❄0❄

70 21 17
                                    

Happy Reading!⛄

Masa kini : Tokyo, Japan. December 22

Secangkir teh yang masih mengepulkan asap, menjadi teman Nada untuk menghabiskan separuh malamnya dan menunggu esok tiba. Karena mungkin ia tak akan bisa terlelap malam ini. Salah besar jika menganggap esok adalah pagi yang cerah. Yang ada hanyalah langit berwarna kelabu, tak ada sinar mentari muncul, dan rasa dingin menusuk kulit yang membuatnya semakin betah bergelung di balik selimut.

Keadaan saat ini pun tak jauh beda. Duduk bersandar di kursi sambil menghadap jendela untuk dapat melihat pemandangan butir-butir salju yang jatuh di luar sana. Iya malam ini salju turun dengan lebat. Entah mengapa tahun ini salju turun lebih awal. Jangan lupakan selimut tebal yang membungkus erat tubuhnya.

Selama lima tahun menetap di negeri sakura ini, melewati lima musim dingin, Nada masih belum terbiasa dengan suhu dingin di Jepang. Hanya untuk keluar apartemen pun ia harus mengenakan pakaian berlapis-lapis untuk menghadang suhu dingin yang menusuk kulit. Ia jadi rindu tempat kelahirannya yang hangat karena banyak mendapatkan sinar matahari sepanjang tahun.

Nada melirik ke arah satu koper hitam berukuran besar yang terletak di sudut ruangan, dengan ransel kecil di atasnya. Ia baru saja selesai berkemas untuk perjalanannya besok kembali ke tanah air. Nada masih harus membereskan apartemennya sebelum ia tinggal.

Ini salah satu keputusan terbesarnya. Di satu sisi, ia sangat antusias untuk kembali pulang, menemui keluarganya yang ia rindukan. Tapi di sisi lain, akankah ia sanggup jika harus kembali pada radius terdekat dengan seseorang yang paling ia rindukan? Ingatan lima tahun lalu sebelum ia meninggalkan Indonesia pun terputar. Masih sangat jelas sampai sekarang pun masih mampu membuat luka di sudut hatinya kembali terbuka.

Devandra Ranjaya ternyata berpengaruh besar dalam hidup seorang Nada Olivia Hadyan. Entah mengapa perasaan manusia mudah berubah. Nada pun tak tau. Seperti sudah direncanakan oleh tuhan melalui seseorang, mereka berdua dipertemukan dan secara alami mereka dekat dengan rasa nyaman. Secara alami juga, rasa nyaman Nada saat bersama Devan, mampu melahirkan rasa yang lain.

Kalau bukan karena Nara, Nada mungkin tak akan menghabiskan momen tahun baru bersama keluarganya seperti tahun kemarin. Lagipula ini sudah libur natal dan otomatis Nada juga bebas dari kuliahnya. Jadi sedikit tak masalah bagi Nada.

Nada kelas 11 SMA saat pindah ke Jepang. Tapi Nada cuti sekolah selama satu tahun untuk beradaptasi dengan lingkungan yang ia tinggali. Tentu tak mudah. Untungnya selama itu Nada tinggal bersama keluarga sepupunya sampai masuk kuliah. Seharusnya tahun ini ia sudah wisuda dan menyandang gelar sarjana. Tapi karena telat satu tahun, Nada baru akan mengerjakan tugas akhirnya tahun depan.

Nada menyesap tehnya pelan sembari meniup-niup asap yang mengepul. Cukup untuk membuat tubuhnya menghangat. Bunyi berdering yang berasal dari ponsel yang tergeletak di ranjang tak jauh darinya, mencuri perhatian Nada.

"Hallo, Nada sayang?" Yang pertama kali ia dengar setelah mengangkat telepon adalah suara yang sangat Nada rindukan. Mamanya.

"Halo, Ma," sahut Nada. Matanya memanas mendengar suara mamanya.

"How are you? Kamu baik kan? Gimana di sana?" tanya mamanya.

"Iya. Nada baik-baik aja. Mama sehat kan? Semuanya baik kan?" tanya Nada dengan suara yang mulai serak.

"Mama sehat. Semuanya juga. Nada udah makan? Atau sekarang lagi keluar cari makan?" tanya mama Nada lagi.

"Di luar lagi badai salju. Tapi Nada udah makan kok. Mama udah makan?"

"Baru aja selesai. Kamu jaga kesehatan ya. Jangan sampai sakit. Di sana dingin pasti."

"Iya ma." Nada tak bisa menahan suaranya yang bergetar.

"Sayang, kamu nangis?" Nada segera menghapus air matanya yang tiba-tiba keluar. Bahkan mama sampai menyadarinya.

"Enggak kok. Nada, cuma kangen mama," ucap Nada pelan membuat mamanya di seberang telephone terdiam.

"Mama lebih kangen kamu. Jangan nangis dong."

"Iya beneran, Nada gak nangis," ucap Nada menyakinkan. Ia tak mau jika mamanya khawatir.

"Kata Nara, kamu mau pulang besok?" tanya mama. Nada dan Nara merupakan saudara kembar identik.

Nada terdiam sebentar sebelum menjawab. "Iya. Hari spesialnya Nara gak akan Nada lewatin. Tapi mungkin penerbangan besok di tunda karena cuaca."

"Gak masalah, yang penting Nada pulang dengan selamat sampai rumah. Dengan kamu mau pulang, mama udah seneng banget. Kita bisa rayain natal dan tahun baru sama-sama, dan juga pertunangan Nara. Makasih ya Sayang," ucap mama dengan tulus. Membuat tangis Nada tak dapat lagi tertahan.

"Mama gak perlu berterimakasih. Nada minta maaf. Itu memang yang harus Nada lakuin. Maaf selama ini Nada jarang ngasih kabar dan gak pulang. Tapi itu semua ada alasannya, Ma," jelas Nada dengan isak tangis.

"Iya, Mama tau. Berarti sekarang kamu udah baik-baik aja kan?"

"Mungkin."

"Eum, syukurlah. Mama gak tau alasan kamu memilih menetap di sana. Kita semua menghargai kamu yang perlu waktu untuk sendiri. Tapi usahain ya minimal satu tahun sekali pulang ke rumah. Semua orang nunggu kamu, Nara juga. Dia pasti sedih kalau aja kamu gak ingin pulang juga tahun ini"

"Gak baik Nada sedih terlalu berlarut-larut. Ada saatnya kamu ikhlas in semua. Tante Widia udah tenang di sana, Sayang."

"Iya, Ma," jawab Nada sambil mengelap air matanya. Nada tersenyum masam. Ternyata semua orang masih menganggap alasan Nada tak pulang karena itu. Tante Widia. Sosok yang paling Nada sayangi setelah Mamanya. Sosok yang merawatnya dari kecil sampai ia berumur 10 tahun itu telah berpulang 5 tahun yang lalu.

Tentu saja Nada sangat hancur. Saat itu Nada meninggalkan tanah air, meninggalkan cinta pertamanya yang berkhianat, dan terbang ke Jepang menemui tante Widia yang sedang sekarat menghadapi kanker stadium empat.

Dan sejak saat itu, Nada membuat keputusan besar untuk tak akan kembali ke Indonesia dan menetap di Tokyo, Jepang. Keputusan itu sempat mendapat kontra dari keluarga, khususnya Mama.

Dan lama-kelamaan keluarganya setuju. Mamanya mengerti sekali perasaan Nada. Dan juga putra Tante Widia yang berarti sepupu Nada tak kalah terlukanya dengan Nada. Mereka sama-sama merasa sangat kehilangan. Maka dari itu, keduanya mulai sama-sama saling menyembuhkan, mencoba berdamai dengan keadaan.

Selain alasan itu, Nada berniat pergi menjauh dari Nevan dan juga Zara, sahabatnya. Jadi inilah kesempatannya. Ia tahu semuanya akan makin kacau jika dirinya muncul di antara mereka berdua. Nada sangat menyayangi Zara. Jadi, lebih baik Nada saja yang menghilang dan membawa rasa sakit sendirian.

Tapi sekarang, Nada dihadapkan oleh kenyataan yang mengharuskan Ia untuk kembali ke lingkaran masa lalunya. Nada hanya bisa berharap, dirinya akan siap melihat kedua sahabatnya, Nevan dan Zara hidup bahagia. Sementara dirinya sangat sulit untuk melangkah keluar dari bayang-bayang masa lalu.

Bersambung...

🌨🌨🌨

Thanks for reading!⛄

Biasakan vote dan komen setelah membaca...

Published: 14 February 2021

See You In TokyoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang