1| Hal biasa

4 1 0
                                    

"Santai aja, ini tuh hal yang biasa banget tau"-Anake.

___

Seorang gadis berlari dengan cepat. Ia terlihat terburu-buru.

"Cepat!" Ia melihat arloji di tangannya. Ia semakin terlihat panik. Gadis itu semakin mempercepat langkahnya. Temannya yang mengikuti hampir kewalahan.

"Hah hah... Udah dong Na, aku capek..." Temannya mengeluh. Mereka berlari sangat cepat.

"Sabar dong, nanti Bu Asri kesini" Ia mulai berpikir. Harus kemana mereka? Mungkin kalian akan berpikir mereka aneh. Mereka berlari tapi tidak tahu harus kemana.

"Ini yang terakhir. Besok aku nggak lagi, deh" Mereka berdua sudah ngos-ngosan. Mereka berlari dari tadi. Tujuan mereka sangat jelas. Yaitu, MEMBOLOS.

"Kita ke sana, ayo!" Ia menunjuk ke suatu arah. Area belakang sekolah. Uh, tak ada satupun orang di situ. Area belakang sekolah terkenal angker.

"Anake, nggak ada tempat lain ya?" Temannya sangat ketakutan. Seketika ia merinding.

"Nggak ada, lagian kita cuma sebentar kok" Anake langsung mengambil tempat untuk persembunyian. Ia tidak akan pergi ke kantin untuk membolos kali ini. Karena salah satu guru mereka mengejarnya.

"Delisa, ayo cepat" Anake menepuk-nepuk tempat di sampingnya. Delisa yang melihatnya hanya mengikuti arahan dari Anake. Ia menelan saliva. Apakah mereka akan aman? Ini adalah pertama kalinya Delisa ikut bolos dengan Anake. Entah kenapa ia ada keinginan tersendiri untuk membolos. Tapi, sungguh sial. Mereka ketahuan oleh Bu Asri, guru matematika mereka. Kebetulan Bu Asri lagi kosong jam mengajar. Jadi, wanita itu pergi ke kantin untuk membeli air mineral.

"Na, kamu yakin kita sembunyi disini? Soalnya kan kita di bawah pohon pisang..." Delisa merinding. Sejujurnya ia sangat takut berada disini. Ia tak punya pengalaman melarikan diri dari guru. Jadi, ia hanya mengikuti apa yang dilakukan oleh Anake.

"Tenang aja dong, kan ada aku" Anake mengusap tangan Delisa yang sudah berkeringat dingin.

Ada kamu itu nggak ngaruh, na...
Batin Delisa sedikit kesal.

"Kalau ada hantunya gimana?" Delisa bertanya lagi. Anake hanya berkata 'sstt' mengisyaratkan bahwa Delisa harus diam. Mereka tak boleh sampai ketahuan. Bisa masuk BK deh. Kalau Anake sih, tak masalah. Yang masalah adalah Delisa.

Delisa... Delisa, ngapain ikut bolos kalau takut.

'Drap, drap'
Mereka mendengar suara langkah kaki. Delisa semakin takut. Kedua tangannya saling bertaut. Kalau aja itu Bu Asri, bisa tamat riwayatnya. Kalau sampai ia masuk ruang BK, bisa tamat riwayatnya. Duh... Gimana coba?

"Rupanya di sini ya, dasar" Seseorang menemukan mereka. Tapi, itu bukan Bu Asri.

"Iya Ren, kayak biasalah. So, ngapain cariin kami?" Anake terlihat santai. Delisa yang berada di sampingnya terlihat lega. Bahkan sangat lega.

"Ya iyalah, aku kan ketua kelas. Jadi, harus tau dimana aja anak buahku" Reno berbicara sambil ngotot.

"Anak buah? Hello, sementang ketua kelas, kami bukan anak buah, oke?!" Anake terlihat kesal. Ia menjawab sambil menekankan kata 'anak buah'.

"Udah deh, bilang aja iri" Reno tak terima. Ia bergaya layaknya penguasa.

"Siapa yang iri?!" Anake semakin kesal. Ia bangkit berhadapan dengan Reno. Reno pun tak mau kalah. Masa sih, kalah dengan anak perempuan? Itu hal yang paling memalukan bagi dirinya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 11, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Tutoring For TruantTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang