3. Sepatu

10.9K 2.1K 147
                                    

"Kita selalu butuh orang untuk disalahkan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kita selalu butuh orang untuk disalahkan. Meskipun seseorang mengetahui dirinya bersalah, ia tetap mencari keburukan dari orang lain."


****

Bagi sebagian murid, bunyi bel mungkin menjadi yang paling ditunggu-tunggu. Saat di mana mereka bisa bebas sejenak dari pelajaran, berlari ke kantin dan menyantap makanan demi mengisi kembali tenaga mereka yang terkuras.

Namun, hal ini tidak berlaku di kelas utama SMA Pancasila. Satu-persatu murid keluar dengan gayanya masing-masing. Tidak ada satu pun yang berlarian, membuat keributan atau sekedar bersenda gurau. Tentu saja tidak ada peraturan untuk itu, mereka hanya terdoktrin gaya hidup kelas atas.

SMA Pancasila memiliki sebuah kantin utama dengan dua ruangan terpisah. Satu ruangan berfungsi sebagai dapur, satunya lagi ialah ruang makan yang dipenuhi dengan 100 meja dan bangku panjang yang berderetan.

Zara Camelia-gadis beruntung yang berhasil masuk ke SMA ini karena kepintarannya ini bisa makan di kantin sekolah berkat Risma-ibunya-yang bekerja sebagai juru masak di kantin itu. Jika tidak, Zara tentunya tidak akan sanggup membayar uang makan di sekolah elite tersebut.

"Hari ini menunya cumi. Kesukaan anak bunda, nih." Risma menyendokkan potongan cumi tumis ke dalam tempat makan Zara. Ia tahu benar Zara akan makan lebih banyak jika menunya adalah cumi. Risma tersenyum melihat anak gadisnya itu menghirup bau masakannya sambil tertawa renyah.

"Aduh!" Gadis bermata bulan sabit itu seketika terpelonjat kaget dan menepuk jidatnya.

Tindakannya sukses membuat Risma ikut terkejut. "Ah! Kamu mau bikin bunda jantungan, ya?"

Zara kembali terkekeh pelan melihat reaksi ibunya yang kesal. "Bunsay lebay, deh. Zara baru ingat tugas Biologi Zara untuk uji kompetensi olimpiade belum selesai, Bun."

Risma menghela napas sambil menggelengkan kepalanya. Harusnya ia sudah tak asing lagi dengan tingkah ceroboh Zara. "Ya udah, cepat makan sana. Ntar baru ngerjain tugasnya lagi."

"Ok, Bunsay!" Zara segera berlarian dari ruangan dapur menuju ruang tempat makan kantin itu. Tubuhnya yang mungil membuatnya mudah melewati celah-celah kumpulan manusia di kantin.

Sepandai-pandainya tupai menyelip, pasti tertabrak juga. Mungkin, inilah pepatah yang cocok buat Zara yang sekarang sudah menabrak orang di depannya.

"Ma-maaf," ucap Zara pada orang di depannya dengan mata masih tertuju-pada tempat makan berbahan stainless- yang jatuh ke lantai. Zara mencebik lesu melihat makanannya yang sudah acak-acakan. Sepertinya ia harus menahan lapar siang ini.

"Berapa harga kata maaf sekarang?"

Suara itu membuat tangan Zara yang baru ingin membereskan makanannya, mendadak gemetar. Siapa yang tidak mengenali suara mematikan ini? Pupil mata Zara bergerak ke depan, melihat sepatu khusus yang hanya dipakai oleh Scarlet. Sialnya lagi, ada sepotong cumi jatuh tepat di ujung sepatu itu. Apakah ini akhir baginya?

Merapi & Benua [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang