Boleh, dong vote & commentnya;)
.
.
.
.
.
.
."Lala! Lala, hoyy!" Tampak seorang bocah laki-laki mungil berambut hitam legam, tengah berlari menghampiri gadis kecil yang saat ini berbalik menatap dirinya dengan ekspresi kesal bercampur heran melekat pada wajah cantiknya.
"Tata, kita pacaran, yuk!" Ajak bocah lelaki itu dengan mengganti nama gadis kecil di hadapannya saat ini seenak jidat.
"Nama aku, tuh Lanta! L-A-N-T-A. Lanta! Bukan Tata atau Lala!" Tegur Lanta mengoreksi.
"Iya, deh iya maaf."
"Emangnya pacaran itu apa?" Tanya Lanta bingung, karena sebelumnya ia memang tak pernah sekalipun mendengar pasal hubungan spesial tapi konyol yang biasanya dijalani oleh sepasang remaja labil zaman sekarang itu.
"Atta juga nggak tau. Tapi, kata abangnya Atta, pacaran itu seru!" tukas Atta dengan binar terlihat di kedua netra hazelnya itu.
"Wah, kayak permainan gitu, dong?"
"Mungkin, Atta juga kurang yakin. Tapi, daritadi Bang Ael bahas pacaran terus sama temen-temennya. Nah, kan Atta juga penasaran, Atta nanya, deh pacaran itu apa?"
"Terus? Bang Ael jawab apa?" Tanya Lanta yang mulai diliputi oleh rasa penasaran.
"Awalnya Bang Ael jawab 'anak kecil nggak boleh tau', tapi Atta paksa terus sampe akhirnya dikasih tau."
"Terus jawabannya Bang Ael gimana?"
"Katanya, pacaran itu hubungan spesial antara cowok dan cewek yang udah beranjak dewasa," jelas Atta sembari mengikuti gaya abangnya kala menyampaikan penjelasan tentang apa itu pacaran.
"Kita, kan masih kecil, Atta!" kilah Lanta dengan nada tegas terkandung di dalamnya.
"Eh, dengerin dulu penjelasan Atta. Belum selesai ini."
"Iya, deh. Lanjutin, gih!"
"Nah, habis itu - "
"JANGAANNN!" Terdengar suara teriakan yang tampaknya berasal dari rumah bocah perempuan yang kini terlihat mengerutkan dahinya bingung.
"Loh, itu suara siapa?"
"Kok kayaknya dari rumahmu, ya, Ta?" Tebak Atta sembari menunjuk sebuah rumah megah yang memang terlihat mencolok di sudut jalan.
"Atta tunggu bentar, ya. Lanta mau cek dulu. Tunggu di sini. Jangan kemana-mana,"
"Oke. Kalo ada apa-apa, langsung teriak, ya. Nanti Atta langsung dateng. Atau perlu Atta temenin?"
"Nggak usah, Ta. Atta nunggu di sini aja, ya?"
"Siap, calon pacarnya Atta! Hati-hati, ya!"
"Iiiih! Lanta bukan calon pacarnya Atta, tau! Udah, ah! Lanta mau pulang dulu. Dadaaah, Atta!" Pamit Lanta seraya berlari kecil meninggalkan Atta menuju rumah tercintanya.
"Dadaah, Lanta calon pacarnya Atta!" Berusaha mengabaikan ucapan sahabatnya yang semakin melantur, Lanta terus berlari menuju rumahnya dengan setumpuk perasaan yang bercampur aduk dalam hatinya.
"Mama?" Panggil Lanta dengan suara lirih, begitu menemukan pekarangan depan rumah miliknya yang awalnya tertata rapi, indah, dan nyaman berubah menjadi tempat yang kotor, berantakan, dan.....
Berlumuran darah.
Lanta yang masih dibuat bingung akan perubahan kondisi rumahnya yang secara drastis dan begitu tiba-tiba, mencoba melangkah masuk ke dalam rumah dan menemukan ruang tamu yang lagi-lagi mengalami perubahan drastis seperti pekarangan depan rumahnya. Kotor, berantakan, dan kembali gadis itu menemukan beberapa bercak dan genangan cairan kental berwarna merah di seluruh sudut ruangan.
"Mama?! Mama sama Kak - "
TUK!
Merasa ada sebuah benda yang menabrak salah satu kakinya dari samping, Lanta terpaksa menghentikan langkah sesaat.
Benda itu, tampak seperti -
Kepala manusia. Ralat, benda itu memanglah kepala manusia. Lebih tepatnya, kepala mamanya yang sudah terpenggal.
"Lanta? LARRIIIII!" Kembali Lanta dibuat terkejut akan teriakan yang keluar dari bibir pucat mamanya, yang ternyata sudah kehilangan salah satu bola matanya.
"Mama? Mama, kenapa kepalanya copot? Mama? Mamaa!"
"Lanta," mendengar panggilan yang berasal dari belakang tubuh mungilnya, gadis kecil tersebut membalikkan badan secara perlahan.
"Ayo, udah waktunya sang ratu kembali ke pelukan rajanya."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
AtlanTas [ ON - GOING ]
Teen FictionUPDATE TIAP SABTU🔥🔥 . . . #1 CHAILENDRA SERIES (BISA DIBACA SECARA TERPISAH) . . . . Setelah peristiwa pembunuhan yang menimpa keluarganya tujuh tahun lalu, Atlanta Aine berubah menjadi sosok yang begitu mandiri dan tak pernah bergantung kepada...