Pagi ini Tara dibuat bingung oleh Didit. Pasalnya lelaki itu dan astrea berplat B kebanggaanya sudah berada di depan pagar rumah.
"Ngapain lo di sini?" tanya gadis itu seraya membuka pagar.
Didit menoleh, dan tersenyum. "Selamat pagi, Tara yang cantik tapi boong."
"Yee, ngajak berantem ya lo?"
"Hehe, buru ah gua mau jemput lo aja. Kasian kalau ada anak SMA 5 di daerah sini yang nggak gua angkut, bisa kesiangan ntar."
Dengan agak bimbang, Tara naik ke motor astrea itu. Langsung saja Didit menyalakan mesin motornya dan ngebut.
Jalan Jenderal S. Parman Kota Semarang yang menurun dan berliku-liku terasa ngeri jika dilewati menggunakan motor yang berkecepatan tinggi.
"DIT, LO GILA YA?" teriak Tara, gadis itu merasa ngeri lantaran lututnya hampir mengenai aspal di tikungan.
"INI TIKUNGAN MAUT GUA, TAR. GUA SUKA BANGET JALAN YANG BANYAK TIKUNGANNYA, NGGAK BIKIN BOSEN!" balas Didit, ikutan berteriak.
"STRESS LO!" Tara berteriak, pasrah. Ia memeluk pinggang Didit karena takut terjatuh. Sementara tawa lelaki itu terbawa angin.
Sesampainya di sekolah, Tara menghela nafas lega.
"Gila ya lo. Liat nih rambut gue jadi acak-acakan gini," kata gadis itu sinis seraya menatap spion motor.
Didit membenarkan posisi tas selempangnya, "Acak-acakan juga cantik sih elah. Mending buru dah ke kelas, mau ujian neng geulis."
Tara yang masih memasang muka sinis digiring oleh Didit menuju ruangan kelasnya.
Benar saja, soal UTS kimia sama persis dengan fotocopy-an dari Alya. Anak-anak kelas tak bisa menahan senyum karena merasa lega bahwa soal kimia nembus.
Sepulang sekolah, Gloria, Didit dan Adrian menghampiri kelas 1-2.
"Mantep banget sih, Al. Makasih banget, gue gaperlu kelamaan belajar kimia," bisik Didit. Alya hanya tersenyum.
"Hari ini kita belajar di rumah siapa nih?" Tara bertanya kepada teman-temannya.
Gloria menjawab enteng, "Rumah Adrian laah, doi kan paling jago matematika."
Adrian belum sempat mengiyakan atau menolak, karena keempatnya langsung bergegas ke parkiran.
Rumah Adrian berada di Jl. Dr. Kariadi, rumah itu terlihat teduh dengan cat putih dan tanaman-tanaman hijau. Kelima remaja itu belajar di ruang tamu.
"Eh, ada temen-temennya Adrian," sapa seorang laki-laki yang juga berseragam putih abu-abu. Lelaki itu juga membawa teman-temannya.
"Halo, mas." sapa Gloria dan Didit akrab. Sementara Tara dan Alya hanya tersenyum kaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
1989.
Romancegak ada gadget, gak ada internet, gak ada netflix... kayak apasih rasanya jadi anak SMA tahun 1988-1991?