Hi!
Selamat datang!
Ini cerita pertamaku ^^ Mohon dukungannya, ya! Kalian bisa vote dan komen. Jangan lupa koreksinya kalau ada yang salah 🙂
Dan, selamat membaca! ^^💖💖💖
Pada usia berapa kalian jatuh cinta untuk kali pertama?
Cinta pertama Jingga dimulai saat ia berusia sembilan tahun. Jingga kelas lima SD waktu itu. Ada seorang teman sekelasnya yang sangat lucu dan sangat baik. Dia pernah menolong Jingga saat Jingga terjatuh di got depan kelas, saat teman-teman Jingga yang lainnya menertawainya. Sejak itu, dia menjadi dekat dengan Jingga. Dia sering membantu Jingga mengerjakan tugas. Dia juga meminjamkan Jingga buku bacaan yang dimilikinya. Meski kadang dia bersikap menyebalkan, dia tetap bisa membuat Jingga jatuh cinta. Mungkin karena saat itu Jingga masih terlalu kecil—begitu kata Mama dan memang benar—dan lugu. Namanya anak-anak, dibaikin sedikit langsung suka. Ugh. Padahal, ternyata diam-diam dia ternyata pacaran dengan anak kelas sebelah. Malah, Jingga pernah dilabrak dengan pacarnya itu gara-gara dekat dengan anak laki-laki itu. Sekarang entah bagaimana kabar si Anu—nama aslinya Yanu.
Kali kedua Jingga jatuh cinta adalah saat kelas dua SMP. Hmm, Jingga tidak ingat kenapa Jingga bisa jatuh cinta sama kakak kelas somplak itu. Pokoknya tiba-tiba saja, memandang wajahnya, mendengar suaranya, mengamati tingkahnya, membuat Jingga merasa senang. Kegiatan yang diam-diam sering rindukan Jingga pada hari Minggu saat itu. Sayang, dia sudah punya pacar dan sepertinya seisi sekolah tau akan hal itu. Kan, setiap aktivitas mereka di update ke Facebook. Kalaupun jomlo, Jingga juga tidak mungkin memacarinya. Kata Mama—lagi—Jingga masih terlalu kecil untuk coba-coba pacaran seperti sebagian teman-temannya. Padahal, usia Jingga sudah empat belas. Tetapi, memang masih kecil sih. Sekarang, kakak kelas somplak itu sudah kelas tiga SMA di sekolah yang sama dengannya. Pacarnya beda dengan yang SMP itu, tetapi tingkah anehnya masih sama. Untung Jingga udah move on.
***
“Ma! Mama!”
Perempuan dengan seragam putih abu-abu itu menuruni tangga dengan tergesa-gesa. Rambut sepinggangnya bergoyang-goyang akibat gerakan tubuhnya. Sampai di lima anak tangga terakhir, ia berhenti.
“Halo, Ninis!” sapanya pada seekor Scottishfold berkaki pendek yang sedang tidur di undakan tangga. Kucing itu mengeong pelan ketika Jingga menggendongnya sambil bersenandung na na na na. Namun, tak lama kemudian, Munis memberontak.
“Mama!—aduh!”
Jingga menurunkan Munis dari gendongannya setelah mendapatkan sebuah cakaran di lengan atasnya. Si Munis langsung menjauh dari Jingga tanpa rasa bersalah.
“Eh, dasar kucing! Udah nyakitin, langsung ninggalin. Gak mau minta maaf. Kayak mantan!” ujar Jingga sambil berkacak pinggang, menatap bokong si Munis yang lenggak-lenggok.
“Memangnya kamu punya mantan?” cibir seorang perempuan empat puluhan dengan seekor Persian di timangannya. Jingga cengar-cengir sambil memilin sejumput rambutnya. Ia menghampiri mamanya.
“Ngapai kamu teriak-teriak tadi?” tanya Mama setelah menyamankan dirinya di sofa. Ia melepaskan Koko, si Persian berbulu agak keabu-abuan, membiarkannya meringkuk di sudut sofa.
Jingga mengerjap pelan, lalu menepuk dahinya. “Eh, iya! Jingga lupa! Tadi Jingga ngapain, ya, manggil Mama?”
Mama melirik Jingga sambil menggelangkan kepalanya. Mungkin tak habis pikir karena punya anak sepikun Jingga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dunia Jingga
Teen FictionSelain kucing-kucingnya, buku adalah teman setia Jingga dalam menikmati pergantian hari. Jika tidak ada buku baru, maka aplikasi membaca dan menulis menjadi gantinya. Jingga sudah menjadi pengguna setia Wattpad sejak seorang sahabatnya mempublikasik...