Suara hujan membelah keheningan mansion besar yang dibangun tengah hutan dan jauh dari penduduk lain. Guntur tidak mampu menggetarkan seisi bangunan megah itu. Kilatan cahaya sesekali menampakkan keadaan mansion yang tertata apik dengan barang langka, tetapi tidak terdapat jiwa disana. Seakan rumah itu sudah lama ditinggal oleh pemiliknya.
Di sudut lorong rumah itu, ada satu pintu kamar yang terbuka dan berkali-kali terhempas angin membentur dinding. Ruangan itu merupakan satu-satunya ruangan yang terbuka, menandakan ada seseorang disana.
Tetapi nyatanya tidak hanya satu, melainkan tiga orang.
Seorang gadis muda berbaring lemah dibawah seorang pria yang menatapnya lapar. Ia tidak mengeluh sedikit pun ketika tangannya ditarik secara kasar. Senyumnya samar-samar berusaha meyakinkan orang di depannya bahwa ia baik-baik saja.
"Lakukan saja. Aku janji tidak akan merengek seperti biasa."
Hatinya perih ketika pria itu mengeluarkan air mata diantara wajah bengisnya. Hal terakhir yang ingin ia lihat dalam hidupnya adalah tangisan pria itu.
"Tidak, jangan menangis untukku," ucap gadis itu pelan. Suaranya melemah dan tubuhnya mengigil akibat suhu udara menurun ditengah hujan deras.
Mata gadis itu menangkap bayangan seorang wanita yang menatapnya dalam diam. Wanita itu hanya duduk dan tidak menunjukkan emosi apa pun seakan hanya menunggu apa yang akan terjadi. Ia tidak bergerak seinci pun ketika tangan pria itu mencekik kuat leher gadis malang yang hanya terbaring pasrah di ranjang.
"Kau akan menyesalinya," geram pria itu. Akal sehatnya kabur, hanya tersisa teriakan dan desakan untuk mengambil yang bukan merupakan miliknya. Tangannya yang bebas ia gunakan untuk menyapu peluh dan air mata gadis kesayangannya.
Gadis itu menggeleng pelan. Ia terbatuk, menandakan kekeringan di tenggorokannya semakin menjadi-jadi. Nafasnya ikut tersendat-sendat akibat cengkeraman di lehernya semakin mengetat.
"Lakukan ... saja ...."
Itu adalah kata-kata terakhir sebelum pria itu berteriak dan menggetarkan lampu hias di ruangan tersebut. Terdengar isak tangis, tetapi pria itu menulikan telinganya. Hilang sudah sisa pertahan diri yang mati-matian ia jaga. Kini hanya ada kemarahan dan kesedihan yang terkandung dalam lolongan pedih itu.
"GADIS BODOH!!!" Teriak pria itu dan mengentakkan tubuh gadis itu. Ia melempar semua yang mampu ia raih. Air matanya mengalir deras. Ia menyesali ketidakberdayaan dirinya saat ini.
Suara isakan tangis menyatu dengan derasnya hujan hari itu. Suara itu menyayat hati siapa pun yang mampu mendengarnya.
Gadis itu melirik kearah wanita yang masih setia duduk ditempatnya. Ia tersenyum lembut, berusaha meyakinkan wanita itu bahwa semuanya akan baik-baik saja seperti biasanya. Mereka akan kembali bahagia dan menertawakan lelucon kuno.
Pemandangan di depannya membuat gadis itu hampir menjerit. Tidak. Ia harus menyembunyikan ketakutannya demi orang-orang yang ia cintai. Gadis itu meredam rasa sakitnya ketika tangannya ditarik paksa.
Tidak ada lagi teriakan penuh penyesalan. Yang ada dari pria itu hanyalah geraman dan seringai menyeramkan. Ia memukul tangan gadisnya kasar, mencari garis biru disana.
"Kau lihat? Ini adalah hasil kebodohanmu sendiri." Pria itu menyeringai lebar. Ia tidak lagi perduli dengan ringisan kecil gadis di depannya. Kelaparan membutakan akal sehat dan batinnya.
"Lihat apa yang aku lakukan pada gadis sepertimu," bisik pria itu. "Kau membiarkan dirimu terseret lumpur hisap."
Bibir gadis itu kelu bahkan tersenyum pun ia tak mampu lagi. Ia memejamkan matanya, bersiap untuk tidur agar mengurangi rasa sakit yang akan dideritanya sebentar lagi.
Namun, ia tidak pernah sempat tertidur. Jeritannya teredam oleh guntur terbesar pada malam berpetir hari itu.
~~~
Holla!
Rindu rasanya menyapa pembaca seperti ini. Semoga kalian suka dengan karya terbaru dari author.
Mohon dukungannya ya ^^ terima kasih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Forbidden Lies
Hombres LoboTidak ada yang membenci Clare. Ia merupakan gadis sederhana yang mampu membuat semua orang tertarik dengan senyum manisnya. Tutur katanya lembut dan menenangkan kadang membuat banyak pria salah tingkah akan sikap gadis itu. Bagi Clare, hanya satu so...