#6

1.7K 272 20
                                    

Nayeon terbangun dari tidurnya. Dia menggosok matanya dan mempertajam penglihatannya ke arah satu titik cahaya yang masih menyala. Dia kemudian memilih beranjak dan mendekat ke arah cahaya itu.

"Kau belum tidur?" tanya Nayeon yang hanya membuat Namjoon tersenyum.

"Apa aku butuh itu?" tanyanya sambil menuliskan sesuatu di atas kertas yang ada di hadapannya. "Aku harus menjaga kalian semua."

Nayeon memperhatikan kertas yang kini sudah tak lagi putih. "Apa yang kau tulis?"

"Aku hanya mencoba menandai beberapa tempat. Aku tahu ini cukup tak masuk akal karena aku selalu bersembunyi di sini. Tapi beberapa daerah Seoul masih belum terkontaminasi," jelas Namjoon yang membuat dahi Nayeon berkerut. Matanya kemudian mengikuti tangan Namjoon yang saat ini menunjuk ke arah salah satu mesin yang hampir mirip dengan milik Jungkook. Bedanya, ini lebih terlihat akurat.

Ah, mungkin karena Nayeon tak terlalu percaya pada Jungkook yang bahkan tak lebih cerdas darinya.

"Ada 3 tempat yang masih aman untuk saat ini. Di sini benar-benar kosong."

"Apa kau akan ikut dengan kami?" tanya Nayeon yang membuat Namjoon terlihat menimang. Dia memang ingin sekali keluar dari sana. Tapi dia sungguh tak ingin ambil risiko. Apalagi saat ini dia hanya memiliki Jimin dan Jeongyeon bersamanya. Dia tak ingin kehilangan orang yang dia sayang lagi.

"Ku rasa tidak."

"Kita bisa temukan vaksinnya. Aku yakin tak akan ada yang terluka selagi kita punya senjata. Kau punya banyak, bukan? kita bisa mempergunakannya."

Namjoon menatap rak yang berisi banyak senjata itu. Mengingat bagaimana dia bisa merampas banyak sekali senjata dari para tentara yang terkontaminasi.

Dia kemudian menatap Nayeon yang masih menunggu jawabannya. Dia tahu, senjata itu ada untuk dia pergunakan.

"Baiklah, aku akan ikut."

Nayeon tersenyum. Bukankah semakin banyak yang ikut semakin mudah mendapatkan vaksin itu? mereka bisa berpencar, membelah gedung laboratorium yang memiliki luas melebihi sebuah stadion raksasa.

"Ah ya." Namjoon membungkuk, mencari keberadaan sebuah benda yang dia letakan di dalam lacinya. Dia kemudian meletakan gulungan kertas dan juga sebuah buku catatan di atas mejanya.

Namjoon selanjutnya menggeser duduknya, memberikan sedikit ruang agar Nayeon juga bisa duduk di sampingnya.

"Ini milik ayahku. Kita mungkin akan membutuhkan ini nantinya," jelas Namjoon yang membuat Nayeon benar-benar tak percaya dengan apa yang Namjoon tunjukan.

Buku catatan itu berisi beberapa hal rinci soal virus zombie yang menyerang satu kota Seoul. Apalagi di sana juga dicantumkan lokasi vaksin yang bisa menyelamatkan mereka semua.

"Aku heran kenapa ayahmu membuat vaksinnya bahkan sebelum virus ini menyebar," gumam Nayeon sambil mencari poin-poin penting yang bisa dia manfaatkan untuk menemukan petunjuk selanjutnya.

Sementara Nayeon dan Namjoon sedang membedah buku catatan milik professor Kim, Taehyung tanpa sengaja memeluk Sana yang tidur tepat di sampingnya. Hal ini tentu saja membuat Sana merasa tak nyaman dan memilih untuk membuka matanya. Dia kemudian mencubit tangan Taehyung dengan keras hingga membuat pria Kim itu meringis.

"Kau otak mesum!" protes Sana yang membuat Taehyung menutup mulutnya yang kini menganga tak percaya. "Apa? kau mau mengelak?"

"Aku pikir kau adalah Jungkook."

"Kau hanya beralasan. Dasar pria mesum!"

"Yak! bahkan aku sama sekali tak tertarik padamu."

Sana dan Taehyung mulai berdebat hingga membangunkan semua orang yang ada di sana. Namun tidak dengan Jungkook yang tetap tertidur pulas seolah tak mendengar apapun.

"Kenapa kalian bertengkar?" tanya Seokjin dengan suara beratnya karena dia baru saja terbangun.

"Dia yang memulainya." Taehyung dan Sana mengatakannya dengan kompak dan saling tunjuk satu sama lain. Setelah mereka sadar dengan kekompakan itu, mereka langsung memalingkan wajah.

"Kalian sungguh seperti anak kecil. Selama ini aku tak pernah merasa terganggu saat aku tertidur," jelas Jeongyeon tentunya dengan nada dinginya.

"Jeong..." panggil Namjoon yang membuat Jeongyeon memutar malas kedua bola matanya lalu duduk di sofa.

Namjoon melihat ke arah jendela, memasang wajah malasnya saat titik berwarna jingga itu mulai berbaur dengan warna langit yang mulai berubah menjadi biru cerah.

Siang sepertinya sudah menjadi musuh utama bagi Namjoon. Pasalnya dia selalu melihat kawanan mayat hidup itu berjalan melewati rumah tempatnya berlindungi selama ini. Dia hanya penasaran, apakah dalam kawanan itu ada anggota keluarganya atau mungkin temannya? dia tak pernah tahu.

"Hyung."

Namjoon menoleh ketika mendengar suara Jimin memanggilnya. "Ada apa?"

Jimin hanya menggeleng. Dia lantas menghampiri jendela dan duduk di meja kerja Namjoon agar dia bisa melihat ke luar dengan jelas.

"Aku selalu bertanya-tanya apakah orang tuaku masih ada? apa mereka menjadi salah satu dari mereka yang berjalan tanpa tujuan?" tanya Jimin.

"Aku juga selalu penasaran soal itu."

*
*
*

Duduk melingkar dengan wajah sangat serius adalah hal yang mereka lakukan sekarang. Jangan lupakan soal beradu argumen yang sejak tadi mereka lakukan untuk mencapai kesepakatan soal bagaimana mereka akan pergi ke laboratorium itu.

"Untuk sementara mobil hanya ada 3. Ya, kita bisa menggunakannya, tapi mobilku bahan bakarnya habis," jelas Nayeon dengan nada entengnya. Hal ini tentu saja membuat Jeongyeon merasa semakin gemas pada gadis yang banyak bicara itu.

"Apa kita bisa berjalan kaki?" tanya Jimin yang tentunya membuat semua mata kini tertuju padanya. Wajar saja karena saat ini Jimin malah mengatakan ide bodohnya.

"Kau ingin kita semua mati secara bergantian?" kesal Seokjin.

Menyatukan beberapa pemikiran memanglah sulit. Apalagi karena pertemuan mereka yang benar-benar singkat hingga mereka tak sempat untuk sekedar mengenal satu sama lain lebih jauh.

"Atau begini saja, Nayeon dan Tzuyu bersama Seokjin, lalu sisanya bersamaku."

Seokjin sungguh tak terima dengan keputusan singkat Namjoon ini. Bagaimana bisa dia satu mobil dengan 5 wanita sekaligus? apalagi dia tak mampu melindungi mereka semua.

Meskipun Nayeon bersamanya, tetap saja hal itu tidak adil.

"Baiklah, Jungkook dan Tzuyu, kau ikut pria itu. Nayeon dan Taehyung bersamaku," putus Seokjin.

"Aku rasa itu bagus." Namjoon menyetujui saran Seokjin itu. Apalagi Nayeon dan Taehyung termasuk penembak yang handal. Jadi itu akan cukup untuk melindungi mobil itu.

Momo mengangkat tangan, membuat Namjoon kini menatapnya dan memberikan gestur agar Momo bicara. "Apa rapatnya sudah selesai? aku sungguh lapar."

Namjoon memukul pelan dahinya. Dia pikir Momo punya ide cemerlang untuk menambah rencana mereka.

"Baiklah, ayo makan."

Tzuyu semakin mendekatkan dirinya ke tubuh Jungkook. Dia menggenggam erat lengan Jungkook sembari melihat ke arah bawah pintu. Aroma bangkai itu sepertinya membuat Tzuyu sangat takut jika zombie itu masuk ke dalam ruangan itu.

"Zombie itu tidak akan pernah bisa masuk. Mereka tak tahu cara membuka pintu," jelas Dahyun.

Seokjin hanya menatap tak percaya Dahyun. "Kapan kau berubah jadi cerdas?"

"Aku pernah menonton film soal zombie. Mereka hanya berjalan lurus saja dan tak tahu cara membuka pintu. Kecuali..." Dahyun menjeda sebelum akhirnya terdengar suara benturan keras di pintu. "Dengan menggunakan kepala mereka."

TBC🖤

5 Aug 2020

Danger (Z)one✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang