Pesan buatmu sebelum membaca:
Jangan berusaha menebak alur cerita ini
Jangan berusaha menebak sifat tokoh di dalamnya
Selamat membaca 💐
****
Seorang gadis merangkak memunguti sepasang sepatunya di selokan dengan tangan gemetar. Bulir bening jatuh lolos ke pipi melihat kondisi sepatu di jinjingan tangannya. Air berwarna kehitaman memenuhi sepatu itu, begitu kotor dan bau.
Matanya menyorot sendu. Lagi, dia disiksa hanya karena mendapat nilai beberapa poin lebih tinggi.
Ia memungut lembar kertas ulangan yang bercecer dan menyeka air di kedua pipinya.
"Aku nggak boleh cengeng. Keep strong, Zara!"
Gadis bermata teduh itu kemudian berjalan di sepanjang lorong belakang sekolah dengan bertelanjang kaki. Tidak ada seorang pun murid yang melihat kondisinya. Lagi pula, tidak akan ada yang mau menolongnya. Sejak awal dia tahu ini bukan tempat untuk orang sepertinya.
***
"Dia udah datang!" Letta, gadis imut berambut sebahu dengan poni melengkung ke dalam berlari tergesa-gesa dari teras kelas. Mendaratkan bokong lalu membatu di bangkunya.
Semua murid yang sedang asyik bermain-main di dalam, langsung berebut duduk di bangkunya masing-masing.
Situasi ini bukan saat seorang guru killer akan masuk ke dalam kelas. Melainkan kedatangan gadis yang dikenal lebih kejam dari guru. Bahkan, guru saja masih memiliki sifat toleransi.
"Shit! S lagi, S lagi. Mana gue belum selesai nonton!" Gadis yang berdandan cukup menor dengan bando pink di kepalanya, memasukkan ponsel ke tas dengan tampang kesal.
"Hah ... dua tahun ini emang cukup menyiksa. Kenapa si S harus sekelas sama kita, sih?" celetuk murid lelaki yang duduk di pojokan kelas dengan suara pelan. Murid berwajah blasteran tersebut mengira suaranya tidak akan bisa didengar.
"Aku masih bisa dengar." Suara dingin bernada berat membuat bulu kuduk semua murid merinding. Terutama murid lelaki yang baru saja mengucapkan kalimat terlarang tersebut.
Ia lupa bahwa gadis itu diberkati dengan pancaindra yang tajam. Gadis dengan lidah beracun, pendengaran tajam dan penciuman sensitif terhadap sesuatu yang kotor. Gadis itu juga memiliki sorot mata yang menusuk dan ... kulit yang sangat sensitif.
Bunyi hentakan sepatu mengusik pendengaran seisi kelas. Bersamaan dengan detak dua puluh tujuh jantung yang berdebar. Menantikan kalimat di ujung langkah sepatu berisik tersebut.
Di sekolah ini, hanya dia satu-satunya murid yang berani memakai sepatu—dari bahan kulit dan ber-sol keras—yang menciptakan bunyi cukup mengganggu. Bukan karena tidak ada guru yang menegur. Dia hanya mendapat hak istimewa di sini—SMA Pancasila.
KAMU SEDANG MEMBACA
Merapi & Benua [✓]
Teen FictionScarlet adalah badai di SMA Pancasila, seorang gadis angkuh yang selalu menyalahgunakan kekuasaan ibunya. Barangsiapa berani berurusan dengan Scarlet, maka risikonya adalah keluar dari kelas unggulan atau dikeluarkan dari sekolah. Sementara Benua, s...