Helm dan Hati Kosong

310 39 0
                                    


Catatan:

Halooo.

Anyway, ini kayaknya bakal jadi bab terakhir yang aku update di Wattpad. Buat yang sudah baca di Storial mungkin udah baca sampai bab 10. Seterusnya bakal diselesaikan di sana sampai tamat karena udah ada kontraknya. Mungkin beberapa nggak nyaman karena di sana sistemnya pakai koin, tapi percayalah, itu yang bikin aku lebih rajin nulis dan bisa makan (LOL, tapi ini serius).

Jadi, makasih banyak udah nemanin sampai sini. Sampai ketemu di Storial dan di cerita aku yang lainnya~ 👋

Panduan membaca terusannya Ijul ada di bawah ya~

Panduan membaca terusannya Ijul ada di bawah ya~

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

---

Orang bilang waktu merenggut banyak hal, termasuk keakraban.

Resha tidak pernah memikirkan hal itu sebelumnya, berhubung dia tidak banyak akrab dengan orang lain. Namun kali ini, rasanya dia bisa sedikit paham.

Pasalnya, pertemuannya kali ini dengan Tari terasa canggung bukan main. Jika dulu mereka jadi teman sebangku selama 3 tahun yang sering berbagi contekan PR atau sembunyi-sembunyi memainkan ponsel, sekarang rasanya seperti bertemu orang asing. Pertemuan kali ini pun sebenarnya tidak disengaja. Kalau saja Dimas tidak meminta Resha untuk mengantar jaketnya ke parkiran, dia mungkin tak akan bertemu Tari juga.

Secara penampilan, Tari masih sama seperti dulu. Wajahnya masih mulus dengan polesan make up tipis yang membuatnya kelihatan lebih segar, rambut keriting yang sama sekali tak berubah, juga hidung mancung yang menurut Resha bisa jadi perosotan. Singkatnya, Tari masih tetap terlihat cantik. Agaknya dia mengerti kenapa Dimas memilih cewek ini sebagai pacarnya.

"Kalian kok diam-diaman begitu, sih? Berasa kayak musuh lama baru ketemu, tahu nggak." Suara Dimas memecah keheningan.

"Namanya juga baru ketemu lagi sih," kata Resha beralasan. Begitu mengalihkan pandangan kembali pada Tari, sebisa mungkin Resha menyunggingkan senyum ramah. "Udah lama banget nggak ketemu kita, Tar. Apa kabar?"

"Baik." Tari ikut tersenyum. "Kamu apa kabar, Sha? Rambutnya jadi berwarna gitu, ya?"

"Kayak ijuk kan, Tar?" komentar Dimas, membuat Resha langsung meninju lengan cowok itu.

"Ijuk nggak kayak gini ya! Sembarangan aja tuh mulut," decaknya sebal. Dimas meringis, tapi tak lama senyum manis yang dia ukir, terlebih ketika Tari geleng-geleng kepala.

"Dimas parah, ih."

"Aku kan cuma berpendapat, Tar."

Aku. Dimas bicara pakai 'aku'. Hanya dengan satu kata itu, Resha rasanya mau menghela napas dalam-dalam. Mungkin ini bedanya pacar dan sahabat. Kalau saja dia yang bicara begitu, Dimas pasti langsung membalas dengan, "Dih, apa nih? Nggak cocok lo ngomong begitu, Sha. Jangan buat gue merinding."

Fix Us Up (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang