Dibawah sebuah langit berwarna jingga dengan hamparan laut biru yang ikut menyemarakan, aku merapatkan syal abu-abu yang melilit dileherku.
Udara diluar memang semakin menusuk karena akan memasuki musim dingin.
Tetapi, Senja yang memancarkan sinar jingga seperti saat ini membuatku berat untuk melepas kepergiannya begitu saja.
Karena untukku ia memiliki keistimewaan tersendiri.
Mengingatkanku pada seseorang yang telah banyak berpengaruh dihidupku.
Setiap melihat Senja bewarna jingga terang ini, aku merasa rindu juga sedih. Mungkin bangga atau menyesal. Entahlah.
Ia, seorang lelaki tegar yang selalu berdiri sendiri dengan kedua kakinya.
Dibalik ketidak adilan dunia padanya ia masih mampu memberiku senyuman terindahnya.
Disaat seperti ini aku ingin dia hadir disampingku, bersama senyum manis dan tatapan matanya yang hangat.
Namun, kini tak akan lagi, tak akan pernah dan lagi untuk selamanya.
Aku disini tak ingin membuatnya yang berada disana sedih dengan diriku yang masih tak mau merelakannya. Memang tempat yang terbaik untukknya adalah disana, dilangit yang penuh bintang.
Dari pada ia disini menderita dengan dunia yang mempermainkannya kejam.
Aku menatap Matahari yang akan terganti oleh Bulan.
Lalu aku menyatukan kedua telapak tanganku, dan mulai memejamkan mata.
"Hey, Dusk...aku ingin berbicara sebentar pada seseorang yang memiliki senyum secerah cahayamu..."
Aku menghela nafas sejenak.
"Hey, Na...
Kau melihatku sekarang?
Aku disini ingin memberitahumu sesuatu...
Aku bersyukur karena tak lagi sesedih hari-hari kemarin, namun aku juga tetap sedih jikalau mengingatmu tak akan ada disampingku lagi.
Kau melihatku dari sana 'kan?
Kau lihat...aku telah menutup auratku secara sempurna. Tapi aku tak bisa untuk tak menyumpahi Kak Jungwoo yang selalu mencari masalah."
Saat mengangankannya aku tersenyum geli.
"Kau tau aku tak akan seperti ini selamanya,
Jika tak ada Tuhan-ku aku mungkin tak akan bisa sampai sejauh ini,
Tapi terkadang aku juga berusaha berbicara dengan Tuhan-mu...
Tentang aku yang bukan umat-Nya bolehkah mencintai hamba-Nya?
Tapi memang aku sadar...
Kita diciptakan berbeda namun mengapa harus memiliki rasa yang sama?
Keyakinan kita saja berbeda,
,jika boleh...
Kita ini bagai Bulan dan Matahari, saling melengkapi namun tak bisa memiliki.
Kita ini bagai Hujan dan Pelangi, setiap Hujan datang pelangi pasti muncul walau hanya sesaat dan tak bisa diraih.
Kita ini bagai Istiqlal dan Katredal, yang berdiri berhadapan namun tak bisa berdampingan.
Dan,
Kita ini bagai Senja dan Fajar, bagai aku yang bisa melihat jejakmu namun tak pernah bisa berada disampingmu."
Dadaku mulai terasa sesak.
"Mungkin saat ini satu kata ini telah mewakilkan segalanya,
Aku merindukanmu Senja.
Bagaimana saat kau tersenyum cerah begitu Senja datang,
Bagaimana saat kau menjadi simpulan Bumi akan kedatangan Bulan,
Bagaimana saat kau memejamkan mata sambil tersenyum didalam Katedral,
Aku merindukan bagaimana saat kau menyuruhku agar tak menunda ibadahku.
Aku merindukan setiap kenangan yang kulakukan bersamamu.
Aku selalu tersenyum bila mengingatnya...
...lalu menangis."
Aku tersenyum getir bersamaan cairan bening yang melewati pipiku.
Aku membuka mata dan melepaskan tautan tanganku, menatap langit Senja yang dalam hitungan detik terganti oleh malam.
Angin yang berhembus kencang membuatku membenarkan letak posisi hijab yang membalut kepalaku.
Ia disana pasti tersenyum melihatku telah menjadi Hamba yang patuh.
Sebelum mengambil langkah pergi aku menatap Senja sekali lagi. Lantas aku tersenyum.
"Selamat istirahat Senjaku."
Meninggalkan tempat damai itu, sambil kurasakan udara malam yang berdesir lembut bersama gemericikan bunyi air mengalir halus.
Na Jaemin.
"Ku mohon, tetaplah menjadi Fajarku... Akan ku pinta pada Tuhan-ku jika Ia menghendaki aku tak akan melepasmu."
____________________________________
:v
KAMU SEDANG MEMBACA
The Dusk and Dawn; Na Jaemin
Fanfiction"Sang Senja dan Fajar...mereka adalah perpaduan yang serasi, tapi tak pernah bisa bersatu." . . . . . 202008 #4 in dawn 202008 #5 in dusk