Matahari mulai menyapa semesta. Dengan terpaksa aku membiarkan mataku terbuka. Kini diriku tengah duduk di pinggir tempat tidur untuk mengumpulkan nyawa.
Kini aku tengah mempersiapkan diri untuk ke sekolah. Segera saja aku memakan makanan seadanya. Lalu berpamitan kepada ibu dan bapak.
Segeralah aku berlari menuju halte terdekat. Alih alih menumpang di mobil yang berisikan tuan muda, aku lebih memilih untuk menaiki bus kota.
Setelah cukup lama aku berdesak desakan dengan orang orang yang tidak kukenal, kini aku telah sampai di tempat pemberhentian. Cepat cepat aku turun lalu berjalan menuju gerbang neraka kedua.
Disinilah neraka keduaku, ya di sekolah. Tempat ini adalah neraka yang lebih panas dibandingkan dengan rumah majikan tempat diriku tinggal. Disinilah semua caci makian aku terima setiap harinya.
Baru saja aku menapakkan kaki di koridor, sudah ada tim gosip prosefional yang siap untuk membawa informasi untuk dibeberkan ke seluruh penjuru sekolah. Tim gosip profesional kini tengah melihat diriku dari ujung rambut hingga ujung kaki. Mereka berniat untuk mencari sepercik kekurangan yang ada pada diriku.
'Oh anak pembantu berani sekolah disini ternyata'
'Anak pembantu sok cantik'
'Dasar manusia sok anggun'
'Gausah sok kalem lo anak pembantu'
Mungkin seperti itulah hal hal yang mereka ucapkan ketika aku menampakkan diri di hadapan mereka.
Kini aku sudah berada di depan pintu kelas 11 MIPA 3. Tanpa segan aku membuka pintu kelas dan aku menemukan sepasang kekasih yang tengah berciuman.
Tanpa berpikir panjang aku segera keluar dari ruangan yang diisi oleh kedua manusia yang kusebut setan. Kakiku membawaku untuk ke kantin yang bermaksud untuk membeli makanan atau minuman daripada melihat kedua setan.
Disini aku duduk. Di pojok kantin, sendirian, tenang. Lalu seseorang menghampiriku sambil berkata 'ngapain disini?'. Orang itu adalah Renjuno Aksara atau yang lebih kerap kupanggil renjun.
"Tadi ada kegiatan haram di dalam kelas"
Kata itu keluar dari mulutku untuk menjawab pertanyaan renjun.
"Adegan haram?"
Aku tidak tau apakah dia polos atau pura pura polos?
"Renjuno Aksara adegan haram yang ku maksud adalah adegan dimana kedua insan saling mendekatkan mukanya yang berakhir menautkan kedua bibirnya dan mereka menikmatinya."
"Oh"
Karena kantin mulai dipenuhi oleh manusia manusia, akhirnya aku memilih untuk kembali ke kelas bersama renjun. Sebelum semua orang memakiku lebih baik aku menghindarinya terlebih dahulu.
Sesampainya di kelas, adegan haram yang dilakukan kedua manusia tadi ternyata sudah di hentikan. Dan aku hanya bisa mengucap 'Alhamdulillah' karena mataku selamat dari adegan yang tidak pantas untuk di pertontonkan.
Aku duduk di bangku yang sama dengan Renjun. Alasannya karena Evelyn dan Zara duduk di bangku yang sama. Aku tidak punya pilihan lagi selain aku duduk dengan renjun, toh itu tidak buruk juga.
Jam pertama merupakan mata pelajaran Fisika. Dimana semua murid membecinya, tak terkecuali diriku. Kini sang pengajar tengah meminta hutang kepada murid muridnya dalam artian menagih PR yang dua hari lalu diberikan.
Semua siswa sudah mengumpulkan, kecuali sang tuan muda Jenoreksa Pratama. Kini diriku tengah bersiap siap untuk menerima hukuman dari sang pengajar.
"Jeno sekarang juga kamu bersihin lapangan indoor"
Dengan sigap sang tuan muda menatapku seolah memberikan kode untuk segera menggatikannya. Dengan berat hati diriku berkata "biar saya saja pak yang bersihin".
Sebenarnya sang pengajar menolak. Namun diriku memberikan alasan supaya sang tuan muda tetap berada di kelas dan mengikuti pelajaran. Toh aku tidak mengikuti pelajaran pun sudah terbilang pintar.
Disini diriku berada. Di lapangan indoor yang di kelilingi kelas kelas. Dengan cepat aku membersihkan indoor tanpa peduli banyak netra yang memandang dengan tatapan meremehkan.
Satu jam telah terlewati untuk menyelesaikan hukuman. Kini aku duduk di pinggir lapangan berniat untuk menghilangkan penat.
Kurasa sudah cukup aku duduk santai. Akhirnya aku berdiri, dan betapa tekejutnya diriku melihat sekujur tubuhku kini telah basah.
Dan sang pelaku hanya bisa tertawa sambil berkata "enak kan disiram?". Sudah kuduga pelakunya pasti sama. Aku tak tahu apakah diriku punya salah dengannya sehingga dia berlaku keterlaluan seperti sekarang.
Namun ada sepasang lelaki menghampiriku dan memberikan jaketnya padaku.
"Liyan punya salah apa sih sama lo?"
Itu suara dari seorang Arnandito Jaemin. Pahlawanku di setiap aku menghadapi rintangan. Dia yang selalu membelaku disaat orang orang berkata buruk tentangku.
"Dia nggak punya salah sih. Cuma seru aja nyiram dia kayak gitu. Liat deh dia udah menggigil kedinginan gitu. Liat dia menderita tuh kebahagiaan buat gue."
"Heh jalang!"
Itu bukan suara Jaemin, melainkan suara Haechan. Dia sama baiknya dengan Jaemin. Dia juga selalu membelaku.
"Lo siapa berani manggil gue dengan sebutan jalang? Bukannya gadis ini yang pantes lo sebut jalang?"
Sang pelaku menaikkan nada bicaranya yang diikuti dengan jarinya yang kini tengah menunjuk pada diriku.
"Jalangnya nggak bisa ngaca sekarang. Atau perlu gue beliin kaca?"
Aku tidak tahu seberani itu Haechan sampai sampai dia berkata seperti itu. Padahal dia tau bahwa di pelaku adalah anak dari wakil kepala sekolah.
"Gausah sok jagoan lo. Dan gausah ngatain gue jalang! Gue bisa keluarin lo dari sekolah! Lo lupa bokap gue wakil kepala sekolah?"
Si pelaku berbicara dengan nada arogannya. Sama arogannya dengan tuan muda.
"Terus kalau bokap lo wakil kepala sekolah gue harus bilang WOW gitu?"
Kali ini Jaemin ikut membuka suara
"Ya iyalah secara kan bokap gue ikut berkuasa"
"Kakek gue yang punya sekolah ini gue biasa aja tuh"
Tentu saja kini aku sangat shock. Seorang Arnandito Jaemin ternyata cucu dari pemilik sekolah? Tak kalah terkejutnya dengan diriku, sang pelaku kini tak berani mengucapkan sepatah katapun.
Sang pelaku kini pergi meninggalkan lapangan. Mungkin dia terlalu malu berhadapan dengan cucu pemilik sekolah.
"Liyan lo gapapa?"
Itu suara lembut jaemin.
"Gapapa kok"
"Gausah sok tegar li. Pulang aja gih gue ijinin ntar."
Itu haechan bukan jaemin
"Gapapa kok aku bawa baju ganti di kelas"
"Oh ok. Kita balik dulu ya li."
Sekarang aku beranjak menuju kelas. Dan di kelasku saat ini ada
Kita sudahi part ini
~author
KAMU SEDANG MEMBACA
CERITA REKSA || Huang Renjun
Historia CortaMencintai Jeno merupakan suatu kemustahilan