Sayang

1 0 0
                                    

            "Bli, Dewata tinggal dulu ke tepi pantai!" Sahutnya pada seseorang didekat dermaga.
           "Masih magang rupanya."
          "Yahh sekali-kali bantuin orang kan gak ada salahnya. Aku juga pengennya di Shalavwanza aja sama Bli Ben, biar bisa ketemu kamu terus." Balasnya menggelikan.
          "Apaan sih? Mau kerja apa ngebucin?!" Ejekku.
          "Ya jagain kamu lah, ngapain lagi.. Kerja sambil ngebucin kan lebih enak. Heheh." Jawabnya santai. Aku langsung mencubit pinggangnya gemas.
          "Ouw.. gemes banget sii ahh.." Aku membuang pandangan kearah lain, berusaha membuat dirinya merasa bersalah telah mengatakan itu. Lihat saja!
          "Yaudah enggak gitu.."
          "Terus?"
          "Aku sayang kamu." Matakku heran sekaligus senang mendengarnya. Ah pria ini selalu saja berhasil membuatku salah tingkah sendiri.
         "Cieh.." Tangannya menyikutku pelan.
         "Apaan siih." Kataku sok jutek. Dan bercandaan receh itu pun berlalu hingga kami berdua lelah mesam mesem satu sama lain saking malunya. Haha! Aku tidak pernah bisa lebih lama lagi mempertahankan egoku jika kata 'sayang' itu sudah diucapkannya. Entah, aku benar-benar seperti remaja yang baru saja terkena cinta monyet! Begitu mudahnya merasa bahagia saat orang yang disukai mengatakan sayang.
          "Loh kok diem? Duh, pasti bahagia banget di sayang sama Dewata ya? Iya?" Hatiku yang baru saja berbunga-bunga langsung lenyap begitu saja saat wajah ge-er nya memperhatikanku penuh kemenangan. Dia benar-benar pria tampan yang menyebalkan.
          "Apaan sih!? Ge-er!" Aku ingin kembali mencubitnya dengan gemas. Sudah kubilang dia menyebalkan, selalu saja tau apa yang aku pikirkan.
          "Yeh, udah yuk katanya mau liat sunset." Tangannya merangkulku lagi lebih erat. Kami sudah seperti pasangan kekasih yang sedang berbulan madu, bergandengan tangan, jalan-jalan romantis, bahkan seluruh Bali pun rasanya mendukung semua itu. Pangeranku, kapan kamu akan memautkan perasaan itu padaku? Aku butuh kepastian, aku harap segera.

***

          Gaun putihku terus dihembuskan oleh ombak, seolah ia menolak untuk didekati. Tanganku masih terpautkan dengan tangannya, langkah kaki kami seirama. Aku tak memandang lelaki itu lagi, pandanganku dialihkan oleh keindahan sang mega merah. Aku tak pernah ingat kapan matahari tenggelam selama ini, tetapi cepat atau lambat ia pasti akan lenyap. Sama seperti kamu, cepat atau lambat, pada akhirnya kamu akan mengakui perasaan itu padaku. Atau mungkin memendamnya hingga semesta memberitahuku dengan sendirinya. Mungkin kamu sedang berusaha untuk mendapatkan sebanyak mungkin simpati dari orang-orang yang kusayangi, seolah mereka akan mengaminkan kita berdua. Aku akan selalu berprasangka baik, karena aku tau rencana Tuhan akan selalu lebih baik dari apapun yang kuharapkan. Itu pasti kan?
Kualihkan kembali pandanganku padanya, ternyata dari tadi ia memperhatikanku. Ah wajah teduh itu.
          "Jangan ngeliatin aku kaya gitu dong. Kalau aku jatuh cinta sama kamu gimana?"
Sial! Pintar sekali pria ini hingga membuatku tak tahan menahan senyum dengan pipi yang memerah. Hentikan! Kalaupun kamu jatuh cinta ya katakan saja, tak perlu membuatku jadi banyak bertingkah seperti ini, dasar menyebalkan.

***

MagentaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang