Friends

575 47 0
                                    

"Hai Lalisa.." sapa seorang pemuda yang terlihat sedang berdiri didepan pintu kelasnya.

"Halo Gyu. Ada apa? Kau menungguku?" Tanya Lalisa kepada si pemuda yang menyapanya tadi.

Mingyu tersenyum, cukup manis sehingga membuat beberapa murid perempuan yang ada disekitarnya memekik tertahan. Hanya Lalisa yang menampilkan raut ramah seperti biasanya, tidak terpesona oleh manisnya si pemuda  tinggi berkulit tan tersebut.

"Heum, aku membawakan puding cokelat kesukaaanmu. Ibuku yang membuatnya spesial untukmu." Jawab Mingyu tanpa meluruhkan ekspresi bahagianya pagi ini.

Lalisa tersenyum canggung, merasa tidak nyaman dengan perlakuan Mingyu yang seperti ini kepadanya. Terlebih setelah insiden beberapa waktu lalu, Mingyu bahkan selalu berusaha menempel pada Lalisa disetiap kesempatan.

"Hm... Kenapa kau selalu merepotkan dirimu sendiri? Aku jadi merasa tidak enak, apalagi dengan ibumu." Dengan raut wajah yang kentara kalau dirinya tidak nyaman, Lalisa mengungkapkan apa yang mengganjal dalam fikirannya.

Terlebih melihat raut wajah Mingyu yang terlalu sumringah, Lalisa hanya tidak ingin memberikan harapan palsu kepada pemuda dihadapannya ini.

Tanpa meluruhkan senyumnya, Mingyu meletakkan kotak bekal berisi puding cokelat itu ke tangan Lalisa.

"Ey.. jangan berkata seperti itu. Kau tahu kalau aku tak keberatan sama sekali. Terlebih itu untukmu gadis yang ak-"

Belum sempat Mingyu menyelesaikan ucapannya, Lalisa menghentikannya segera. Risih karena posisi mereka yang berdiri di depan kelas dan menjadi tontonan beberapa siswa yang ada di koridor, dan bosan dengan percakapan yang selalu itu itu saja.

"Bisakah kau berhenti Kim? Kita sudah membahas ini ribuan kali, aku bosan mengatakan hal yang sama berulang kali." Lalisa memohon sambil menahan nada suaranya agar tidak meninggi.

"Tapi aku sedang berjuang Lisa-ya, berjuang untuk mendapatkanmu. Siapa tahu nanti kau akan berubah fikiran setelah melihat perjuanganku." Mingyu masih berusaha menampilkan senyumnya, tapi bila dilihat dengan jelas itu bukan senyum bahagia seperti tadi. Hanya senyum getir yang malah terlihat menyedihkan bagi Lalisa.

"Kau tahu apa jawabnku. Kau tahu kalau semua yang kau lakukan sia-sia. Kalau kau terus seperti ini, bukannya luluh aku malah akan membencimu Kim Mingyu."

Lalisa masuk kedalam kelasnya, meninggalkan Mingyu yang masih mematung berdiri di depan kelas Lalisa. Sampai bunyi bel pertanya masuk menggema, barulah pemuda Kim itu beranjak menuju kelasnya sendiri yang ada diujung lorong.

FRIENDS

Jam menunjukkan pukul 2 dini hari, dan diluar hujan turun cukup deras. Ketukan pintu yang bertubi-tubi berhasil mengganggu tidur Lalisa. Bahkan suara hujan dan beberapa kali guntur menyapa tak meredakan ketukan pintu yang lebih terdengar seperti gedoran tersebut.

Dengan separuh nyawa yang terkumpul, Lalisa berjalan gontai menuju pintu. Sambil berusaha menerka orang gila mana yang bertamu di jam 2 pagi terlebih saat hujan deras seperti ini.

Sebelum membuka pintu, Lalisa melihat terlebih dahulu layar interkom yang terhubung dengan pintu depan. Dan Lalisa cukup terkejut saat mengetahui yang sedang berdiri didepan rumahnya adalah Kim Mingyu, si pemuda yang menurut Lalisa mendadak seperti orang kurang waras akhir-akhir ini.

'Apa yang dilakukannya disini? Sepertinya dia benar-benar sudah gila' batin Lalisa sambil meringis melihat penampilan Mingyu yang basah kuyup.

Lalisa membuka pintu, langsung menghadang Mingyu sambil melipat tangannya di depan dada. Meminta penjelasan lewat sorot matanya yang tajam dan dingin.

Mingyu meringis kecil, karena seluruh tubuhnya yang basah kuyup dan tatapan dingin Lalisa padanya yang seolah ingin melenyapkan dirinya sekarang juga.

"Hai Lisa-ya.. Kau sudah tidur ya..?" Mingyu memcoba berbasa-basi seraya menampilkan cengirannya.

Namun Lalisa tak sedikitpun mengendurkan raut wajahnya. Bahkan ucapannya sama dinginnya dengan cuaca malam ini.

"Apa maumu Kim Mingyu? Jam berapa ini? Kau sudah gila?? Apa yang kau lakukan didepan rumahku jam 2 pagi Kim?!!" Tanpa sadar Lalisa meninggikan nada suaranya. Bahkan sekarang dadanya terlihat naik turun seiring dengan nafasnya yang menggebu menahan marah.

Karena menurut Lisa, kali ini Mingyu sudah kelewatan. Bahkan mungkin sudah kehilangan kewarasannya juga yang ikut terbawa oleh air hujan.

Masih menampilkan senyumnya, Mingyu mengucapkan kalimat- kalimat yang bahkan Lalisa sudah bosan mendengarnya.

"A-aku menyukaimu.. ani.. aku mencintaimu. Tak bisakah kau coba untuk membuka hatimu untukku Lisa-ya? Aku sudah berjuang untukmu, untuk mendapatkan hatimu. Tak sedikitpun kau tersentuh dengan semua ini Lisa-ya?" Suaranya bergetar. Entah karena kedinginan atau menahan perasaannya.

Lalisa menghembuskan nafasnya kasar. Sebenarnya dia iba melihat keadaan Mingyu yang seperti ini. Tetapi bila Lalisa bersikap baik, Mingyu akan menyalah artikan sikap baiknya. Lalisa juga serba salah disini, sudah kehabisan cara untuk memberi pengertian kepada pemuda dihadapannya ini.

Lalisa memejamkan matanya. Mengumpulkan seluruh kata yang selama ini masih dipendamnya. Saat sudah merasa yakin, Lalisa menarik nafas perlahan dan menatap Mingyu tepat pada bola matanya.

"Kau sudah tahu jawabanku dengan jelas. Aku hanya menganggapmu sahabatku, bahkan lebih seperti saudara. Kita berteman sejak masih sekolah dasar,  kita bahkan tahu dengn jelas keburukan masing-masing.

Kau fikir apa yang kurasakan saat seseorang yang kuanggap saudara menyatakan cintanya padaku? Yang bahkan tidak pernah kusangka sebelumnya kalau kau bisa menyukaiku.

Kau harus tau Mingyu-ya, hubungan pertemanan kita terlalu berharga. Aku tidak pernah ingin merubahnya, aku terlalu menyayangimu. Tetapi ku tak bisa menjadi kekasihmu. Bisakah kau hentikan ini sampai disini? Kembali menjadi Kim Mingyu yang kukenal.

Perasaanmu itu hakmu, aku tak berhak untuk memaksamu berhenti begitu saja. Tapi kenyamananku pun hakku, aku sudah tak ingin menyakitimu lagi dengan semua penolakanku. Jadi aku mohon dengan sangat padamu, tolong berhenti. Hargai keputusanku, dan kuharap ini yang terakhir."

Setelah mengucapkan kata terakhirnya, Lalisa langsung berbalik dan menutup pintu. Tanpa mau mendengarkan apapun yang akan keluar dari mulut Mingyu.

Sedangkan dibalik pintu, Mingyu tersenyum tipis. Perasaannya bercampur, antara sedih dan kecewa. Tetapi yang paling dirasakannya saat ini adalah kelegaan yang luar biasa, yang dirinya bahkan tidak mengerti karena apa.

Setelah diam beberapa saat, Mingyu mulai melangkah mundur. Meninggalkan rumah minimalis milik sahabatnya itu. Ya, sahabat. Kurasa ini cukup untuk sekarang, batin Mingyu sambil berbalik dan mulai melangkah ke seberang jalan dimana rumahnya berada.

End
.
.
.
.
.

Apakah dapet feelnya..??
Gak tau w juga.. wkwk

Setelah w liat2, 3 part ini isinya bitter semua ye..
Kagak ada manisnya pisan..
Semoga next bisa bikin yang sweet.. hehe

_Tyo92

26 juli 2020

Lalisa FanfictionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang