Untuk menghilangkan kebosananku, kuambil ponsel dan mulai masuk ke dalam sosial media, instagram.
Kuusap layar pada benda pipih tersebut, mencari informasi ataupun hal yang bisa menghiburku. Kutekan pada gambar berbentuk seperti lup -kaca pembesar- lalu mulai mencari sesuatu yang menarik.
Netraku tertuju pada sebuah foto yang bertuliskan 'Seperti apa wanita salihah itu?'. Entah kenapa tiba-tiba jariku membuka postingan tersebut. Kini aku mulai lebih dalam masuk di kolom komentar. Rata-rata yang menjawab adalah kaum hawa. Tentu saja wajar yang menjawab adalah kaum hawa, sebab pertanyaannya tentang wanita.
Kulihat tidak ada jawaban yang mendapat respon dari pembuat status. Pikirku, mungkin hanya dia -pembuat status- baca tetapi tidak di balas.
Kali ini aku benar-benar tertarik dan turut menjawab pertanyaan tersebut.
{Wanita salihah adalah dia yang selalu taat dan menjaga kehormatannya. Rasa malunya adalah aurat, terutama kepada orang ajnabi -bukan muhrim,} begitu tulisku.
Setelah kukirim komentar, selanjutnya aku memfollownya. Kulihat pada feed instagramnya, sepertinya dia seorang Gus. Foto yang di unggahnya pun selalu berbau pesantren. Entah setan apa yang merasukiku sehingga aku sudah terlalu lama mengusap layar ponsel dan sudah terlalu dalam membuka profil Gus tersebut.
Kulihat jam menunjukan pukul empat pagi, tidak lama lagi adzan subuh berkumandang. Segera aku keluar dari dunia instagram dan bersiap-siap untuk mengambil air wudu.
Adzan berkumandang, salat subuh kukerjakan. Aku tidak memikirkan tentang komentarku yang akan mendapatkan respon atau tidak dari Gus tersebut.
Kuawali aktivitasku dengan bismillah. Mulai mengambil alih pekerjaan rumah. Aku membagi tugas dengan ibuku, agar lebih cepat selesai.
Perkenalkan, namaku Dina. Anak tunggal dari ibu dan ayahku. Hidupku, alhamdulillah berkecukupan.
Hari-hari berlalu, aku sibuk dengan urusan rumah. Kebetulan ibuku adalah tukang roti. Setiap harinya membuat roti dan tugasku mengantarkannya ke pelanggan. Ponsel? aku hanya memainkannya ketika tidak sibuk dan kebetulan akhir-akhir ini aku sibuk, jadi tidak sempat memainkannya.
Di sela-sela aktivitasku mencicipi roti buatan ibu, ibu memintaku untuk menghubungi bude Darmi, pelanggan setia roti kami.
"Nduk, coba hubungi bude Darmi dan tanyakan roti kali ini mau di antar jam berapa," pinta ibu.
Aku menurut dan segera mengambil ponsel yang berada di kamar. Kutelpon bude Darmi dan melakukan sesuai perintah ibu.
Setelah selesai menelpon bude Darmi, netraku terfokus pada notifikasi instagram. Gus tersebut membalas komentarku satu hari yang lalu.
{Aku tertarik. Bisa DM alamatmu?} begitula balasannya.
"Apa jangan-jangan kemaren itu kuis, dan aku menang terus dia mau ngirim hadiahnya?" pikirku.
Tetapi aku tidak membalas komentarnya ataupun men-DMnya.
***
Di siang yang mendung ini, ibu memintaku untuk mengantarkan roti pesanan bude Darmi. Aku mengajak teman-temanku untuk menemaniku mengantar roti.Ada tiga temanku yang ikut menemani. Kami mengendarai sepedah motor karena jarak tempuh lumayan jauh. Di pertengahan perjalanan, entah di desa apa. Hujan turun lumayan lebat. Akhirnya kami memutuskan untuk meneduh di salah satu pos satpam.
Kebetulan pos sedang kosong, jadi kami tidak perlu meminta izin. Aku baru sadar jika ternyata pos satpam ini milik salah satu pesantren. Kuperhatikan bagian dalam pesantren dari pos tersebut. Netraku terfokus pada rumah bercat abu gelap dengan kolam ikan di depannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kumpulan Cerpen
RandomIni adalah kumpulan cerpen yang setiap partnya berganti-ganti cerita.