Selarut ini, sinar terang dari lampu yang berdiri di atas meja kamar Rara masih menyilaukan mata. Rara tengah sibuk berhadapan dengan laptopnya. Ditemani secangkir kopi susu, dan roti kering yang menghimpit selai di dalamnya.
Rara tetap fokus dengan yang ia kerjakan. Meskipun sesekali tangannya menolak mulut yang selalu ingin terbuka. Tak dipedulikan, ia harus tetap menyelesaikan target.
Sejak di bertemu Fadil pagi tadi, Rara terus memikirkan mencari ide. Hingga larut malam ia mantabkan untuk menuliskan ide nya itu. Mengingat brosur yang diberikan Fadil, deadline sudah mulai mendekat. Tak pikir lama, Rara gas saja.
Bukankah kesempatan tidak akan datang dua kali? Maka Rara tidak peduli jika nanti akan gagal lagi. Gagal bukanlah bencana, karena gagal menjadikan Rara semakin kuat dan sabar dalam segala prosesnya.
30 menit sudah berlalu, sekarang menunjukkan pukul 23.30 wib. Rara belum juga lepas dari kursinya. Tangan mungilnya masih saja menari-nari diatas keyboard laptopnya. Padahal jam segini biasanya Rara sudah terlelap menyelami mimpi-mimpi indahnya. Namun, bagaimana lagi Rara harus menyiapkan tugas kuliah untuk besok juga. Barulah malam ini ia bisa mengerjakan yang lain seperti ini.
Tiba-tiba, ponsel Rara berbunyi. Ia melirik, ada satu notif dari Yohan. Masih ingat Yohan? Iya, teman sekelas yang menyukai Rara. Tangan Rara tidak juga meraih ponsel yang tergeletak di samping laptop. Ia mengabaikan, tak peduli. Lagian otak sedang encer-encernya buat mikir, kalau perhatiannya dialihkan pasti akan buyar.
Namun, lagi-lagi ponselnya berbunyi. Sudah selarut ini, apa mau Yohan? Konsentrasi Rara kini pecah. Ia putuskan untuk menghentikannya dan meladeni lelaki menyebalkan itu. Ia meraih ponselnya dan menggeser layarnya untuk membuka chat dari Yohan.
Yohan:
Hey, Rara.
Jam segini masih online.
Ngapain?
Ih, bales napa?
Sombong amat.
Rara:
Ada apaan? Udah malam, udah jangan ganggu aku mau tidur.
Yohan:
Yaelah, Rara. Baru aja chat, masa udah?
Emang tadi ngapain sih, sampe jam segini masih online?
Udah ada pacar ya? ;(
Rara tak ingin menggubris lagi. Ia letakkan ponsel di atas meja kecil dekat ranjangnya. Matikan lampu lalu ia merebahkan tubuhnya, tarik selimut dan mimpi indah.
***
Matahari pagi ini, sudah terasa sangat panas di kulit. Rara terlihat sayu, sepertinya ia kelelahan. Ia tidur terlalu malam. Biasanya jam 22.00 ia sudah berada di alam mimpi. Tapi untung saja, tidak bangun kesiangan pagi ini.
Menaiki tangga pun ia terlihat sangat lemah. "Dimana Bety, tumben banget belum kelihatan?" gumam Rara mencari sahabatnya itu.
Sampai di lantai dua, langkah Rara harus terhenti. Fadil menghampirinya, ia terlihat begitu salah tingkah. Kemudian ia buka suara,
"Pagi, Ra." Senyum indah Fadil terbit di wajahnya. Rara tak tahu apa yang membuat Fadil menghampirinya.
"Iya, kak Fadil. Ada apa ya?" Rara yang penasaran, langsung saja ia tanya apa maksud Fadil.
"E ... sebenarnya aku dari kemarin-kemarin aku pengen tanya sesuatu. Tapi sepertinya waktunya belum pas," kata Fadil sambil menggaruk tengkuknya sembari menunduk.
Rara hanya diam, menaikkan alisnya dan menatap Fadil.
"Iya, aku suka kamu," kata Fadil tanpa ragu.
Seketika suasana membeku, apa yang Fadil katakan? Rara tidak pernah menyangka hal ini. Rara memikirkan apa yang harus ia katakan, tapi tidak kunjung keluar juga. Sampai pada akhirnya Yohan melangkah menuju mereka.
"Rara, kak Fadil?" kata Yohan sambil melihat mereka berdua bergantian.
"Sedang apa kalian disini?" tanya nya penasaran.
Yohan sengaja menghampiri mereka. Sebenarnya, Yohan sudah melihat mereka berdua sejak Fadil baru datang. Tetapi Yohan lebih memilih untuk mengamatinya dari jauh. Suara obrolan mereka juga terdengar meskipun tidak terlalu jelas. Yang Yohan tangkap ketika pernyataan Fadil di sampaikan. Yohan menangkap gerak bibir yang Fadil, jadi ia paham.
"Ini, aku tanyain lagi sama Rara, gimana dia mau ikut even nulis lagi apa enggak, gitu?" Fadil mencoba membalikkan fakta, tidak ingin Yohan tahu.
Yohan mengangkat alis kanannya, merasa tidak percaya.
"Iya, kemarin kak Fadil kasih aku brosur, dari kampus lain," terang Rara pada Yohan.
"Oh," kata Yohan mencoba mengerti.
"Iya udah, aku duluan kalau gitu." Sembari mengangkat tangannya, Fadil meninggalkan mereka berdua.
Rara juga meninggalkannya tanpa mengajak Yohan. Padahal mereka kan sekelas. Yohan kemudian mengejar Rara.
Sampai di kelas, Rara masih terlihat lesu. Ia tak mampu lagi menahan rasa lelahnya. Ditambah lagi Yohan yang tiba-tiba saja berada di depannya dan bertanya,
"Kalian jadian ya?" tanya Yohan lirih, suaya teman-teman lainnya tidak mendengar.
"Apa sih, Han? Aku lelah," kata Rara sambil mengusap pipi dan mata sebelah kanannya.
"Aku sih, berharap enggak," ucap Fadil dengan santainya. Kemudian berlalu.
Oke, segini dulu. Don't forget Vote and Comment. Comment kalian sangat membantu supaya aku lebih maju. :)
Kalau bisa ya di follow aku nya :v
Thanks!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Dreamer
Teen FictionWanita yang gemar dengan tulisan-tulisan dan sangat menyukai aroma buku. Ia adalah mahasiswa jurusan Sastra yang begitu kerap di panggil Rara. Radebycca Aurelia itulah nama lengkapnya. Rara tak cukup terkenal, namun siapapun akan dapat mudah menemui...