Hening. Keduanya diam. Tidak berniat untuk membuka suara. Membiarkan ranting pohon membuat suara karena tertiup angin, membiarkan hiruk pikuknya kota menelan kedua insan yang pernah bersatu. Ingin sekali (name) mengenggam tangan hangat milik Akaashi, ingin lagi tertawa dengan Akaashi, ingin merasakan hangatnya pelukan Akaashi, lembutnya bibir Akaashi dan ingin merasakan kasih sayang yang Akaashi berikan, hanya untuknya.
"(name)." panggil Akaashi memecah keheningan yang berdiri di antara mereka. (name) mendongak, merasakan jantungnya berdetak lebih cepat setiap kali melihat wajah Akaashi, bahkan setelah mereka memutuskan untuk tidak lagi bersama. "Ada apa, Keiji- ah maaf, ada apa, Akaashi?" Akaashi mengembuskan nafasnya pelan, lalu terdiam. "Pulanglah, aku akan menginap di rumah Bokuto-san," lanjut Akaashi, matanya yang sayu melihat sekitar, menghindari kontak mata dengan (name) yang berada di sampingnya.
"Ah, baiklah kalau begitu. Aku akan segera membereskan barang – barangku dan segera mencari tempat tinggal yang lain. Maaf, selamat malam." (name) membungkuk lalu dengan tergesa – gesa, melangkahkan kaki pergi dari hadapan Akaashi.
Akaashi menahan tangan (name) sebelum ia benar – benar pergi. "Jangan. Aku yang akan keluar dan pindah. Untuk biaya sewa bulan ini, aku akan tetap membayarnya." (name) menarik tangan kirinya yang ditahan oleh Akaashi, menunduk, merasakan hangatnya tangan Akaashi walau hanya beberapa detik. "Selamat malam." (name) membungkuk lagi, lalu meninggalkan Akaashi yang terdiam di sana.
"(name)."
(name) menoleh,
"Maaf."
(name) hanya tersenyum. Akaashi sangat paham, di balik senyumnya itu (name) sedang menahan tangis. Matanya berair, masih tersenyum. (name) berbalik, pergi melangkah ke gelapnya malam.
Akaashi masih berdiri di tempatnya, melihat (name) pergi menjauh, menghilang di belokan jalan. Akaashi mendongak, melihat ke atas langit. Bertanya – tanya mengapa dunia bersikap jahat terhadapnya, mengapa dunia membuat mereka berdua terpisah walau sudah 5 tahun bersama?
Senyum itu, menyayat hatinya. Andai saja dunia bisa lebih baik lagi dan membiarkan mereka untuk bersama sedikit lebih lama dan tidak berakhir di sini. Akaashi mengusap matanya, mengeluarkan ponselnya. "Bokuto-san, aku akan menginap di tempatmu sementara ini."
Sedang, (name) menangis di sana, tangan kanannya meremas dadanya yang terasa sakit. Sesak. Sangat menyakitkan. Kedua matanya tidak berhenti mengeluarkan air mata. Berharap seseorang bisa mengeluarkan rasa sakit yang hinggap di dadanya. Melirik cincin emas putih yang melingkari jari manisnya. Cincin dari Akaashi Keiji yang berjanji untuk tidak meninggalkannya apapun alasannya, "Keiji," panggilnya pilu.
Malam itu, Akaashi Keiji melanggar janjinya dan pergi meninggalkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Red String | Akaashi Keiji
Novela Juvenilit's hard to turn the page when you know someone you know won't be in the next chapter. -Thomas Wilder 2020 by moansloudosamu