Epilog - Dongju's POV

131 22 1
                                    

Langit malam ini sungguh sangat indah.

Bukankah begitu?

Tapi ada yang lebih indah dari langit malam di atas sana.

Sosok pemuda di sampingku. Matanya yang tertutup rapat. Wajahnya yang 'tertidur' dengan damai itu. Semuanya terlihat sangat indah.

Inilah akhir dari tugasku. Aku terlahir dari hasratmu yang ingin mengakhiri hidup, dan aku hanyalah sekedar ilusi yang terefleksi lewat manik pekatmu.

Membunuhmu. Ya, itulah tugasku.

Kala pulang ke unitmu, aku selalu melihat gurat lelah pada wajahmu. Tapi kalau kau menghabiskan waktu bersamaku, kau selalu menunjukkan berbagai macam ekspresi. Salah satunya adalah wajah bahagia saat menatapku.

Seharusnya aku membuatmu makin tertekan, tapi aku tak percaya kau malah memasang wajah senang itu saat bersamaku. Yah, bukan berarti aku membencinya. Aku menyukainya, kok.

Tiap aku berpikir aku mungkin takkan melihat wajah itu lagi, aku selalu merasa ada yang hilang? Apa itu yang dinamakan kesepian?

Bukankah itu ironis sekali? Padahal aku yang telah merampas mimik kebahagiaan itu dari wajahmu.

Tapi aku ingin kau memaafkanku. Kalau saja kau tak pernah kepikiran untuk 'benar-benar ingin mati', aku takkan mungkin bisa ada di sini. Aku takkan mungkin terlahir ke dunia ini.

Kadang aku berpikir, mungkin akan lebih baik kalau aku bisa menyelamatkanmu.

Terima kasih karena sudah menemukanmu.

Terima kasih karena sudah menciptakan pertemuan kita.

Sebagai rasa terima kasih, aku akan menghadiahimu sebuah kecupan. Semua orang suka itu, kan?

Chup

Aku mencium bibirnya, pelan. Berharap ia bisa merespon barang sedikit saja. Tapi sudah kuduga, ia hanya tetap tertidur tanpa melakukan pergerakan sedikitpun.

Ah... Dewa Kematian sudah memanggil.

Kita harus cepat pergi menyusulnya.

If It Is You [LeeOn]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang