Bercak Darah

17 14 2
                                    

"Setelah di pikir-pikir, kalau emang ibu mau kerja juga, ibu buka bisnis jahit saja, kan ibu pintar jahit." Perkataan Okta membuat ibunya mendapat ide. Itu adalah ide terbaik, dan ibunya mengumpulkan modal untuk membuka bisnis dan memulai pekerjaannya.


Beberapa hari berlalu, Okta dan ibunya sudah merasa baikan dan bola mata keduanya sudah tidak di genangi air mata setiap saat.

Tak disangka hasil kerja bisnis jahitan ibu banyak yang meminati. Sementara itu, Okta sibuk latihan agar bisa menang di hari perlombaan nanti.

Mereka bekerja keras bersama, Okta sibuk latihan dan ibunya sibuk menjahit pakaian. Walau hasilnya tak begitu besar, namun kehidupan mereka meningkat.
Okta sangat bersyukur dengan itu semua.

Beberapa saat Okta latihan ia teringat akan kakak laki-lakinya itu.
Ia kembali ke depan jendela kamarnya, meratapi bagian halaman.

"Okhi, kamu di mana? Apa sudah lupa dengan keluargamu, sampai-sampai saat rumah kita berduka kamu tidak ada untuk melihat ayah untuk terakhir kalinya. Hidupku sangat kekurangan tanpa sosok kedua laki-laki yang kusayang dalam hidupku." Okta kembali meneteskan air matanya dan berhenti sekilas untuk membaringkan badannya karena lelah.

" Jadikan kekuranganmu itu sebagai iekuatanmu" Park_Jimin

"Dan aku akan menjadikan kekuranganku itu sebagai kekuatanku." ucap Okta yang mengingat kata-kata member BigHit lagi.

Lain halnya dengan kakak Okta yang sudah dewasa tapi jati dirinya tak pernah terlihat dan tidak ada kabar sampai detik ini

Beberapa hari berlalu, Okta latihan cukup keras dan lomba yang di tunggu pun tiba. Ia sangat semangat, dan akan berangkat bersama ibunya ke tempat itu.

Sebelum ia berangkat, Okta mengambil album BTS yang selalu menginspirasinya sambil mengusap-usap bagian depan album itu.
Dan berdecak, "Dukung aku ya, agar aku bisa menang lomba itu dan latihanku tidak sia-sia."

Okta berangkat. Di depan gerbang rumahnya ia terdiam tanpa gerakan karena teringat akan sosok ayahnya.
"Andai ayah masih ada, pasti ayah melihat Okta juga di tempat itu," batinnya.

Dalam perjalanan, sembari bertemu Fian di depan rumah miliknya.
"Okta, mau kemana?" tanyanya.

"Aku mau pergi ikut lomba pentas menari sekecamatan. Apakah kamu mau ikut menontonku?" tanya Okta kembali

"Ahh! Aku tidak bisa, hari ini aku mau ke rumah paman, sayang sekali. Tapi aku tetap mendukungmu, semangat ya," tutur Fian lembut.

Okta kembali melanjutkan perjalanannya ke tempat pentas tersebut hingga sampai. Dirinya bersiap-siap.

"Okta, kamu harus semangat ya, kamu pasti bisa," kata ibu penuh kebahagiaan.

Lomba pun di mulai. Sorak meriah para hadirin, menyoraki idolanya.

Namun berbeda dengan Okta yang ditemani ibunya, tanpa penggemar apapun, tapi Okta tetap semangat demi menang.

"Disini sangat ramai, aku bisa tidak ya, aku pertama kali tampil di depan banyak orang, aku sangat malu, tapi aku harus bisa, aku udah berlatih sekuat mungkin." Keyakinan Okta tak pernah luntur sambil mengenggam tangannya.

Semua peserta berlomba sekuat  mungkin. Giliran Okta pun tiba, ia awalnya cukup diam kaena ragu nanti dancenya tidak ada yang meminati.
Sambil berucap bismillah Okta memulai dancenya dengan senyuman dan mengeluarkan semua kemampuannya.

Dewan juri awalnya tidak begitu tertarik tapi lama-kelamaan dewan juri sangat tertarik dengan dance Okta.

Ibunya senang dengan penuh doa semoga Okta bisa.
Pertandingan pertama dan kedua selesai.

"Ha? Siapa dia? Okta? Ishh ini tidak boleh di biarkan," Gerutuh salah satu peserta dan ternyata dia adalah teman Mira yaitu Lia, merupakan haters dari Okta.

Sebelum lomba terakhir di mulai, Lia memberitahu Mira bahwa ada Okta Yang ikut lomba itu juga.
"Tenang saja, Okta akan celaka!" Mira mengeluarkan senyum iblisnya.

"Akhirnya semua berjalan sesuai rencana, tinggal satu ronde lagi aku bisa menang, aku pasti bisa!" seru Okta dengan semangat.

Okta mengira pertandingan terakhir akan sesuai dengan yang dipikirkan juga. Tapi naas. Lia dan Mira mempunyai rencana untuk menjatuhkan Okta.

Keduanya melakukan rencana liciknya pada Okta yaitu menyimpan paku pada sepatu dance sehingga saat tiba giliran, Okta tidak bisa memenangkannya.

"Ini dance yang terakhir, aku pasti bisa. Ayah doain Okta biar bisa menang." Okta berkata dalam hati sambil menahan tangisannya karena teringat sang ayah.

Dan pertandingan terahir di mulai.

Okta bersiap-siap dan memakai sepatunya, Lia dan Mira yang mengintip di balik gorden hitam sangat senang sambil tertawa licik.

"Sekarang giliran aku lagi. Biamillah."

Awalnya Okta tidak merasakan apapaun namun beberapa menit Okta mulai kesakitan, ia tidak tahu karena apa.

Kaki Okta mulai sakit karna tusukan paku. "Ada apa ini? Kenapa kakiku sakit, aww!" batin Okta.

Raut wajah Okta mulai di penuhi keringat dan kegelisahan, rasanya ingin berhenti saja.

Sambil dance, matanya perlahan-lahan melirik pada bagian kakinya, dan yang ia lihat adalah darah pada bagian kaos kakinya penuh bercak memerah, membuat kaos tersebut tak berwarna putih cerah lagi.

"IMPIAN ARMY"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang