"DASAR BRENGSEK!!"
Bersamaan dengan pekikan itu, sebuah benda tumpul berat berwarna biru dongker bertumbuk kencang dengan pipi kanannya. Rowoon yang setengah terkejut dengan hantaman tak terduga barusan, seketika terhuyung ke belakang. Belum sempat ia sepenuhnya sadar, hantaman demi hantaman yang sama kembali dilayangkan ke seluruh tubuh atletisnya, hingga jatuh tersungkur di lapangan rumput tempat latihan baseball sedang diadakan siang ini.
"TEN, STOP! Sudah hentikan!"
Walaupun Rowoon masih dalam posisi meringkuk layaknya bayi yang baru lahir, ia hapal betul suara perempuan kedua yang baru saja muncul. Suara dari seseorang yang mati-matian dihindarinya beberapa minggu belakangan.
Seketika pukulan-pukulan yang menghujami tubuh Rowoon berhenti. Perlahan, ia mencoba bangkit ke posisi duduk. Saat menyeka sisi bibir yang berdenyut nyeri, bercak noda darah tercetak di punggung kulit tangannya yang putih. Akhirnya ia bisa melihat bentuk benda yang sedari tadi digunakan Ten untuk memukulinya. Harga memang tidak bisa berbohong. Siapa yang sangka tas Louis Vuitton senilai jutaan won itu punya tambahan fungsi untuk memberi pelajaran pada orang brengsek seperti dirinya.
Akibat drama perkelahian kecil barusan, kini suasana di sekitar lapangan baseball Universitas Yonsei semakin ramai. Mahasiswa-mahasiswa lain yang kebetulan sedang beristirahat di pinggir lapangan menjadi tertarik untuk melihat sumber keributan. Bisikan demi bisikan mulai dikeluarkan berantai dari mulut ke mulut.
Bagaimana tidak? Sebuah pemandangan langka melihat atlet rupawan yang juga merupakan pitcher andalan tim baseball kampus mereka tergeletak tak berdaya dan tanpa perlawanan setelah dihantam seorang perempuan berwajah khas Asia Tenggara yang mungkin tingginya hanya mencapai dada Rowoon.
"Lepasin tangan gue, Doyi! Gue belum selesai ngasi ini orang pelajaran!"
Ten semakin berteriak histeris saat cengkraman tangan Doyoung semakin menguat pada lengannya yang sudah siap untuk kembali menghujani Rowoon dengan pukulan.
"Ten, please. Please stop. Malu diliatin banyak orang." Doyoung memohon dengan bibir bergetar. Semakin banyak pandangan mata yang tertuju pada mereka bertiga, semakin kalut perasaannya. Jika mereka tidak cepat pergi dari sini, bisa-bisa air mata yang sudah sekuat tenaga ia tahan sejak tadi akan luber di tempat ini.
"Kenapa lo harus malu! Dia yang harusnya malu!" Jari telunjuk Ten terarah lurus pada sosok laki-laki yang masih duduk sambil menunduk. "Berani-beraninya dia!! Setelah semua perlakuan yang harus lo terima gara-gara si brengsek keparat ini!!"
Seolah drama yang terjadi saat ini belum mencapai klimaksnya, seorang perempuan tinggi langsing dengan seragam cheerleader kampus mereka, berlari mendekati TKP. Ditangkupnya wajah Rowoon di dalam kedua tangannya, sedikit terpekik melihat noda darah dan lebam yang mengukir wajah kekasih barunya.
"Apa-apaan ini?! Kenapa lo mukulin pacar gue?! Asal lo tau, gue ga segan untuk ngelaporin ini ke pihak kampus sebagai tindak kekerasan ya!!"
"Cih!! Dasar pelakor! Sama aja lo berdua. Kampungan. Dasar gak tau malu!!"
Melihat si cheerleader dan Ten yang seperti sudah siap untuk sparring ronde kedua, Doyoung menggunakan seluruh kekuatannya yang tersisa untuk menyeret sahabatnya menjauh. Sambil berharap cemas tidak akan ada petugas keamanan kampus yang sampai datang untuk melerai perdebatan mereka.
***
Akhirnya kedua sahabat itu berhasil meninggalkan kampus tanpa hadangan pihak keamanan. Di dalam taksi yang mereka naiki, keduanya hanya duduk terdiam sambil memandang keluar jendela, sibuk dengan pikiran masing-masing. Jika Ten terlihat berantakan dengan rambut bercat platinumnya yang sudah megar dan awut-awutan seperti kepala singa, maka Doyoung, di sebelahnya, sudah lebih hancur luar dan dalam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Her Playlist
FanfictionSering denger istilah "soundtrack of my life"? Well, this is mine. A lot of it. Kim Doyoung.