Apa yang Harus Ku Tuangkan

12 3 0
                                    

Hari berganti hari, semenjak Rara bertemu dengan pria mencurigakan itu hingga sekarang Fadil tidak pernah melihat Rara. Bukan Rara yang menghilang, tapi memang Fadil yang sengaja menghindar untuk tidak melihat Rara. Berusahan untuk melupakannya, tapi tak mungkin bisa.

"Dil, kamu kenapa sih? Beberapa hari ini aku perhatiin kelihatan murung gitu." kata Rian, sohib Fadil.

"Masa sih, aku gak kenapa-napa, kok." Jawabnya santai.

"Bagus deh, kalau gak ada apa-apa. tapi kamu gak biasanya loh begini." Tambah Rian.

"Serius, gak ada apa-apa" Fadil tetap mengelak tidak mengaku.

***

Disisi lain, Rara dan Bety sedang asyik bercengkrama seperti biasa. Duduk dikursi kantin sambil menikmati nasi goreng buatan bu Inem, penjaga kantin. Mengingat tanggal event kampus sudah dekat, Rara dan Bety sering kali sibuk dengan ajang yang mereka ikuti. Rara menyiapkan tulisan yang akan ia setorkan. Begitu pula Bety yang sibuk menata, merapikan petikan gitarnya. 

"Bety, kalau menurut kamu, aku enaknya nulis apaan ni?" tanya Rara disela-sela menyuapkan nasi ke mulutnya.

"Heh? Emang harus nulis apaan?" bukannya menjawab, Bety malah tanya balik.

"Artikel bisa, cerpen juga bisa, tapi aku bingung mau nulis apaan." kata Rara.

"Nulis cerpen aja, kan gampang tu. Tinggal andalin imajinasi ya nggak?" saran Bety.

"Iya juga sih, tapi kan kalau nggak menarik juga nggak akan berhasil." gerutu Rara.

"Ra, kamu harus mencoba dulu, ini kesempatan bagus buat kamu. Kalaupun tulisan kamu belum diterima, berarti tulisan kamu butuh lebih baik lagi, supaya lebih mantab. Pada akhirnya, kamu tahu mana tulisan kamu yang berkualitas mana yang belum. Iya nggak sih?" jelas Bety, menasehati.

"Bener juga sih, Bet. Makasih yaa, kamu itu udah kaya ibu aku sendiri." Kata Rara, sambil tersenyum.

"Aduhh, iya nak, sama-sama." Kata Bety, sambil mengelus kepala Rara.

Seketika itu, mereka berdua tertawa. Bukan tersinggung akan kata yang sedikit meledek. Namun, justru mereka menggunakan kata yang jenaka untuk menghibur, menghilangkan pikiran stress dari segala hal. Begitulah sahabat, harus melapangkan hati untuk tidak selalu tersinggung dengan kata yang mencukil hati kecil. Terkadang harus berbodo amat dengan hal semacam. Menerima sahabat apa adanya, bukan hanya waktu bahagianya.

***

"klunting!" ponsel Rara berbunyi. Rara mengambil ponselnya dan membuka pesan.

"Info, untuk peserta menulis di event university nanti jam 13.00 dimohon untuk berkumpul di aula Fakultas Bahasa dan Sastra. Akan ada pengumuman penting yang disampaikan. Terimakasih." Isi pesan watsapp yang diterima Rara. Akan ada pengumuman apa nanti, sampai disebut penting?

"Siapa, Ra?" tanya Bety penasaran.

"Ini, ada info, katanya suruh kumpul nanti jam 1" kata Rara.

"Ohh, ke kelas yukk" Bety.

Kemudian mereka berdua meninggalkan kantin, dan menuju kelas. 

***

Kelas hari ini selesai, Rara tetap stay di bangkunya. Mencoba membuka buku dan menulis. Namun gangguan seketika datang.

"Rara," Yohan tiba-tiba mengagetkan Rara.

"Ada apa?" jawab Rara santai.

"Nulis apaan? Surat cinta ya?" ledek Yohan.

"Bukan urusan kamu," jawabnya ketus.

"Widih, puisi cinta buat aku yaa?" tanya Yohan dengan pedenya.

"Kamu apaan sih, gak jelas banget. pulang sana, tuh, udah ditunggu princess kesayangan." Kata Rara, sambil mengangkat dagunya menunjuk ke arah pintu.

Didepan pintu ada seorang wanita yang sedang menunggu Yohan. Berparas cantik, berbadan ideal, tampak manja. Sudah hal biasa, Putri nama wanita itu. Teman SMA Yohan, yang juga menyimpan rasa pada Yohan. Namun, Yohan seringkali mengabaikan Putri.

"ck, eshhh.." Yohan, kesal. Lagi-lagi Putri mengganggu harinya. Mereka memang bersahabat, tapi Putri terlalu mengekang Yohan. Membuatnya tak nyaman.

Pukul 13.00, Rara cepat-cepat untuk pergi menuju aula pertemuan, di gedung Fakultas Bahasa dan Sastra. Tampaknya baru ada beberapa panitia, dari anak-anak Sema dan beberapa peserta. 30 menit kemudian, ruangan aula sudah penuh dengan para peserta dari berbagai jurusan. 

Panitia memberikan info terkait teknis lomba dan berapa hal lainnya. Panitia memberikan sebuah tema yang sama, tetapi mereka harus membuat tulisan yang berbeda. Bisa cerpen, artikel, atau berita. Ketentuannya, para peserta harus menulis 2 naskah berbeda. 1 wajib dipilih oleh panitia dan satu lagi terserah kepada peserta.

Rara merasa agak berat, dengan peraturan panitia. Ia mengira hanya bebas untuk memilih jenis naskahnya. Namun ternyata, harus menulis dua naskah sekaligus. Parahnya lagi ia kebagian untuk menuliskan sebuah teks berita. Biasanya Rara hanya mengandalkan imajinasinya untuk menulis cerpen dan puisi. Menulis artikel juga hanya mengambil beberapa fakta yang ada dibuku. Kini ia harus benar-benar melek dengan kehidupan nyata.

                                                                 ***

Sepulangnya dari kampus, Rara merasa lelah akan pikirannya. Benar-benar berat, ia bahkan tak tahu akan menulis apa.

Di kamar, Rara merebahkan tubuhnya diatas kasur dan memandangi langit-langit kamarnya yang terpasang pernak-pernik hiasan yang dipasangnya. Sembari berfikir keras, apa yang harus ia tulis nanti.

"klunting!" suara ponsel Rara. Rara mengambil ponselnya, lalu ia buka.

Fadil

"Hei, Rara. Save ya, ini Fadil."

Rara

"Iya kak."

"Btw, kamu ikutan ajang menulis yaa?"

"iya kak, tapi aku bingung."

"bingung kenapa?"

Selanjutnya, mereka bercerita panjang lebar dan sharing tentang kepenulisannya. Sampai akhirnya mereka memutuskan untuk bertemu.

"Kamu sibuk nggak? Kalau enggak, mending ketemu aja, supaya lebih enak bahasnya. Dan ada satu hal yang pengen aku tanyakan."

"baik kak, kalau gitu aku siap-siap dulu."

Kemudian Fadil mengirimkan lokasi yang akan mereka datangi. Disebuah kafe, tempat biasa Fadil nongkrong dengan teman-temannya. Fadil mengajak Rara pergi kesana.

Rara sebagai anak yang rajin, dan sebagai rasa hormat kepada seniornya. Ia datang lebih awal dibanding Fadil. Rara datang 10 menit lebih dulu daripada Fadil.

"Ra, udah lama?" sapa Fadil, sembari menarik kursi yang ada didepannya.

"Belum kak, baru aja." Sahut Rara.

Sembari memesan kudapan, mereka berbincang masalah Rara yang kebingungan. hingga akhirnya Fadil menanyakan sesuatu.

"Ra, ada hal yang pengen aku tanyakan." Fadil.

"Iya, apa itu kak?" Rara.

"Beberapa waktu lalu, aku lihat kamu dihalaman kampus sama cowok. Hmm, itu cowok kamu?" tanya Fadil agak ragu.

Rara terkejut dengan pertanyaan Fadil. Tiba-tiba saja Fadil bertanya tentang hal itu. Rara terdiam. Dan .....



Baik sahabat, sekian dulu.. sampai di part selanjutnya.. semoga menghibur..

Jangan lupa vote dan masukannya.. Terimakasih

DreamerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang