Blue Circle

132 11 47
                                    

Ting!

Gemuruh langit sudah terdengar kencang di pagi basah bulan November. Suara becek kaki para penduduk ikut meramaikan trotoar lebar pinggir kota di hari kerja.

Pecahan pecahan genangan air meriuh ramai ramai karena antri berebut posisi depan menunggu bus di pinggir jalan.

Ting!

Ia merasakan itu. Getaran pada ponselnya yang sudah terasa bahkan saat baru melangkah keluar apartemen di daerah sudut kota.

Ting!

Sekali lagi berbunyi, dan Jinyoung tahu Senin ini akan menjadi awal minggu yang berat.

Ujung mantel tebalnya bergantungan di sebelah lutut, ikut bergerak seirama tapak kaki bernada renyah. Jinyoung suka sepatunya, persis sepatu kuda.

Tidak memelankan langkah namun ia tahu fokusnya akan berkurang karena harus membuka belasan email yang masuk mendadak dari Korea.

Menyingkir dari kerumunan pejalan, alamat email yang sudah akrab di matanya mulai memenuhi kotak masuk berornamen merah dan putih.

Ah, Jinyoung ingat ia mendaftar ke biro jodoh beberapa minggu yang lalu secara online. Tunggu, apakah mereka sudah memiliki pasangan yang cocok untuknya?

Bae Jinyoung atau yang sekarang akrab di panggil Jinyoung Bae, merasa usianya sudah cukup matang untuk mencari pendamping. Meski sang ibu tidak pernah memaksa tapi Jinyoung sadar diri wanita itu menginginkan seorang cucu dari anak tertuanya.

"Pesanan. Pesanan. Pesanan. Semua pesanan." Gumamanya dalam bahasa ibu teramat pelan. Terdengar bagus untuk divisi penjualan karena pesanan produk kian meningkat dari hari ke hari. Jinyoungpun mampu membuktikan bahwa setelah tahun kemilaunya, ia mampu hidup dan menghidupi diri sendiri sebagai pria biasa.

7 tahun yang berkesan untuk Jinyoung. Namun ia harus merasa cukup dengan semua kerlap dunia hiburan dan memilih mengasingkan diri, memanfaatkan relasinya yang lumayan sebagai ladang uang baru.

"Stockholms sepertinya bukan tempat yang pas untuk jatuh cinta." Kikih Jinyoung meruntuki kebodohannya yang percaya dengan biro jodoh. Pilihan awal dan selalu menjadi alasan terkuatnya mengangkat kaki dari tanah air--pulang kaya raya sebagai pengusaha.

***

Andrean tampaknya kian menjulang dari hari ke hari. Lihat bagaimana tubuh besar pria itu mengenggelamkan badan Asia Jinyoung yang tipikal kecil dan kurus. Bukan tandingan warga eropa.

Pria bermata kelabu dengan rambut panjang yang ikal berdiri sembari bertumpu sebelah tangan pada meja kerja Jinyoung. Mengamati pesanan yang cukup banyak dan butuh diskusi beberapa divisi untuk produksi. "Koordinasikan lagi dengan logistik. Kita belum pernah menerima pesanan sebanyak ini." Ungkap Jinyoung dalam bahasa inggris yang belum terlalu native.

"Tapi ini pemasukan besar besaran." Andrean bergumam kemudian. Tawaran yang menggiurkan untuk perusahaan kecil mereka.

Tentu Jinyoung mengangguk. Sebagai ketua divisi penjualan, pesanan kali ini sangat menguntungkan perusahaan. "Bahan baku tiga kali lipat lebih banyak dibutuhkan." Sambung Jinyoung.

"Wanita itu akan mengamuk jika kita minta secara mendadak." Balas Andrean menegakkan tubuh lalu melipat tangan di depan dada.

Jinyoung memutar kursi menatap pada rekan divisinya yang memiliki wajah khas para bangsawan eropa. "Itulah kenapa aku memanggilmu." Ucapnya. "Kami semua tahu betapa Lily sangat dan hanya mendengarkanmu. Kami--"

"Kalian memanfaatkan perasaan wanita itu?!" Andrean membola terkejut dengan ungkapan ketua timnya tadi.

Sedangkan Jinyoung hanya bisa mengulum bibir. Memang itu yang sejak tadi terlintas di kepalanya. "Aku tidak mau memanfaatkan perasaannya."

Bitter Chocolate [Winkdeep]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang