1. Keluarga Ricuh

109 66 72
                                    

Jangan lupa klik bintang di pojok kiri bawah. Sekalian, ramein cerita ini sama komennya, ya.

Selamat membaca✨

______________________________________________


Nayya menatap sekeliling rumah tempat ia berkunjung dengan mami dan papinya. Tak menghiraukan obrolan orang-orang dewasa di hadapannya, Nayya malah sibuk memandangi satu persatu foto yang terpajang.

"Nayya emang nggak papa tinggal di sini?" tanya seorang wanita paruh baya yang duduk tepat di hadapannya Nayya.

Perempuan yang bertanya padanya ini adalah sahabat maminya, alias tuan rumah di sini. Entah siapa namanya tadi, ia lupa walaupun sudah sempat berkenalan tadi. Yang Nayya ingat, nyonya rumah ini sahabat mami, hanya itu.

"Nay sih, nggak papa Tan. Asal nggak dibawa pindah ke Singapura sama Mami. Tante nggak keberatan?" balas Nayya.

"Tante malah seneng, rumah jadi rame. Sejak Mia menikah, Tante malah sering kesepian," curhat sahabat Mami Nayya. "Mau ngobrol-ngobrol sama Zhafran, malah nggak nyambung. Ngobrol sama Jihan, bahasannya barbie terus."

"Namanya juga anak-anak, obrolannya nggak bakal nyambung sama kita yang umurnya udah hampir setengah abad," kekeh Mami.

Nayya yang menyimak hanya menampilkan senyum terpaksa. Ia tidak mengerti dengan topik obrolan mereka. Siapa Zhafran? Siapa Jihan? Nayya nggak tau. Nayya malah jadi bingung harus memberi respon yang seperti apa.

Nayya kembali sibuk memperhatikan sekeliling rumah. Ia menatap foto keluarga yang terpajang di ruang tamu. Fokus Nayya malah jatuh pada laki-laki yang tersenyum dengan mata yang ikut tersenyum. Eye smile laki-laki itu benar-benar mempesona di mata Nayya.

Dengan cepat, Nayya menggelengkan kepalanya. Menghalau rasa kagumnya pada sosok yang ada di dalam foto itu. Di hatinya sudah ada Elang, dan hanya akan ada Elang.

"Kamu kenapa?" Suara mami membuat Nayya menghentikan kegiatannya.

Nayya membulatkan matanya dan menggeleng sebagai jawaban untuk pertanyaan maminya.

"Kalau gitu, kami pamit dulu, ya," pamit Papi Nayya. "Beres-beresnya belum selesai, kasihan Nayya sama Maminya kalau beres-beresnya kepepet."

"Iya, titip Nayya ya, Ri. Kalau dia nakal, marahin aja, nggak papa. Anaknya kadang emang suka ngelunjak," sambung Mami sambil berjalan keluar rumah.

Nayya yang difitnah seperti itu hanya bisa pasrah menatap maminya. Ini kenapa maminya malah menjelek-jelekkannya, ya?

"Haha." Tante yang Nayya lupa namanya itu tertawa kecil. "Ini Nayya belum pindah ke sini, loh."

"Untuk jaga-jaga, kalau besok kelupaan bilangnya," balas Mami Nayya sambil terkekeh kecil.

Emang ya, kaum milenial seperti Nayya obrolannya tidak nyambung dengan kaum kolonial seperti maminya. Dari tadi mereka menertawakan ini itu, tapi Nayya tidak paham apa yang lucu dari ucapan mereka.

"Titip Nayya, ya." Mami memeluk sahabatnya saat sudah sampai di depan rumah.

"Iya, nggak usah khawatir. Nayya aman," jawab sahabat mami itu sambil membalas pelukan Mami Nayya.

"Kalau anaknya nakal, marahin aja," pesan Papi Nayya saat bersalaman dengan si tuan rumah.

"Aman Kak, kalau itu nggak usah dipikirin."

Setelah bersalaman dengan Papi Nayya, Tante itu malah memeluk Nayya. "Sampai ketemu tiga hari lagi," ucapnya.

Nayya hanya membalas pelukan itu, tapi tidak merespon ucapan tante itu. Setelah acara pamit-pamitan selesai, Nayya dan orang tuanya masuk ke mobil. Dan di sinilah Nayya mulai mengajukan aksi protesnya.

ZhafraNayyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang