Part 3: First Love

111 17 16
                                    

Korea, 1981

Myunghee dan ayahnya duduk di hadapan seorang anak lelaki yang tengah di obati lebam-lebam di wajahnya oleh ibu panti.

Ya, ia adalah anak lelaki yang dilihat Myunghee saat di taman tadi.

Anak lelaki itu menundukkan wajahnya, dan sorot matanya tidak menunjukkan ekspresi apapun. Tidak ada rasa kesal, atau marah sekalipun. Justru tampak sedikit rasa kecewa dari matanya. Entah kecewa karena apa.

"Aigoo-ya, kau tidak pernah bilang pada ibu siapa yang memukulimu tiap kali aku bertanya. Ibu pasti akan menegur mereka karena membuat wajahmu yang tampan ini jadi terluka." Ibu panti menghela nafasnya sambil mengoleskan salep di wajah anak lelaki itu.

Wajah tua nya terlihat khawatir.

"Aku sering memergoki wajahnya yang lebam namun tidak pernah tau siapa yang memukulinya, terimakasih sudah membawa dia ke sini, pak Steve." Ibu panti menyelesaikan olesan terakhirnya di wajah anak lelaki itu, dan duduk menghadap Myunghee dan Ayahnya. Yang jauh-jauh datang dari negara nun jauh disana hanya untuk melihat anak lelaki ini.

Ayah Myunghee yang adalah orang German, merupakan seorang dokter spesialis ginjal di negaranya. Namun ia bertemu dengan seorang wanita korea yang bersekolah dan bekerja sebagai spesialis anestesi disana dan memantapkan hatinya untuk hidup bersama wanita itu.

Dan ia dikaruniai seorang putri cantik bernama Kwon Myunghee. Keluarga kecil mereka sebenarnya baik-baik saja hingga sebuah kecelakaan merenggut nyawa ibu Myunghee ketika mereka mengunjungi Korea 8 tahun lalu. Tidak hanya itu, salah satu organ dalam penting Myunghee yaitu ginjalnya juga terluka dan membuatnya tidak bisa bermain lagi seperti anak lain.

Golongan darah Myunghee sendiri merupakan golongan darah terlangka di dunia yang hanya dimiliki 0,1% populasi di Asia. Yaitu AB-. Tidak hanya sulit untuk mencari pendonor ginjal, mencari pendonor darah pun sangat sulit terlebih di tahun itu komunikasi dan ilmu kedokteran belum secanggih saat ini.

"Kyung Won-ah, sapa dulu orang di hadapanmu, ia adalah pak Steve." Ibu panti menyuruh anak lelaki tadi -Kyung Won- untuk menyapa Myunghee dan Ayahnya.

"Annyeonghaseyo... " Kyung Won membungkukkan kepalanya namun tidak menunjukkan ekspresi apapun.

"Aku Kwon Myunghee, siapa namamu? " Myunghee mengulurkan tangannya ke arah Kyung Won.

Tangan kecil pucatnya menarik perhatian Kyung Won yang sedari tadi hanya menundukkan wajahnya dan tidak memperhatikan keadaan di sekitarnya.

Ia pun akhirnya menatap wajah Myunghee, wajah yang belum pernah dilihatnya seumur hidup. Putih pucat, mata besar, bibir tipis, hidung mancung dan rambut pirang. Lebih dari itu, Kyung Won terpana karena bibir Myunghee mengucapkan kalimat korea dengan sefasih itu.

"Aku.. Kyung Won. Seo Kyung Won."

Kyung Won menjawab pertanyaan Myunghee namun tidak membalas uluran tangannya. Myunghee pun menarik kembali tangannya canggung dan meremas selimut yang menutupi kakinya. Namun bibirnya tetap tersenyum.

Kyung Won kembali menundukkan kepalanya.

Ayah Myunghee melanjutkan pembicaraannya dengan ibu panti secara pribadi dan meminta Kyung Won membawa Myunghee keluar sebentar.

Ya, Ayah Myunghee berniat untuk mengadopsi Kyung Won. Ia bilang akan menjadi penyokong tetap panti asuhan ini kedepannya. Dan juga memberikan fasilitas yang dibutuhkan oleh tempat ini supaya lebih layak untuk anak-anak berkembang dan meraih mimpinya.

Sejujurnya, Ayah Myunghee bukanlah dokter ginjal biasa, ia juga pemilik saham terbesar di sebuah rumah sakit di German dan juga putra tunggal dari pemilik jaringan supermaket terbesar di German.

Golden BloodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang