Bagian Tiga

11 1 0
                                    

"Perhatian semuanya! Dalam rangka penyambutan siswa baru sekaligus ulang tahun sekolah, OSIS mengadakan berbagai lomba." Suara lembut wanita muda itu membuat kelas X MIPA 2 hening.

"Ibu minta Larfyan dan Drean mengisi acara mewakili kelas kita," lanjutnya.

Sekelas menyetujui keputusan Bu Eli, mungkin disebabkan oleh lingkungan yang baru, mereka tidak terlalu gaduh. Larfyan yang memang berniat mengukir banyak prestasi pun menyetujui. Kingel dan Javier masih diam, tidak tertarik dengan ucapan wali kelas, toh sudah diatur.

"Siapa yang mau mewakili kelas dalam lomba melukis?" Pertanyaan ini sontak menarik fokus Kingel.

Tangannya terangkat, begitu antusias. Namun, tatapan ragu ditujukan padanya. Kingel meremas jarinya, berusaha untuk tak acuh, sedangkan Javier hanya menatap dalam diam, ia paham. Bu Eli masih membisu seakan ikut meragu pada Kingel, sungguh Kingel tidak memiliki mental yang kuat. Dirinya nampak gelisah, mulai malu.

"Bu, Larfyan bisa ngelukis juga."

"Larfyan? Bener?" Perlahan tangan Kingel menurun, nama Larfyan terucap dalam benak, bersamaan dengan nama-nama hewan.

"Iya, Bu. Tapi nggak bisa-bisa amat, kok." Senyuman wanita itu mengembang, keputusan sepihak yang dibuatnya sukses membuat Kingel semakin menaruh kesal pada Larfyan.

Rasa malunya makin menggunung, ketika berbalik Javier menatapnya prihatin. Beberapa anak bahkan ikut berbalik menatapnya, masih dengan mulut yang bungkam. Membuang napas, Kingel memasang muka datarnya, dalam hati berjanji tak akan mengajukan diri lagi.

***
Telinga Kingel memanas, nama Larfyan terus melayang ke mana pun ia melangkah. Iya, dirinya tengah iri. Masih menolak untuk mengakui kehebatan Larfyan.

"Oh, jadi prinsip lo cinta-cintaan kalau udah gede aja?" Tawa Kingel tertahan saat mendengar kalimat itu.

"Iyaa, bener banget. Sekarang waktunya buat nata masa depan dulu, lhaa. Ya kali hidup ke depan susah, terlantar," ucap Larfyan lembut.   Good boy julukan yang disematkan padanya.

"Z.L, Zhindy, tadi gue liat dia di toilet." Tangan Kingel terlipat di depan dada. Jika biasanya malu menguasai, kali ini Kingel terlanjur kesal.

"Hah?" Sahutan-sahutan mulai terdengar, tetapi itu tidak menarik perhatian Kingel. Senyum miring tercetak saat melihat Larfyan menatap tajam.

Sebelah alis Kingel terangkat, lalu beranjak dari tempat duduknya. Ponsel ditaruh di kumpulan siswa yang menatapnya bingung. Segera ia buka sebuah foto, di sana, Larfyan sedang berbincang dengan Zhindy.

"Apa-apaan sih, lo!" bentak Larfyan menghebohkan kelas.

"Yaudah sih, suka-suka Larfyan. Kok lo yang repot," ujar Heni membuat Kingel semakin kesal. Para penghuni kelas lainnya juga ikut menyetujui, hari yang buruk lagi untuk Kingel.

"Sikiring wiktinyi biit niti misi dipin dili," ejek Kingel sembari meninggalkan kelas, tak lupa bahu Larfyan yang disenggol sengaja.

Tawa teman-temannya yang lain pecah, membuat Larfyan ikut emosi. Namun, Larfyan terlalu pandai mengatur sikap. Tepat saat ini, Kingel begitu membenci sosok Larfyan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 14, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

RELIEVEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang