Chapter 12

731 55 18
                                    

"Aku menyukai debaran jantung itu, menenangkan." –Arkana Erlangga



Akhirnyaaaa aku update setelah sekian lama huhuuu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Akhirnyaaaa aku update setelah sekian lama huhuuu...

Maaf, ya, aku benar-benar lagi ada kesibukan di real life🥺

Oh iya, ada yang beberapa dm aku nanyain kenapa kemarin chapter 12 gak bisa dibuka. Nah, jadi gini gais, itu memang gak bisa dibuka. Kemarin itu aku belum selesai ngetik chapter ini, tapi kena pencet publis. Jadinya sama aku di unpublis. Mon maap, ya👉👈

Ada yang kangen #GretArkan?

Jangan lupa vote dan komen (biar gak sider yaaa)

Selamat membaca❤️

***

"Lo mau ikut atau tunggu di sini?" Tanya Arkan akhirnya.

"Gue ikut, tapi ngapain kita ke rumah sakit? Siapa yang sakit?" Greta masih tidak mengerti, pasalnya sejak perjalan tadi, Arkan hanya diam. Dan sekarang cowok itu membawanya ke rumah sakit.

Arkan masih tidak menjawab. Cowok itu langsung membuka pintu mobil dan keluar meninggalkan Greta dengan langkah terburu-buru. Greta mendengus melihat Arkan yang tak menghiraukannya. Tapi gadis itu sedikit merasa khawatir, ia tetap ikut keluar dan mengejar langkah cowok itu.

"Suster, Mama saya kenapa?" Tanya Arkan tak sabaran dengan wajah cemas.

"Tadi Bu Emily mengalami kejang-kejang, membuat keadaannya kritis, tapi Dokter sudah menangani dan keadaannya sudah kembali stabil. Mas Arkan langsung ke ruangan Bu Emily saja untuk melihat kondisinya langsung." jelas Suster di meja resepsionis. Arkan langsung berlari menuju ruang rawat, tempat sang Mama tidur selama setahun terakhir.

Greta yang sedaritadi berada di samping Arkan terkejut saat mendengar percakapan antara cowok itu dan Suster. Ternyata penyebab cowok itu mengendarai mobil dengan ugal-ugalan karena khawatir dengan kondisi Mamanya.

Sesampainya di depan pintu ruang rawat, dengan tangan gemetar Arkan memutar knop pintu lalu mendorongnya perlahan. Di atas brangkar terlihat seorang wanita paruh baya yang terbaring lemah dengan bermacam alat medis pada tubuhnya.

"Mama ..." panggilnya lirih.

"Mama, maafin Arkan baru dateng. Mama enggak papa, kan?" Arkan menyentuh tangan Emily yang dingin.

Ditempatnya, Greta belum membuka suaranya. Gadis itu hanya memperhatikan apa yang dilakukan Arkan sejak memasuki rumah sakit tadi. Ia melihat sisi lain dari seorang Arkan. Tidak ada lagi Arkan si cowok menyebalkan.

Cowok berdagu belah itu terus berbicara dengan Mamanya, walaupun si lawan bicara tak memberikan respon apapun. Greta tidak buta, ia bisa melihat ada rasa marah, sedih, dan kecewa dalam mata cowok itu.

GRETATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang