CHAPTER 1 {BEGIN}

24 2 0
                                    

Baru terpikirkan olehku, selama ini untuk apa aku hidup?
-YM
Aku tidak butuh teman, yang kubutuhkan itu hanya ilmu pengetahuan
-SA
Apakah semua anak hidup selalu untuk memenuhi hasrat orang tuanya?
-RA
Cita-citaku sederhana, aku hanya ingin berlari sekencang-kencangnya seperti yang dapat dilakukan oleh anak-anak lain.
-VV


Cuaca hari ini sangat buruk, padahal sekarang baru pukul 8 pagi. Keempat gadis berbeda, di tempat yang berbeda pula memandang langit dengan tatapan yang sama.

Terkadang hidup itu terasa sangat membosankan

Batin mereka.


-Canada-
Gadis dengan surai merah itu memandang dengan bosan brosur pendaftaran program pertukaran pelajaran ke negri sakura, atau yang biasa kita sebut dengan Jepang.
“Not interested?”
“Hmm maybe, but I want to get it”
Teman sebangku Hirei menepuk pundaknya dengan maksud menyemangati gadis berambut merah itu.
Jepang ya? Aku belum pernah kesana sebelumnya. Tapi jika aku bisa lolos seleksi, bisa jadi kehidupan membosankan ku akan berakhir. Baiklah.. tekadku sudah bulat, aku akan mencobanya.


-Rusia-
Penyihir salju. Itu merupakan julukan dari semua anak yang pernah bersekolah denganku. Alasannya cukup jelas, karena rambutku sama dengan warna salju di Negara yang musimnya juga dominan oleh musim salju ini. Ah, tidak hanya itu.. sikap dingin dan anti sosialku juga turut mendukung julukan tersebut.
Kehidupan sehari-hariku adalah bangun tidur, sarapan, sekolah, pulang, mengerjakan pr, tidur, sarapan, dan begitulah seterusnya. Terkadang aku berharap ada suatu waktu hidupku sedikit berbeda dari siklus tersebut. Tak mengharapkan sesuatu yang besar, contohnya andaikan saja pada suatu waktu kaki ku terkilir, setidaknya siklusku pasti akan terasa sedikit berbeda karena untuk pertama kalinya aku bisa membolos sekolah. Kecil memang, tapi aku sudah puas dengan hal itu. Aku hanya menginginkan perbedaan, tak lebih.
Mata biru nan tajam milik gadis itu memperhatikan guru didepan kelasnya yang sedang menjelaskan tentang program pertukaran pelajar tanpa berkedip. Gadis itu tertarik.
“Ms.Irene… Aku ingin mendaftar”
Seisi kelas hening. Pasalnya seorang gadis yang dianggap selama ini pasif dengan tiba-tiba saja tertarik dengn hal-hal yang merepotkan seperti  itu.
“Ah Oke, siapa saja yang ingin ikut program ini? Silahkan angkat tangan dan akan saya proses”
Namun masih tidak ada perubahan, hanya gadis berambut perak itu yang mengangkat tangannya. Alasannya antara dua hal. Yang pertama, banyak yang tidak tertarik dan menganggap hal itu adalah sesuatu yang merepotkan. Dan yang kedua dan yang terpentingnya yaitu, siapa juga yang mau bekerjasama dengan gadis itu dalam jangka waktu yang relative tidak singkat itu. HELL NO.
“Baiklah, kalau begitu Aaya.. nanti sebelum pulang sekolah mampir dulu keruangan saya. Baiklah kelas untuk hari ini cukup sampai disini dulu”
Gadis itu mengangguk dengan pandangan  “tidak sabaran” miliknya.


-Jerman-
“Rilein, nanti kuliah mau lanjut kemana nih?”
Seseorang menepuk pundak Lein dengan sangat “lembut” namun mampu menumpahkan minuman yang berada dimulutnya.
“Uhuk! Uhuk! Brengsek, berhentilah seperti itu”
Ya, pelaku penepukan itu tak lain tak bukan adalah kekasihnya sendiri, Robert.
“Ck ck ck, perempuan mulutnya tak boleh begitu looh. Nanti tidak ada orang yang mau hahaha”
Robert menempelkan telunjuknya didepan bibir Lein, namun gadis itu menggigitnya dengan tak tanggung-tanggung.
“Ouch!!”
“Berarti kau hewan”
Ujar Lein membuat Robert tertawa sendiri.
“Nah kan, berarti memang benar. Manusia mana coba yang tertawa saat dikatai hewan”
“Sudah-sudah, aku kalah.. aku nyerah”
Hening cukup lama, mereka sibuk dengan pikiran masing-masing.
“Jepang-”
“Amerika-”
Sama-sama terkejut, tak disangka mereka mengatakan tujuannya masing-masing dengan bersamaan.
“K-ke Jepang??? Mau apa?”
Robet tidak menyangka bahwa Rilen memutuskan untuk merantau demi melanjutkan sekolahnya.
“Jangan salah, aku hanya ingin jauh2 dari kedua orang tuaku”


-Jepang-
Senyum gadis itu mengembang tatkala melihat anak-anak bermain ditepi sungai dengan ceria. Terpikir kembali olehnya apakah ia bisa kembali memutar waktu disaat ia masih berumur 7 tahun atau sebelumnya? Pasalnya diumur segitu ia masih belum memiliki beban apapun dan bebas bermain sepuasnya.
Sebuah tangan menepuk lembut bahunya, tanpa menoleh pun ia sudah tau itu siapa. “Hari mu baik? Tidak ada yang aneh kan untuk hari ini?” ujar pria yang sudah berumur hampir stengah abad itu. Gelengan pelan dari gadis itu sudah cukup membuat tenang hati pria itu.
Ya, pria itu tak lain adalah ayah dari gadis bernama lengkap Vhezal Vhincy itu.
Gadis itu sempat tidak yakin atau salah dengar setelah pertanyaan mengejutkan dari satu-satunya anggota keluarganya yang tersisa itu. “Apa kau tidak keberatan apabila aku daftarkan untuk kuliah?”. Masih memproses ucapan ayahnya, Pria tersebut hanya bisa memaklumi karena ini merupakan suatu hal yang bisa dibilang berbeda dari apa yang mereka lakukan sebelumnya.
“Maaf?” ujar gadis itu masih tidak percaya dengan apa yang pria tersebut lontarkan. “Ya, kau tidak salah dengar. Sekarang aku hanya butuh persetujuan darimu, Ya atau Tidak?”. Tanpa jeda waktu barang satu detik, kepala gadis itu seakan-akan telah diprogram untuk langsung mengangguk, jangan lupakan binaran mata beda warnanya yang akhir-akhir ini sudah sangat langka untuk dilihat. Pria itu tersenyum sembari mengelus sayang surai dark blue putri semata wayangnya itu. “Anggap saja ini sebagai imbalan karena kau sudah berkontribusi besar pada penemuanku”
“Tapi ayah, dari buku yang aku baca bukankah harus melewati sekolah dasar, sekolah menengah pertama, dan sekolah menengah atas terlebih dahulu?” pria tersebut terkekeh pelan, “Ya, manusia normal tentu akan memulai dari bawah. Tapi pengecualian untumu, karena kau spesial”
Sudah terlalu paham dengan maksud “spesial” dari yang dimaksud pria itu, Vhincy memilih untuk tidak berkomentar lebih jauh.
“Aku sangat menantikannya, ayah”

🔥❄ Four Seasons 🍀🌪Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang