Memikirkan bagaimana aku akan melewati satu bulan terakhirku di Canberra maka kuputuskan untuk bertandang ke rumah bibi lebih awal. Akhir bulan adalah saat yang tidak mengenakkan karena semua orang akan pergi untuk menghabiskan sisa liburan musim semi. Pagi itu aku terjaga dengan suara dering alarm yang sudah kuatur sejak tadi malam. Aku tahu Katie tidak akan datang seperti biasanya karena ia telah pulang ke rumah ibunya di Adelaide. Aku sering diajak olehnya ke sana untuk menghabiskan sisa akhir minggu jika tugas-tugas kami sedikit lowong. Tapi tentu saja kami belum melakukan salam perpisahan sebelum aku kembali ke Jakarta.
Aku tidak banyak membawa persiapan menuju Sidney. Seperti sebelumnya pasti Bibi menyiapkan segalanya yang kuperlukan. Lagipula, aku tidak terlalu suka membawa banyak barang. Ribet, menurutku.
"Halo Bibi, pagi ini aku akan ke sana, ya!" aku berseru kepada bibi di ujung telepon.
"Ah, iya Sacha datanglah kapanpun kamu mau, " selalu kalimat itu yang diucapkan bibi padaku.Bibiku merupakan adik perempuan ibuku. Dia sudah lama tinggal di Sydney dan menikah dengan seorang pengusaha muda dari kalangan keluarga Benson South Pacific Group dua puluh tahun yang lalu. Bisnis keluarga yang berjalan di bagian design-property ini sudah lama memiliki nama di kota itu, bahkan sudah membuka cabang hingga ke kota-kota kecil di sekitarnya seperti New Castle sampai ke Melbourne. Beruntung, begitu tanggapanku tentang kehidupan bibi. Panggilannya pun terdengar elegan di telinga kami, Ny. Benson karena suaminya adalah satu-satunya anak laki-laki dari empat orang Benson bersaudara. Tapi satu yang masih belum terasa lengkap bagi hidup bibi, yaitu keinginannya memiliki anak perempuan. Ketiga anak bibi adalah laki-laki yang rupawan dan menjadi idola di sana. Kehidupan mereka berkecukupan, mewah bagiku. Maka begitu senangnya bibi ketika mendengar aku akan melanjutkan studi ke negeri kangguru itu empat tahun silam. Bibi benar-benar menganggapku sebagai anak perempuannya.
Aku segera menutup jendela apartment kecil itu. Masih berantakan. Banyak barang bertebaran di mana-mana. Aku belum sempat merapikan semuanya. Hari itu aku hanya memakai sneakers dan kemeja biru laut bermotif kotak-kotak yang sedikit longgar lengkap dengan jeans biru muda yang selalu nyaman menempel di kakiku. Satu ransel berukuran sedang sudah siap kugendong menuju Sydney. Aku segera meluncur menuju Jolimont Centre di Northborn Avenue.
Aku memilih naik kereta menuju stasiun Sentral Sydney. Perjalanannya cukup memakan waktu sekitar 3-4 jam lamanya. Tapi setidaknya perjalanan itu tidak terlalu membosankan dibandingkan menaiki bus kota yang melewati jalan tol yang mulus dan tentu saja lebih lengang. Banyak orang beranggapan Canberra adalah kota yang membosankan. Memang begitulah adanya. Jika ingin menikmati Canberra Ada baiknya berkunjung ketika musim semi tiba karena festival Floriade selalu menjadi incaran para pelancong yang berkunjung selain ia adalah festival musim semi terbesar di negeri itu.
Shelter bus di depan apartemen tidak pernah seramai bayanganku. Hanya ada satu dua orang yang menunggu bus, silih berganti hingga menjelang pagi. Ketika aku datang tempat itu begitu sepi. Dan lebih parahnya lagi menunggu bus menuju Jolimont Centre cukup memakan waktu yang lama. Kukeluarkan ponsel dari dalam tas ranselku lengkap dengan headphone yang sudah kusiapkan lebih awal untuk menemani perjalanan yang mungkin akan membuatku mengantuk. Lagu-lagu beat dan pop dari musisi terkenal seperti Taylor Swift dan Adam Levine selalu memenuhi list music di benda kecil yang disebut-sebut sebagai benda canggih nan pintar ini.
Selang beberapa menit sebuah mobil hitam melintas pelan di seberang perhentian bus. Awalnya aku tidak terlalu peduli dengan kendaraan itu sampai akhirnya ia parkir beberapa meter di depan shelter bus. Kuperhatikan dengan lebih detail mobil itu. Seperti familiar dan sering kulihat di area parkiran kampus. Kaca mobil itu terbuka perlahan. Dari dalam keluar seorang pria berambut cokelat gelap Dan tampak serasi dengan baju kaus polos abu-abu serta jeans hitam gelap yang ia kenakan. Sorot matanya memantulkan sinar matahari pagi melalui iris berwarna biru laut yang indah.
KAMU SEDANG MEMBACA
ADOPTION
ChickLitAda masa di mana aku tidak mau mementingkan segala urusan perasaan dan hati. Ketika aku merasa begitu nyaman dengan diriku sendiri. ketika aku tidak menginginkan untuk kenal dengan seseorang yang mungkin akan mencuri ucapan selamat pagiku setiap har...