Prolog

31 6 4
                                    

Aku sedang memilah-milah gaun di lemari kacaku, karena seseorang mengajak makan malam di acara perusahaannya. Aku sedari tadi kebingungan memilih gaun mana yang cocok, aku juga lupa bertanya dia akan mengenakan setelan jas warna apa biar aku bisa menyocokkan.

"Hitam? Atau Putih ya? Ah biru juga bagus," gerutuku kebingungan.

Belum sempat mencoba gaun-gaun yang kupilih, bel rumahku berbunyi. Aku menuruni tangga hendak membuka pintu, kudapati dia berdiri membelakangiku di balik pintu.

"Ada apa?" tanyaku setelah membuka pintu.

Dia berbalik, "eh itu ... nanti malam....” ucapnya kebingungan seakan sulit sekali berbicara.

"Masuk dulu, yuk!” Ajakku agar dia merasa lebih santai.

Dia tetap diam tak bergerak. "Nggak usah, An. Aku mau bilang, nanti malem kita nggak jadi pergi ya?" Cepat sekali dia mengucapkan kalimat itu seperti sedang ijab qobul.

"Kenapa?" tanyaku kebingungan.

Dia menelan ludah, "Aku ada urusan lain."

"Jadi, kamu nggak akan datang ke acara itu?" tanyaku. Bagaimana mungkin dia tidak akan datang ke acara itu, acara itu sangat penting baginya. Banyak orang menunggunya di acara itu.

Dia menelan ludah lagi, "aku datang. Setelah urusanku yang lain itu selesai."

"Kamu akan datang sendirian?" Ayolah, aku bisa menunggumu. Tidak apa-apa datang terlambat.

Dia menggigit bibir bawahnya, "iya."

"Kita janjian di deket acara perusahaanmu aja, aku temenin kalo urusanmu udah selesai." Tawarku.

Dia menggaruk alis kirinya, "jangan. Belum pasti soalnya jam berapa urusanku selesai, aku nggak mau kamu nunggu lama."

"Ya udah deh, hati-hati ya." Haishh buang-buang waktu saja, tidak tahukah dia seharian ini aku hanya menyiapkan untuk datang ke acara itu bersamanya.

Dia mengelus rambutku, "maaf ya."

Aku hanya menggumam, sebal sekali rasanya. Dia berbalik pulang ke rumahnya yang ada di depan sana. Handphoneku berdering ketika dia sampai di pagar rumahku.

Ah, sahabatku rupanya.

"Halo," sapaku.

"An, aku lagi di jalan nih. Jalannya sama kayak ke rumahmu," Jelasnya.

Aku menutup pintu rumah dan masuk ke dalam, "ngapain ke rumahku?"

"Enggak ke rumahmu, jalannya aja yang sama. Ini aku mau ke rumah pria yang dikenalin mama sama aku itu loh," terangnya. Terdengar sekali sahabatku ini sedang senang.

Aku hanya menggumam.

"Kok nggak minat gitu, sih?" ucapnya.

Aku menggumam lagi, "iya, lagi badmood nih."

Kini dia yang menggumam, "setelah aku lihat alamatnya, ternyata rumahnya di depan rumahmu An.”

Handphoneku merosot jatuh, hingga layarnya mati. Rasanya seperti di belakangku ada mobil yang siap menabrakku, apa katanya tadi? Aku lupa atau aku tidak mendengar ya.

~O~

Cerita ini terinspirasi dari lagu-lagu berikut:
• Budi Doremi - Asmara Nusantara
• Lyodra - Mengapa Kita
• Tiara Andini - Maafkan Aku
• Ziva Magnolya - Tak Sanggup Melupa

Asmara Rindu NusantaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang