Guntur

781 128 246
                                    

InoHima Oneshoot

> Guntur <

.

.

Himawari POV

...

"Hujan mengikis penyesalan," Seandainya saja kata itu benar adanya, mungkin kini aku menikmati rintikan air di beranda rumah.

Seharusnya aku memang berada di dalam kamar untuk menyesap secangkir teh melati, tetapi malah berakhir di sandaran jembatan atas sungai. Sungguh miris. Sembari menumpuk ketakutan, aku memikirkan cara terbaik menutupi kesalahan. Selalu dan setiap hari menghentikan pikiran negatif dari otakku.

Dan, aku membulatkan tekad untuk keluar dari segala ketakutan.

"Huft… aku ingin mati saja," lirihku menunduk, dengan sengaja menilik kira-kira apa jadinya jika aku tenggelam di dasar sungai itu.

Aku memanjat pembatas jembatan, menerjang angin kencang yang dibawa semesta. Awan altocumulus sudah menyelimuti langit, beberapa saat lagi hujan berguntur akan tiba. Tubuh mungilku yang terombang-ambing diantara hidup dan mati melemas. Pikiranku membuyar disertai kelopak mata shappire yang terpejam perlahan. Tinggal menunggu kedua kakiku melompat, maka sisa hidupku akan habis.

Satu…

Dua…

Tiga…

"Mau bunuh diri? Sini gue bantu,"

Derasnya air yang menghantam tembok bagian bawah jembatan beradu dengan suara guntur yang menggelegar. Kerutan di dahiku melebar. Jelas aku kesal dengan sikapnya. Setidaknya hibur aku atau larang aku terjun, dia justru berniat melihat aksi bunuh diriku. Memang mati lucu?

"Gila!" seruku memelototinya.

Sambil merasakan angin yang menggelitik kulit, guntur menggebu-gebu untuk dilepaskan langit. Air mataku tiba-tiba berderai, mengucur di pipi. Aku menghitung mundur dalam hati kemudian menghempaskan tubuh ringkihku ke sungai luas tepat di bawah jalan.

Sensasi pertama yang kurasakan usai melompat adalah kehangatan di telapak tanganku. Fenomena aneh ini terjadi cukup lama selagi aku memejamkan mata. Badanku ditarik ke atas sehingga kakiku menapak di suatu bidang datar. Aku terkesiap. Apa aku sudah berada di alam lain sekarang? Apa aku…

Mati?

"Buka mata atau gue cium lo?"

Suara itu lagi. Apa dia hantu atau semacamnya? Dia malaikat maut yang sengaja menjemputku? Argh! Bodoh! Padahal kakak pernah berucap malaikat maut bermuka seram, tapi kuakui dia tampan.

Kesampingkan yang tadi, aku segera membuka mata agar dia tak mencuri kesempatan. Hal yang kulihat persis ketika aku mendongak adalah wajah tersenyumnya yang terbilang dekat denganku. Anehnya lagi, aku masih di tempat terakhir di mana aku berupaya mati.

"Ini bumi?" Dia mengangguk.

"Bukan akhirat?" Dia menggeleng.

Guntur [InoHima Oneshoot] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang