.

"Alah pantes aja otaknya jungkir balik gegara nungging mulu tiap pagi."

Bintang yang duduk di kursi pojok samping kaca besar hanya mencibir melihat Evan dan Aris yang kini bertengkar saling sewot.

Merasa bosan Bintang mengalihkan pandang ke luar caffe. Ia mengedarkan pandang hingga berhenti di halte bus yang tepat berada di seberang caffe.

Bintang mengangkat alis menatap gadis mungil memakai seragam biru berdiri di halte. Gadis itu terlihat bosan. Sesekali melongok melihat ke arah kanan lalu menunduk menatap sepatunya.

Bintang menopang kepala dengan satu tangan, memiringkan kepala menghadap ke arah halte. Mulai menikmati kegiataannya.

Tanpa sadar Bintang berdecak merasa terganggu ketika sebuah bus berhenti di halte menghalangi pandangannya.

Bintang menegak ketika bus mulai meninggalkan halte. Ia tak bisa menyembunyikan senyum lebarnya melihat cewek itu masih disana.

Bintang semakin larut dalam dunianya. Mengabaikan teman-temannya yang kini semakin heboh karena bermain game bersama.

Hujan deras tiba-tiba turun, membuat beberapa orang di luar caffe berhamburan mencari tempat berteduh. Walau agak samar, Bintang bisa melihat cewek itu mencuatkan bibirnya dengan ponsel yang tertempel di telinga.

Bintang mengubah posisi duduknya tak lagi menopang dagu. Kini sepenuhnya menghadap ke arah halte.

Bintang mengangkat alisnya melihat gadis mungil itu mengobrol bersama seorang wanita paruh baya. Ia memberikan payung yang terus ditolak. Pada akhirnya ia meraih tangan wanita itu dan meletakan payung di sana.

Setelah wanita itu menerimanya, ia terlihat berbicara membuat gadis itu mengangguk beberapa kali. Terlihat mencoba meyakinkan.

Setelah kepergian wanita tadi, gadis mungil itu kini mengangkat ranselnya ke atas kepala. Kemudian berlari menerobos hujan meninggalkan halte.

Bintang tertegun beberapa saat. Hatinya menghangat dengan jantung yang berdetak lebih cepat.

Bintang rasa ini pertama kalinya.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.

Aris Sujana

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aris Sujana.

Juni Nugraha

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Juni Nugraha.

.

Dean Widiatama

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dean Widiatama.

.

Evan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Evan.

Jiandra

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jiandra.

SomedayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang