Third Sight

15 1 0
                                    

Aku mencoret buku gambarku asal. Membuat sebuah benang kusut yang anak berumur dua tahun juga bisa menggambarnya.

Sudah tiga hari aku berusaha menghindari ruang musik. Sudah tiga hari juga aku tak mendengar alunan piano, yang ada hanya suara gitar dari sana. Dan beruntungnya, aku selalu di sibukkan untuk persiapan lomba melukis yang akan diadakan tiga minggu lagi.

Dari 100 siswa yang mendaftar hanya 10 orang yang terpilih, dan aku menjadi salah satunya, sayang sekali Yuji tak bisa mengikutinya. Jaehyun? Dia berada di jurusan performing jadi takkan mungkin. Sepertinya aku harus mulai berkenalan dengan salah satu orang disana. Setidaknya ada seseorang yang bisa kutanya jika aku sedang berhalangan hadir.

Ada satu hal yang tak menyenangkan. Ruang lukis tepat berada di dua ruangan sebelum ruang musik. Kadang aku harus menyembunyikan wajahku saat pergi ke ruang musik. Berjaga-jaga jika namja piano keluar dari ruang itu.

"Han Raemi!" Panggil Jung ssaem. Lebih tepatnya Jung Younghwa ssaem, guru matematika favoritku.

"Ye ssaem?" Aku mendekatinya yang sedang berdiri di dekat mejanya. Entah perintah apa yang akan diberikannya kali ini. Rasanya terasa aneh karena Jung ssaem secara pribadi memanggilku ke ruangannya. Biasanya ia menyuruhku setelah pelajaran di kelas selesai.

Jung ssaem memberikan beberapa buku yang berkaitan dengan piano. Tak hanya not balok atau partiturenya, tapi dengan buku-buku kesehatan yang dikaitkan dengan piano atau musik. Aku sedikit bingung membaca judul buku-buku ini. Jangan bilang kalau aku harus mempelajari buku ini. Piano sangat jauh dari keterampilan yang aku miliki. Aku menatap Jung ssaem meminta arahan.

"Ah, aku lupa hahaha. Tolong letakkan buku ini di ruang musik. Suruh Jeon Jungkook untuk membacanya dan mempraktikkannya." Aku bernafas lega karena ternyata pikiranku salah. Tapi Jeon Jungkook? Yang Jaehyun dan Yuji bicarakan sebelumnya kan? Ah, aku juga pernah bertemu dengannya di bus.

"Tapi ssaem, kenapa tidak ssaem sendiri saja?" Tanyaku.

"Waktu itu ssaem lihat kamu mau masuk ruang musik, ssaem kira kamu mengenal Jungkook. Bolehkan?" Tanya Jung ssaem. Yah, hanya memberikan buku ini saja kan? Aku mengangguk dan pamit dari sana.

Kakiku berhenti saat menyadari kalau buku ini harus kuletakkan di ruang musik. Bagaimana ini? apa piano boy akan ada disana? Sedikit bimbang, aku mundur beberapa langkah. Tapi kembali maju beberapa langkah lagi. Hal itu terjadi beberapa kali sampai seseorang memukul pundakku pelan.

"Kau ingin masuk ke ruang musik?" Tanya seseorang. Aku sedikit terkejut, hampir saja buku ini jatuh kalau namja itu tak membantuku menahan buku-bukunya.

"Ah, kau-"

"Jeon Jungkook." Aku menatap papan namanya. Lalu mengangguk.

"Jung ssaem menyuruhku untuk memberikan ini padamu." Aku mengarahkan buku-buku itu padanya. Dia hanya melirik buku itu, kemudian berlalu masuk ke ruang musik. Aku menatapnya heran. Setidaknya ambil dulu buku ini, jangan masuk seenaknya meninggalkanku.

Aku menatap pintu ruang musik yang terbuka. Tak ada orang selain Jungkook, berarti tak ada piano boy. Aku melangkahkan kakiku kedalam lalu meletakkan buku-buku itu di hadapannya. Dia menatapku kesal.

"Jung ssaem menyuruhku untuk memberikan ini padamu. Dibaca semuanya. Kalau kau tak baca, aku tak tau apa yang akan terjadi." Kataku. Aku berniat ingin keluar dari ruangan ini, tapi kembali berbalik, sedikit penasaran akan sesuatu.

"Boleh aku bertanya sesuatu padamu?" Tanyaku. Jungkook yang sedang menenggelamkan wajahnya di atas piano menatapku, lalu ia mengangguk.

"Kenapa Jung ssaem menyuruhmu membaca buku ini? Setauku kau memainkan gitar." ia menatapku bingung.

"Aku tak tau ternyata kau juga salah satu penggemarku." Katanya. Aku mengernyit, membuat kedua alisku bertautan.

"Aku bukan penggemar siapapun. Hanya bertanya." Tegasku. Jungkook menghela nafasnya panjang.

"Aku harus mengikuti lomba piano minggu depan. Ia menyuruhku mempelajarinya karena Jung ssaem yang akan menjadi pelatih pianoku. Dan aku sebenarnya seorang pianis. Gitar hanya alat musik kesukaanku yang lainnya." Jawab Jungkook panjang lebar.

Ia membuka tutup piano hitam itu, lalu mulai memainkan sebuah lagu yang sepertinya aku sering mendengarnya. Tapi aku tetap tak hafal judul lagu ini. Jungkook memainkannya dengan cepat, membuat mataku tak berkedip.

Aku merasakan sebuah dejavu. Jungkook tampak seperti seseorang yang belum lama ini aku ikuti. Seseorang yang selalu mengisi pikiranku akhir-akhir ini. Ketika Jungkook selesai memainkan lagu itu, Jungkook menatapku.

"Kau baru mendengarnya secara langsung kan? Biasanya kau bersembunyi." Kata Jungkook yang membuat mataku membesar. Jadi benar, piano boy adalah Jungkook.

"Maaf kalau aku lancang. Kalau begitu aku pergi, aku telah menyelesaikan perintah dari Jung ssaem." Pamitku lalu segera pergi keluar dari ruang musik ini.

Aku memilih pergi ke kamar mandi, tak ingin membuat Yuji kembali khawatir. Aku membasuh wajahku lalu mengelapnya dengan sapu tangan baby blue milikku. Pandangan wajahku di cermin mengalihkan pikiranku. Aku kembali mengingat wajah piano boy yang sepertinya aku lihat sedikit-sedikit, dan ternyata benar. Itu Jeon Jungkook. Kenapa aku tak menyadarinya? Jadi saat ia mengajakku berkenalan di bus ia sudah mengenalku? Aku kembali membasuh wajahku, berusaha menenangkan pikiran dan menyegarkan wajahku.

Setelah merasa lebih baik, aku kembali ke kelasku. Memilih untuk tak memperdulikan kejadian yang barusan terjadi. Setidaknya aku mengenal sedikit tentang piano boy. Walau aku bukan penggemarnya, ada rasa kagum yang tersimpan di dalam diriku. Jeon Jungkook, seorang namja yang berhasil menarik perhatianku.

~BTSFF~

Aku mencari sebuah buku di perpustakaan sekolah. Karena tak ada kesibukan, aku memilih untuk membaca buku di sana. Perpustakaan cukup sepi, hanya ada tiga orang yang mungkin siswa teladan duduk berjauhan. Mereka benar-benar penuh ambisi untuk mendapatkan hasil yang terbaik. Terlihat dengan buku yang menumpuk di depannya. Buku matematika, buku pengetahuan, buku filsafat, dan buku-buku lainnya yang terlihat tebal.

Aku menatap sebuah buku berwarna biru muda dengan beberapa garis berwarna pink. "It's Love" Judul buku itu? Sepertinya benar-benar khusus untukku. Aku mengambilnya lalu memilih duduk di ujung rak samping jendela.

'Cinta pertama datang saat berjumpa tiga kali. Saat sama-sama tak menyadari dan berjumpa tanpa sengaja.'

Aku tersenyum kecil. Menyadari ternyata pertemuan kecil itu sungguh berharga, Menyadari kalau ternyata aku selalu memperhatikannya, dan menyadari kalau ternyata aku sudah jatuh hati padanya.

Klise, memang. Mungkin tak hanya diriku yang merasakan, tapi orang-orang yang masih memandang akan sebuah cinta pasti merasakan. Walau mungkin aku akan tetap memendam rasa ini, karena sepertinya rasa ini hanya perasaan kagum dan ingin terus mendukungnya.

"Oi!" Sebuah pelukan belakang di leherku mengagetkanku.

"Rapatmu sudah selesai?" Aku membalikkan badanku dan menatap namja berlesung pipi itu.

"Kenapa kalau kaget kau tak pernah berteriak?" Ah, aku lupa kalau Jaehyun tak pernah suka kuajak bicara tentang rapat. Aku menutup buku itu dan meletakkannya, tak ingin Jaehyun menyodorkan beribu pertanyaan padaku.

"Aku selalu tenang oke? Keep calm and stay cool. That's me! " Jelasku.

"Ne, ne. Raemi si stay cool."

"Pulang?" Tanyaku.

"Kajja anak kucing!!" Dia mendorong punggungku, mengarahkanku untuk berjalan bersama.

"Oke anak anjing."

+++

[AN]

Wakakak, gaje sih nulis apaan.
Btw cerita ini hiatus dulu, september balik lagi. Annyeong!

WITH YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang