Kriingg.. Kriinngg..
Dengan langkah malas, Adrian menghampiri telepon. "Halo dengan keluarga Adzani, ada yang bis--"
"Assalamualaikum, Yan. Ini Didit," suara di seberang memotong perkataan Adrian.
"Waalaikumsalam, Didit toh. Kenapaa? tumben nelpon malem-malem,"
"Ehmm Yan, gua mau nanya sesuatu nih. Tapi enaknya nanya langsung. Lo bisa ga ketemu gua kurang lebih 20 menit lagi?"
Adrian langsung merasa bingung, ia memikirkan pertanyaan apa yang akan dilontarkan sahabat karibnya itu. Jangan-jangan tentang Tara lagi? pikirnya.
"Yan? Haloo, kok diem?" tanya Didit. Kalimatnya berhasil menyadarkan Adrian.
"Ehh, iya boleh. Kamu ke rumah aku atau gimana, Dit?"
"Gausah, ketemu di KFC Pandanaran aja, soalnya gua sekalian nemenin nyokap belanja di Gelael-nya."
"Oke deh. Tiati Dit."
"Yoaa, lo hati-hati juga."
Adrian sedang menunggu di depan pintu masuk supermarket Gelael saat Didit dan Ibunya menghampiri. Setelah bertukar kabar dengan Ibunya Didit, kedua lelaki itu langsung naik tangga menuju KFC yang berada di lantai 2.
"Ada apa nih? Aku jadi degdegan, haha." Adrian berkata sambil menyesap softdrinknya.
"Yee, santai aja. Gue mau nanya tentang Tara nih.."
Mendengar kata Tara langsung membuat jantung Adrian terpompa lebih cepat.
"I-iya, kenapa ya sama Tara?"
"Lo suka sama Tara kan?" Didit langsung menembak.
Adrian terdiam sesaat, lalu membalikkan pertanyaan. "Kamu juga suka kan sama dia?"
Berbeda dengan Adrian yang gugup, Didit dengan bangga menjawab, "Iya, sejak penataran P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila) di aula."
"Oh, lebih lama kamu ya berarti..." ujar Adrian tak sadar.
"Emang lo sejak kapan?" tanya Didit.
Adrian tampak bingung, "Hah? Apanya sejak kapan?"
Tangan Didit langsung gatal, rasanya ingin memukul kepala Adrian. "Yaudahh, terus sekarang kita mau bersaing kayak gimana nih?"
"Gausah bersaing-bersaing lah, Dit. Sebelum kenal sama Tara aku kan emang suka nitip salam, tapi pas udah kenal rasanya lebih enak berteman, jujur banget nih aku. Lagian, sekarang aku sukanya sama Gina, anak 1-7."
"Seriusan nih?" Didit memicingkan mata.
Adrian mengangguk antusias, "Beneran, deh swear. Awalnya malah sebelum suka sama Tara, aku suka sama Alya karena cantik banget. Eh tapi dia bahkan lebih serem daripada macan ngamuk,"
Kedua lelaki itu tertawa. Didit kelihatan sangat lega, sedangkan Adrian terlihat agak memaksakan tawa. Sayangnya, hal ini tak ternotice oleh Didit.
///
Tara, Adrian, Gloria, dan Alya datang untuk mendukung kontingen SMA 5 pada kualifikasi mata lomba taekwondo. Mereka dengan senang hati bolos sekolah untuk menonton Didit bertanding di kelas U63 kg di GOR Simpang Lima.
KAMU SEDANG MEMBACA
1989.
Romancegak ada gadget, gak ada internet, gak ada netflix... kayak apasih rasanya jadi anak SMA tahun 1988-1991?